PENDAHULUAN
Dalam pembahasan kali ini, terkait dengan pelajaran mata kuliah Hukum Administrasi negara, sengaja kami rangkum seperti di bawah ini :
1.1. Penamaan/ Istilah
H.T.P : SK Menteri P & K 30 Desember 1972 No.
0198/U/1972 (Kurikulum minimal 1972)
H.A.N. : - Pertemuan
Dosen Pengajar Mata Kuliah Sejenis di Cibubur
Tanggal
26-28 Maret 1973.
-
SK Mendikbud No. 31/Dj/Kep/1983 (Kurikulum inti
Program
Pendidikan Sarjana Bidang Hukum)
H.T.U.N : UU
No. 5/1986. UU. No. 9/2004
UUDS 1950 Pasal 108 dan 142
1.2. Pengertian HAN
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Administrasi
diartikan :
-
Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan
serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan Organisasi.
-
Usaha dan kegiatan yang dikaitkan dengan
penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan.
-
Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan.
-
Kegiatan kantor dan Tata usaha.
Prajudi Atmosudirdjo mengatakan
Administrasi Negara mempunyai 3 arti sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu fungsi Pemerintah
2. Sebagai aparatur dan aparat Pemerintahan
3. Sebagai
Proses penyelenggaraan tugas pekerjaan, memerlukan kerjasama secara teratur.
Dimock & Dimock Administrasi Negara adalah aktifitas-aktifitas
Negara dalam melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya dalam arti sempit,
altifitas-aktifitas badan eksekutif saja dalam melaksanakan Pemerintahan.
Pemerintah/ Pemerintahan
Secara teroti dan praktek, terdapat perbedaan antara Pemerintah dan Pemerintahan.
Pemerintah adalah bestUUrvoering atau
pelaksanaan tugas Pemerintah, sedangkan Pemerintahan adalah Organ/ alat atau
aparat yang menjalankan Pemerintahan.
Pemerintah sebagai alat kelengkapan Negara dapat diartikan secara luas
dan dalam arti sempit.
-
Pemerintah dalam arti Luas : mencakup semua alat
kelengkapan Negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan
eksekutif, legislative dan yudisial atau alat kelengkapan Negara lain yang
bertindak untuk dan atas nama Negara.
-
Pemerintah dakan arti sempit : yaitu cabang
kekuasaan eksekutif atau Organ/alat perlengkapan Negara yang diserahi tugas Pemerintahan
atau melaksanakan Undang-undang.
Untuk
jelasnya dapat dikemukakan beberapa pendapat di bawah ini :
a. Pemerintahan dalam arti luas
Menurut ajaran “Trias Politica” oleh Montesquieu melupti tiga kekuasaan :
-
Pembentukan Undang-undang
-
Pelaksanaan
-
Peradilan
b.
Pemerintahan
dalam arti sempit
Yang dimaksut Pemerintahan/ Administrasi dalam arti sempit itu ialah
hanya badan pelaksanaan tidak termasuk badan Perundang-undangan, badan
peradilan dan badan kepolisian.
Dalam berbagai keputusan ustilah Pemerintahan
disebutkan memiliki dua pengertian antara lain :
-
sebagai fungsi
: yakni aktifitas Pemerintah adalah melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan,
dalam istilah Donner, Penyelenggaraan kepentingan umum oleh dinas publik/ Pemerintahan
(umum) sebagai Organ kumpulan Organ-Organ dari Organisasi Pemerintahan yang dibebani dengan melaksanakan tugas Pemerintahan.
-
sebagai Organisasi : Pemerintah sebagai Organisasi bila mana kita
mempelajari ketentuan-ketentuan susunan Organisasi, termasuk didalamnya fungsi,
penugasan, kewenangan, dan kewajiban masing-masing departemen Pemerintahan. Pemerintah
sebagai fungsi kita meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara
tindakan aparatur Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing.
1.3. Diskripsi/ Pengertian HAN
HAN adalah merupakan bagian dari Hukum publik, yakni Hukum yang mengatur
tindakan Pemerintah dan mengatur hubungan antara Pemerintah dengan warga Negara
atau hubungan antara Organ Pemerintah. HAN memuat keseluruhan peraturan yang
berkenaan dengan cara bagaimana Organ Pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi
HAN berisi aturan main yang berkenaan
dengan fungsi Organ-Organ Pemerintahan.
HAN/HTP adalah merupakan instrument juridis yang digunakan oleh Pemerintah
untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan masyarakat, disisi lain HAN
merupakan Hukum yang dapat digunakan oleh anggota masyarakat untuk mempengaruhi
dan memperoleh perlindungan dari Pemerintah. Jadi HAN memuat peraturan mengenai
aktifitas Pemerintah.
HAN meliputi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan Administrasi .
Administasi berarti sama dengan Pemerintahan.
Oleh karena itu HAN disebut juga HTP. Perkataan Pemerintah dapat disamakan
dengan kekuasaan eksekutif, artinya Pemerintahan merupakan bagian dari Organ
dan fungsi Pemerintahan, yang bukan Organ dan fungsi pembuat Undang-undang dan
peradilan.
1.4. Ruang Lingkup HAN/HTP
“Sturen” merupakan suatau kegiatan yang kontinyu, kekuasaan Pemerintahan
dalam hal menerbitkan ijin mendirikan bangunan misalnya tindaklah berhenti dan
diterbitkannya ijin mendirikan bangunan. Kekuasaan Pemerintah senantiasa
mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati.
Stureb berkaitan dengan penggunaan kekuasaan, konsep kekuasaan adalah
konsep Hukum publik, sebagai konsep Hukum publik. Penggunaan kekuasaan harus
dilandaskan pada asas-asas Negara Hukum, asas demokrasi dan asas instrumental.
Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya badan perwakilan rakyat.
Disamping badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan dan lembaga peran serta
masyarakat(inspraak) dalam pengambilan keputusan sangat penting artinya. Asas
instrumental berkaitan dengan hakekat Hukum Administrasi sebagai instrument.
Parajudi Atmosudirdjo membagi
HAN dalam dua bagian:
-
HAN
Heteronom : Bersumber pada UUD, Tap MPR dan UU.
-
HAN Otonomi : Ialah
Hukum operasional yang diciptakan Pemerintah dan Administrasi Negara.
1.5. Letak/ Kedudukan Hukum Administrasi Dalam Lapangan Hukum
Hukum Administrasi materiil terletak diantara Hukum prifat dan Hukum
pidana, karena itu disebut juga Hukum antara sifat dan letak Hukum Administrasi
yang demikian dapat digambarkan dalam skema di bawah ini :
1.
Hukum Konstitusi/ HTN
|
||
2.
Hukum Perdata Formil
3.
Hukum Perdata Materiil
|
4.
Hukum Administrasi Formil
5.
Hukum Administrasi Materiil
|
6.
Hukum Pidana Formil
7.
Hukum Pidana Materiil
|
Sebagai perbandingan dapat juga diketengahkan skema tentang pembentukan
dan penegakan Hukum materiil/ F.A.M. Stroinkes :
1.6. Hubungan HAN Dengan Cabang
Hukum Lainnya
1.6.1. Hubungan HAN Dengan HTN
a. Van Hollenhoven : Badan Pemerintah
tanpa aturan Hukum Tata Negara akan lumpuh, oleh karena badan ini mempunyai
wewenang apapun atau wewenangnya tidak berketentuan dan Badan Pemerintah tanpa Hukum
Administrasi Negara akan bebas sepenuhnya. Oleh karena badan dapat menjalankan wewenangnya menurut
kehendaknya sendiri.
b. J.B.J.M. Ten Berger : adalah sebagai
perpanjangan dari HTN atau Hukum sekunder dari HTN.
c. Bacsan Mustafa : HTN dan HAN itu
merupakan dua jenis Hukum yang dapat dibedakan akan tetapi tidak dapat
dipisahkan yang satu dengan yang lain.
d. W.F. Prins : tidak mungkin untuk
menarik batas yang tegas antara dua jenis Hukum ini.
e. Kranemburg : bahwa kita tidak mungkin mempelajari Hukum Administrasi
tanpa didahului dengan pelajaran HTN.
Hubungan semacam ini agaknya sama seperti yang terjadi pada Hukum dagang
dan Hukum Perdata.
1.7.
Landasan
Hukum Administrasi Negara
Landasan
Hukum Administrasi Negara terbagi tiga sebagai berikut :
a. Negara
Hukum
-
Asas legalitas dalam Pelaksanaan Pemerintah
-
HAM
-
Pembagian Kekuasaan
-
Pengawasan Pengadilan
b. Demokrasi
-
Badan Perwakilan Rakyat
-
Asas Keterbukaan
-
Peran Serta Masyarakat
c. Karakteristik
Ajaran Instrumental
1.8.
Fungsi
Hukum Administrasi Negara
Dua
konsep yang menjadi rujukan yaitu :
1. P. De Haar ct Dalam bukunya bestUUrecht in de Sociale Rechtstaat (1986)
memaparkan tiga fungsi Hukum Administrasi yaitu :
a. Fungsi Normatif Meliputi Organisasi dan
instrument Pemerintah
b. Fungsi Instrumental aktif dalam bentuk
kewenangan, berupa beleid.
c. Fungsi Jaminan jaminan Pemerintah menyangkut
keterbukaan, berbagai mekanisme
control, perlindungan Hukum dang anti kerugian.
2. J. Van Der Hoven Dalam bukunya De Drie Dimensies Van Het BestUUrsrecht (1989)
memaparkan tiga sisi Hukum Administrasi yaitu :
a.
Yaitu Hukum tentang kekuasaan Pemerintahan
b. De Organizatie en instrumentarium.
c. De rechtsposotie vander burger regenover het
bestUUr
II. SUMBER-SUMBER HAN (Hukum Administrasi Negara)
2.1. Pengertian Sumber Hukum
Secara sederhana Sumber Hukum adalah : segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan Hukum dan tempat
dutemukannya aturan-aturan Hukum.
Menurut Soedikno Martokusumo, kata sumber Hukum sering digunakan dalam
beberapa arti yaitu :
a. Sebagai
asas Hukum, sebagai sesutau yang merupakan permulaan Hukum, misalnya kehendak
Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
b. menunjukkan
Hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada Hukum yang sekarang berlaku,
seperti Hukum Prancis, Hukum Romawi.
c. sebagai
sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
Hukum (Penguasa, masyarakat)
d. sebagai
sumber dari mana kita dapat mengenal Hukum, misalnya dokumen, UU Lontar, batu
tertulis.
e. sebagai
sumber terjadinya Hukum, sumber yang menimbulkan Hukum.
2.2. Macam-macam Sumber Hukum
Macam-macam sumber Hukum ini dapat di bagi menjadi dua :
- Sumber
Hukum Materiil
Adalah
factor-faktor yang ikut mempengaruhi isi dari atura-aturan huku. Factor
tersebut adalah :
-
Sumber
Hukum Historis
Sumber
Hukum ini mempunyai dua arti yaitu :
1. sebagai
sumber pengenalan/ tempat menemukan Hukum pada saat tertentu misalnya : UU,
Putusan-putusan Hakim, tulisan-tulisan ahli Hukum dan tidak tulisan yang
bersifat Yuridis sepanjang membuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga Hukum
2. sebagai
sumber dimana pembuat Undang-undang mengambil bahan dalam membentuk peraturan Perundang-undangan
misalkan, system-sistem Hukum pada masa lalu yang pernah berlaku pada tempat
tertentu seperti system Hukum Romawi, system hukuk Perancis dan sebagainya.
-
Sumber
Hukum Sosiologis
Adalah
factor-faktor social yang mempengaruhi isi Hukum positif, artinya peraturan Hukum
tertentu mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
-
Sumber
Hukum Filosofis
Memiliki
dua arti yaitu :
Pertama
: sebagai sumber Hukum untuk isi Hukum yang adil.
Kedua
: sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari Hukum.
- Sumber
Hukum Formal
Sumber Hukum Formal adalah berbagai
bentuk aturan Hukum yang ada, sumber Hukum ini terdiri dari :
1.
Peraturan
Perundang-undangan
Dalam
keputusan Hukum, tidak semua peraturan dapat dikategorikan sebagai peraturan Hukum,
suatu peraturan adalah peraturan Hukum bilamana peraturan itu mengikat setiap
orang dank arena itu ketaatannya dapat dipaksakan oleh Hakim. Berdasarkan
penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No.
5/1986 Peraturan Perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat
mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah,
baik di tingkat pusat maupun Daerah, serta semua keputusan Badan atau Pejabat
TUN baik ditingkat pusat maupun Daerah
yang juga mengikat umum.
2.
Konvensi/
Praktek Administrasi Negara atau Hukum Tidak Tertulis
Meskipun
Undang-undang dianggap sebagai sumber Hukum Administrasi Negara yang paling
penting, namun Undang-undang sebagai peraturan tertulis mempunyai kelemahan.
3.
Yurisprudensi
Yurisprudensi
adalah Peradilan akan tetapi dalam
arti sempit yang dimaksut dengan Yurisprudensi adalah ajaran Hukum yang
tersusun dan dalam radilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan Hukum. Yurisprudensi juga
diartikan sebagai himpunan putusan-putusan pengadilan yang disusun sistematik.
4.
Doktrin
Meskipun
ajaran Hukum atau pendapat para sarjana Hukum tidak memiliki kekuatan mengikat,
namun pendapat sarjana Hukum ini begitu penting bahkan dalam sejarah pernah
terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para
ahli Hukum.
Selanjutnya
dalam perjalanannya, sumber Hukum Administrasi dalam arti formal yaitu :
1. UUD
1945
2. Tap
MPR
3. UU
dan PERPU
4. PP
5. Kepres
6. Peraturan
Menteri dan Surat Keputusan Menteri
7. Peraturan
Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
8. Yurisprudensi
9. Hukum
Tidak tertulis
10. Hukum
Internasional
11. Kepurusan
Tata Udaha Negara
12. Doktrin
III. ORGANISASI ADMINISTRASI NEGARA
3.1. Pengertiaan Administrasi Negara
a. Organisasi
adalah suatu jaringan sistematis dari bagian-bagian yang saling ketergantungan
untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat dimana koordinasi dan pengawasan dapat
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b. Organisasi
Administrasi Negara adalah pola hubungan formal yang dibentuk dengan peraturan Perundang-undangan dalam Pemerintahan. Hal ini berdasarkan sifat
dan beban kerja yang harus diselesaikan, sesuai dengan syarat-syarat efesiensi,
menjamin penggunaan yang efektif dari manusia dan material serta tanggung
jawabnya. Organisasi ini dibentuk berdasarkan
suatu kewenangan tertentu yang harus dilaksanakan, biasanya dilengkapi
dengan bagan-bagan dan diagram yang mengambarkan hubungan kerja.
3.2. Organisasi Pemerintah Pusat
Adalah
Organ yang menjalankan urusan Pemerintahan di tingat pusat
-
Presiden
-
Wakil Presiden
-
Menteri dan Departemen
a. Lembaga Pemerintah
Non Departemen
1. SAKORSURTANAL
(Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)
2. LAN
(Lembaga Administrasi Negara)
3. LSN
(Lembaga Sandi Negara)
4. BAPPENAS
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
5. LAPAN
(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Negara)
6. Arsip
Nasional
7. Dewan HANKAMNAS
(Pertahanan Keamanan Nasional)
8. BULOG
(Badan Urusan Logistik)
9. BAKN
(Badan Administrasi Kepegawaian Negara)
10 BPP
Teknologi (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)
11. BPKP
(Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)
12. BKKBN
(Badan Koordinasi Keluarga Berencana)
13. BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)
14. BATAN
(Badan Tenaga Atom Nasional)
15. BIN
(Badan Intelijen Negara)
16. LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia )
17. BPN
(Badan Pertanahan Negara)
18. BPS (Biro
Pusat Statistik)
3.3. Organisasi Pemerintah Daerah
wilayah Negara keastuan RI dibagi dalam Daerah Propinsi dan Propinsi
dibagi atas Kabupaten dan Kora yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah.
Daerah Propinsi disamping sebagai memiliki status Daerah Otonom, juga berkedudukan
sebagai wilayah Administrasi. Sedangkan Daerah Kota dan Daerah Kabupaten
sepenuhnya berkedudukan sebagai Daerah Otonom.
Daerah Otonom adalah : Daerah
kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sisten Negara
kesatuan R.I. (UU No.32/2004)
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD (Pasal 1 ayat 2 UU No.32/2004)
Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan perangkat Daerah (Pasal 3 ayat 2 UU 32/2004)
Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, Pemerintah menggunakan Asas
Desentralisasi, tugas pembantuan dan Dekonsentrasi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
(Pasal 20 ayat 2 UU 32/2004)
Desentralisasi adalah : penyerahan
wewenang Pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan dalam sisti Negara kesatuan R.I (Pasal 7 ayat 7)
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah
dan atau desa dari Pemerintah Propinsi kepada Kabupaten/Kota/desa serta dari Pemerintah
Kabupaten/ Kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Pasal 1 ayat 9)
Demokrasi adalah
pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah
dan/atau kepada isntansi di wilayah tertentu (Pasal 1 ayat 8)
Otonomi Daerah adalah hak, kewenangan
dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan
dan kegiatan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. (Pasal 1 ayat 5)
Daerah Otonom/ Daerah adalah
kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Republik Indonesia (Pasal 1 Ayat 6 UU No. 32/2004)
Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Daerah, Pemerintah
Daerah menggunakan Asas Otonomi dan tugas Pembantuan. (Pasal 20 ayat 3 UU No.32/2004)
Asas Demokrasi hanya diterapkan di Daerah-daerah Propinsi
yang dan Kabupaten/Kota yang belum siap
atau belum sepenuhnya melaksanakan prinsip Otonomi sebagaimana ditentukan dalam
Undang-undang Dasar.
3.4. Hubungan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Negara Indonesia
sebagai Negara Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan,
dengan memberikan kesempatan dan kekuasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan :
(1) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-daerah Propinsi dan Daerah Propinsi
itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Propinisi, Kabupaten, dan Kota
itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang di atur dengan Undang-undang.
(2) Pemerintah
Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas Otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintah
Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Kota
memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4) Gubernur,
Bupati, dan wali Kota
masing-masing sebagai kepala Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara
demokrasi.
(5) Pemerintah
Daerah menjalankan Otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan Pemerintahan yang
oleh Undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintah
Daerah berhak menetapkan peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan Otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan
dan Tata cara penyelenggaraan Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-undang.
Walaupun Otonomi Daerah diterapkan dengan menganuit system Otonomi luas,
pelaksanaan Otonomi tersebut tentunya tidak dapat melepaskan dari konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Pasal
1 (1) UUD 1945.
Ketentuan diatas merupakan dasar dibentuknya Daerah-daerah yang
mempunyai hak Otonomi ataupun wilayah administratief. Pembagian ini dimaksudkan
untuk mencapai efektifitas dan efisiensi serta demokratisasi pelaksanaan Pemerintahan.
Hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah dalam Negara Kesatuan
yang didesentralisasikan tidak dapat dilepaskan dari system pembagian kekuasaan
secara vertical yang didasarkan pada desentralisasi akan melahirkan Daerah-daerah
Otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. (Pasal 10 No. 32/2004)
3.5. Kewenangan
Pemerintah
a. Asas
Legalitas
1.
Asas Legalitas merupakan salah satu prinsip utama
yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan Pemerintahan dan
kenegaraan di setiap Negara Hukum.
2.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan Negara
Hukum dan gagasan Negara demokrasi.
Gagasan Demokrasi : menuntut agar setiap
bentuk Undang-undang dan berbagai keputusan menuntut persetujuan dari wakil
rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat.
Gagasan Negara Hukum : menuntut agat penyelenggaraan kenegaraan dan Pemerintahan
harus didasarkan pada Undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak
dasar rakyat.
3.
Asas Legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan Pemerintahan
dan jaminan perlindungan dari hak-hak rakyat.
b. Wewenang Pemerintahan
1. Penyelenggaraan kenegaraan dan Pemerintahan
harus memiliki legitimasi kewenangan
yang diberikan oleh Undang-undang.
2. Sumber wewenang
bagi Pemerintah adalah peraturan Perundang-undangan.
Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan melalui 3
cara yaitu :
1. Atribusi : Pemberi Wewenang Pemerintah
Oleh pembuat Undang-undang kepada Organ Pemerintahan.
2. Delegasi : Pelimpahan wewenang Pemerintahan
dari satu Organ Pemerintahan kepada Organ Pemerintahan Kepada Organ
pemeritnahan lainnya.
3. Mandat : Terjadi
ketika Organ Pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh Organ lain
atas namanya.
IV. ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK/ AAUPL/ AAUPB
(Algemene Beginselen Van Behoorlijk BestUUr)
4.1
Pengertian AAUPL
Pemahaman tentang AAUPL tidak dapat dilepaskan dari konteks kesejarahan,
disamping dari segi kebahasan, karena asas ini muncul dari proses sejarah.
Dengan bersandar dengan kedua konteks ini AAUPL dapat difahami sebagai
asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan Tata cara dalam penyelenggaraan
pemerintan yang layak. Dengan cara demikian penyelenggaraan Pemerintahan itu
menjadi baik dan sopan, adil dan terhormati, bebas dan kezhaliman, pelanggaran
peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tidakan sewenang-wenang.
Berdasarkan Penelitiannya, Jazim
Hamidi menemukan pengertian AAUPL sebagai berikut :
a.
AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan
berkembang dalam lingkungan Hukum Administrasi Negara.
b.
AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat Administrasi
Negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi Hakim Administrasi
menilai tindakan Administrasi Negara, dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi
pihak penggugat.
c.
Sebagian besar AAUPL masih merupakan asas-asas yang
tidak tertulis, masih abstrak, dan tidak digali dalam praktek kehidupan di
masyarakat.
d.
Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah Hukum
tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan Hukum positif. Meskipun
sebagian asas itu berubah menjadi kaidah Hukum tertulis, namun sifatnya tetap
sebagai asas Hukum.
4.2. Hakekat
AAUPB
-
AAUPB Merupakan norma Pemerintah
-
AAUPB Merupakan Hukum Tidak tertulis
-
AAUPB berbeda dengan asas-asas umum
-
AAUPB lahir dari praktek
4.3. Pengembangan AAUPB
Kekuasaan bebas (discrectionary
bevoegheid) yang semula se akan-akan tidak terjamah oleh rechtmatigheidstoetsing sudah lama
ditingalkan. Criteria Hukum yang digunakan untuk menilai segi kekuasaan bebas
itu di Belanda.
Unsur-unsur
semula di usulkan oleh G.J. Wiarda lima asas sbb :
1.
Asas
2.
Asas Kecermatan
3.
Asas sasaran yang tepat
4.
Asas keseimbangan
5.
Asas kepastian Hukum.
Dalam
Yurisprudensi AROB (Peradilan Administrasi Belanda) asas-asas meliputi :
a. Asas
Pertimbangan
b. Asas
kecermatan
c. Asas
kepastian Hukum
d. Asas
kepercayaan atau asas menanggapi harapan yang telah ditimbulkan.
e. Asas
persamaan
f.
Asas keseimbangan
g. Asas
kewenangan
h. Asas
fai play
i.
Larangan
j.
Larangan bertindak sewenang-wenang
Sistematisasi AAUPB dikutip oleh Indroharto dalam
bukunya berjudul Usaha Memahami UU tentang PTUN hal . 307-312 asas
tersebut dikelompokkan menjadi :
a.
Asas formal mengenai pembentukan keputusan yang
meliputi kecermatan formal, asas fairplay
b.
Asas-asas formal mengenai dormulasi keputusan yang
meliputi :
-
Asas pertimbangan
-
Asas kepastian Hukum formal
c.
Asas material mengenai keputusan yang meliputi :
-
Asas kepastian Hukum material
-
Asas kepercayaan atau harapan-harapan yang telah ditimbulkan
-
Asas persamaan
-
Asas kecermatan material
-
Asas keseimbangan
Sebagai perbandingan diketengahkan juga asas serupa di Perancis “Asas-asas Umum Hukum Publik” :
1.
Asas persamaan
2.
Asas larangan mencabut keputusan bermanfaat
3.
Asas larangan berlaku surat
4.
Asas jaminan kebebasaan masyarakat
5.
Asas Keseimbangan
4.4.
Fungsi dan Macam-macam AAUPL
AAUPL adalah merupakan Hukum tidak tertulis.
a. Fungsi
dan Macam-macam AAUPL
o
Bagi Administrasi Negara : bermanfaat sebagai
pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan, Perundang-undangan
yang bersifat sumir, samara, atau tidak jelas
o
Bagi warga masyarakat sebagai pencari keadilan,
AAUPL sebagai dasar gugatan.
o
Bagi Hakim TUN : sebagai alat untuk menguji dan
membatalkan keputusan pejabat TUN.
o
Bagi Badan Legislatif : berguna dalam merancang Undang-undang.
b.
Macam-macam AAUPL
Prof. Koentjoro Purbopranoto Mengatakan
macam-macam AAUPL sebagai berikut :
1) Asas
kepastian Hukum
2) Asas
keseimbangan
3) Asas
kesamaan dalam mengambil keputusan
4) Asas
bertindak cermat
5) Asas
motivasi untuk setiap keputusan
6) Asas
tidak mencampuradukan kewenangan
7) Asas
permainan yang layak
8) Asas
keadilan dan kewajaran
9) Asas
kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar
10) Asas
meniadakan akibat suatu keputusan yang batal.
11) Asas
perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi
12) Asas
Kebijaksanaan
13) Asas
penyelenggaraan kepentingan umum.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak menurut Prof. Kuntjoro Purbopranoto, SH :
1. Asas Kepastian Hukuk
- bahwa
asas ini menghendaki adanya dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan Pangreh sekalipun itu salah.
- Bahwa
suatu keputusan Pemerintah harus memenuhi syarat materiil dan formil. Syarat materiil
menuntut kewenangan dalam bertindak, sedangkan syarat formil yaitu mengenai
bentuk daripada keputusan itu sendiri.
2. Asas Keseimbangan
Asas
ini menghendaki adanya keseimbangan antara Hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seseorang pegawai.
3. Asas kesamaan dalam Mengabil
Keputusan Pangreh.
Asas ini menghendaki agar
badan Pemerintah harus mengabil tindakan yang sama/ tidak bertentangan atas
kasus-kasus yang faktanya sama.
4. Asas bertindak cermat
Asas ini ditegaskan dalam
yurisprudensi Hogeraad Nederland antara lain tanggal 9 Januari 1942 : bahwa
kewajiban seorang wali Kota
untuk memperingatkan para pemakai jalan umum, bahwa ada bagian jalan yang
rusak, atau ada perbaikan jalan.
5. Asas motivasi untuk setiap
keputusan.
Asas ini menghendaki bahwa
keputusan badan Pemerintahan harus didasari alas an atau motivasi yang cukup,
motivasi itu sendiri haruslah adil dan jelas.
6. Asas jangan mencampuradukan
wewenang.
Badan Pemerintah yang
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan menurut Hukum, tidak boleh
menggunakan kewenangan itu untuk lain tujuan, selain tujuan yang telah
ditetapkan untuk kewenangan itu.
7. Asas Permainan yang layak
bahwa badan Pemerintah harus
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga Negara untuk mencari kebenaran
dan keadilan, asa ini sangat menghargai instansi banding dan badan peradilan.
8. Asas keadilan dan kewenangan
bahwa suatu tindakan adalah
terlarang apabila badan Pemerintahan
bertindang yang bertentangan dengan asa ini, maka tindakan itu dapat dibatalkan
9. Asas menanggapi pengharapan
yang wajar.
Contoh, seorang pegawai
meminta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi di waktu dinas, untuk itu
diberikan izin, kemudian ternyata bahwa pegawai tidak mendapatkan kompensasi
biaya.
10. Asas meniadakan akibat suatu
keputusan yang batal.
Kadang-kadang keputusan
tentang pemecatan seorang pegawai dibatalkan oleh yang berwenang. Dalam hal
demikian Pemerintahan yang demikian tidak hanya menerima kembali pegawai yang
dipecat, tetapi juga harus membayar segala kerugian yang disebabkan oleh
keputusan tentang pemecatan itu yang tidak dibenarkan.
11. Asas Perlindungan atas
Pandangan Hidup atau Cara Hidup.
Asas ini menghendaki agar pegawai
negeri diberi kebebasan atau hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai
dengan pandangan/ cara hidup yang di anut
12. Asas Kebijaksanaan
asa
ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah diberi kebebasan
untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi. Pemberian
kebebasan iniberkaitan dengan perlunya tindakan positif dari Pemerintah yang
menyelenggarakan kepentingan umum.
13. Asas Penyelenggaraan
kepentingan Umum
asas ini menghendaki agar
dalam menyelenggarakan tugasnya Pemerintah selalu mengutamakan kepentingan
umum.
Penyelenggaraan Pemerintah berpedoman pada asas umum penyelenggaraan
Negara yang terdiri atas :
a. Asas
Kepastian Hukum
b. Asas
tetib peyelenggaraan Negara
c. Asas
kepentingan umum
d. Asas
keterbukaan
e. Asas
proporsionalitas
f.
Asas akuntabilitas
g. Asas
efesiensi
h. Asas
efektifitas
(Pasal 20 Ayat 1 UU No. 32/2004)
Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas Desentralisasi,
tugas pembantuan dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan (Pasal, 20 ayat 2 UU No. 32 tahun 2004)
Dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah menggunakan
asas Otonomi dan tugas pembantuan (Pasal
20 ayat 3 UU No. 32/2004)
Asas umum penyelenggaraan Negara menurut Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang
baik dan bersih dan bebas dari KKN sesuai Pasal
3 sebagai berikut :
a.
Asas
Kepastian Hukum
Asas
dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan peraturan Perundang-undangan,
kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijaksanaan penyelenggaraan Negara.
b.
Asas
Tertip penyelenggaraan Negara
Asas
yang menjadi landasan keteraturan, kesesuaian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan Negara.
c.
Asas
Kepentingan Umum
Asas
yang mendahulukan kesejahteraan umum, dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif.
d.
Asas
Keterbukaan
Asas
yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia Negara.
e.
Asas
Proporsionalitas
Asas
yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.
f.
Asas
Profesionalitas
Asas
yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan Perundang-undangan.
g.
Asas
Akuntabilitas
Asas
yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara Negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat/
rakyat sebagai pemengang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.
V. TINDAKAN PEMERINTAHAN
5.1. Definisi dan Pengertian Tindakan Pemerintahan
Tindakan Pemerintahan adalah pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat
secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan “Prinsip
Herarkhi” (pendapat Van Vollenhoven).
Pendapat Romeyn, tindak Pangreh
adalah tiap tindakan/ perbuatan daripada satu alat perlengkapan Pemerintahan,
juga diluar lapangan Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan, peradilan,
yang bermaksut menimbulkan akibat Hukum di bidang Hukum Administrasi.
Komisi Van Poelje (Laporan tahun 1972 hal. 4) tindakan-tindakan
Hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi Pemerintahan.
5.2. Pembatasan dan Cara Bertindak Pemerintah
Pembatasan : tindak Pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan Perundang-undangan atau kepentingan umum antara lain :
1. Tidak
boleh melawan Hukum baik formil maupun materiil, dalam arti luas.
2. Tidak
boleh melampaui atau menyelewengkan kewenangan menurut Undang-undang.
Cara Bertindak : cara bertindak alat Pemerintahan harus berdasarkan
kebijaksanaan pada umumnya atau dengan mengingat asas “freies ermenssen” tidak perlu mendasari secara ketat, norma-norma Undang-undang
seperti Hakim (peradilan), akan tetapi harus cepat segera bertindak menurut
keperluan, untuk mengatasi situasi mendadak dan sebagainya, asal bijaksana dan
tidak melampaui batas kewenangan dan Hukum.
5.3. Macam-macam Tindakan Pemerintahan
Pemerintah atau Negara adalah
sebagai subyek Hukum, sebagai pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Sebagai subyek Hukum Permerintah sebagaimana seperti subyek Hukum lainnya
melakukan berbagai tindakan, baik tindakan nyata maupun tindakan Hukum tidak
nyata/ materiil adalah tindakan yang tidak ada relevansinya dengan Hukum dan
oleh karenanya tidak menimbulkan akibat Hukum.
Pemerintah atau Administrasi Negara adalah
subyek Hukum yang mewakili dua institusi yaitu Jabatan Pemerintahan dan Badan Hukum Pemerintahan/ Badan Hukum
Publik, sehingga tindakan Hukum yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan
fungsi Pemerintahan dapat dibedakan dalam tindakan Hukum publik dan tindakan Hukum
privat. Tindakan Hukum Publik Adalah
tindakan Hukum yang dilakukan itu yang didasarkan atas Hukum publik. Sedangkan
tindakan Hukum Perdata berarti tindakan Hukum yang dilakukan tersebut yang
didasarkan pada ketentuan Hukum Perdata.
Secara teoritis cara untuk menentukan apakah tindakan Pemerintahan itu
diatur oleh Hukum publik atau Hukum Perdata adalah dengan melihat kedudukan
pemeritah dalam menjalankan tindakan tersebut. Jika Pemerintah bertindak dalam
kualitasnya sebagai Pemerintah, maka hanya Hukum publiklah yang berlaku, dan
jika Pemerintah bertindak tidak dalam kualitas Pemerintah, maka Hukum privatlah
yang berlaku.
Tindakan Hukum publik yang
dilakukan Pemerintah dalam menjalankan Pemerintahannya, dapat dibedakan
tindakan Hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak.
Peraturan bersama antar Kabupaten atau antar Kabupaten dengan Propinsi adalah
contoh tindakan Hukum publik beberapa pihak.
Dikalangan para sarjana perbedaan pendapat mengenai sifat tindakan Hukum
Pemerintahan ini. Sebagian mengatakan bahwa perbuatan Hukum yang terjadi dalam
lingkup Hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan Hukum bersegi satubagi
mereka tidak ada perbuatan Hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian
yang diatur oleh Hukum publik. Bila mana Pemerintah dengan seorang partikelir
diadakan suatu perjanjian, maka Hukum yang mengatur perjanjian itu senantiasa Hukum
privat. Perjanjian ialah suatu
perbuatan Hukum yang bersegi dua karena diadalan oleh dua kehendak (yang
ditentukan dengan sukarela) yakni suatu persesuaian kehendak antara dua pihak
sebagian penulis lain mengatakan, ada perbuatan Hukum Pemerintah bersegi dua,
mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur oleh Hukum publik seperti
perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek. Meskipun dikenal adanya
tindakan Pemerintah yang bersegi dua namun dari argumentasi dari masing-masing
penulis bahwa pada prinsipnya semua tindakan Pemerintah dalam menyelenggarakan
tugas-tugas publik lebih merupakan tindakan sepihak atau bersegi satu.
Ada beberapa contoh seperti pada ijin usaha pertambangan tidak dapat
dikatakan bahwa pihak yang bersangkutan berkesempatan untuk terlebih dahulu
menyatakan persetujuannya, sebab ijin pegusahaan pertambangan dan konsesi
pertambangan tersebut terjadinya justru keputusan Pemerintah, yang sifatnya
sepihak dan berlaku seketika.
5.4. Syarat Keabsahan Tindakan Pemerintahan
Syarat keabsahan tindakan Pemerintah dapat di bagi sebagai berikut:
1. Perbuatan
tersebut harus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
2. Perbuatan
tersebut dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa
maupun sebagai alat perlengkapan Pemerintah.
3. Perbuatan
tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi Pemerintah.
4. Perbuatan
tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat Hukum di bidang Hukum
Administrasi.
5. Perbuatan
yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara dan
rakyat.
5.5. Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Pemerintahan
Secara konseptual ruang lingkup tanggung gugat Pemerintah dibagi menjadi
dua :
1. Tanggung
gugat bidang Hukum Perdata dalam bentuk perbuatan melanggar Hukum oleh penguasa
melalui peradilan umum.
2. Tanggung
gugat bidang Hukum Administrasi khusus tentang KTUN melalui peradilan TUN.
Ad. 1. Tanggung Gugat Pemerintah Melalui Peradilan
Umum
Tanggung gugat Pemerintah di peradilan umum pada dasarnya berkaitan
dengan tuntutan pembayaran ganti kerugian, gugat harus diajukan ke peradilan
umum, dengan alasan gugatan perbuatan melanggar Hukum/ melawan Hukum oleh
penguasa. Landasannya penjelasan umum UU No. 5/1986 sebagai berikut :
Sengketa
TUN lainnya yang menurut Undang-undang ini tidak menjadi wewenang PTUN diselesaikan
melalui peradilan Umum.
Dalam gugatan Perdata formulasinya ditujukan kepada Pemerintah RI
dan untuk tingkat Daerah dirumuskan Pemerintah Daerah.
Ad. 2. Tanggung Gugat Pemerintah Melalui PTUN
Tujuan utama orang menggugat di PTUN adalah agar KTUN tersebut
dibatalkan, dan dapat pula ditambahkan tuntutan ganti rugi dan tehabilitasi (Pasal 53 ayat 1 UU No. 9/2004)
Dalam tanggung gugat bidang TUN, maka yang menjadi tergugat adalah
pejabat, maka rumusnya adalah : Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, WaliKota.
VI. INSTRUMEN PEMERINTAHAN
6.1. Pengertian Instrumen Pemerintahan
Instrument Pemerintah adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan
Pemerintah atau Administrasi Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik
menggunakan sarana yang terhimpun dalam publik domein/ kepunyaan publik maupun
menggunakan sarana Yuridis.
6.2. Macam-macam Instrumen Pemerintahan
Macam-macam
Intrumen Pemerintahan sebagai berikut :
- Sarana yang terhimpun dalam publik domein,
misalnya : alat tulis menulis, sarana transportasi, gedung-gedung
perkantoran, dll.
- sarana/ instrument Yuridis
1)
Peraturan
Perundangan-undangan
Peraturan adalah merupakan Hukum yang sifatnya mengikat umum (berlaku
umum) dan tugasnya mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).
Secara teoritik istilah Perundang-undangan mempunyai dua pengertian
sebagai berikut :
1. Perundang-undangan
merupakan proses pembentukan peraturan-peraturan Negara, baik ditingkat pusat
maupun ditingkat Daerah.
2. Perundang-undangan
adalah segala peraturan Negara yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah.
Ciri-ciri Peraturan Perundang-undangan sebagai
berikut :
a. Bersifat
Umum dan komptehensif, yang demikian merupakan kebalikan dari sifat yang khusus
dan terbatas.
b. Bersifat
universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa yang akan dating dan belum
jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu tidak dapat dirumuskan untuk
mengatasi peristiwa tertentu saja.
c. Memiliki
kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri, adalah lazim bagi
suatu peraturan untuk mencantumkan klausula yang memuat kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.
2)
Peraturan
Kebijaksanaan
Pelaksanaan Pemerintah sehari-hari menunjukkan, badan atau pejabat Tata
Usaha Negara acap kali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara
lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan kebijaksanaan. Produk
semacam peraturan kebijaksanaan tidak terlepas kaitan penggunaan freies ermessen. Karena itu sebelum menjelaskan peraturan kebijaksanaan terlebih
dahulu dikemukakan mengenai “freies ermessen”
Freies ermessen
berasal dari kata Freies artinya bebas, lepas, tidak terkait, dan merdeka.
Sedangkan ermessen mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan.
Jadi Freies
ermessen adalah orang yang
memiliki kebabasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu,
istilah ini secara khas digunakan Pemerintah. Sehingga Freies ermessen diartikan juga sebagai salah satu sarana yang
memberikan ruang gerak bagi pejabat atau Badan Administrasi Negara untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada Undang-undang.
Didalam praktek penyelenggaraan Pemerintahan, Freies ermessen dilakukan oleh aparat Pemerintah atau Administrasi
Negara dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Belum
ada peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in konkrito
terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian
segera. Misalnya dalam menghadapi bencana alam, atau wabah penyakit menular.
2. Peraturan
Perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat Pemerintah memberikan
kebebasan sepenuhnya, missal dalam pemberian ijin berdasarkan pasal 1 HO,
setiap pemberi ijin bebas untuk menafsirkan pengertian “menimbulkan keadaan
bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
3. Adanya
delegasi Undang-undang, maksudnya aparat Pemerintah diberi kekuasaan untuk
mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan ini merupakan kekuasaan aparat yang
lebih tinggi tingkatannya, missal dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah.
Daerah bebas untuk mengelolahnya asalkan sumber itu merupakan sumber yang sah.
3)
Pengertian Peraturan Kebijaksanaan
Didalam penyelenggaraan tugas Administrasi Negara Pemerintah banyak
mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkandalam berbagai bentuk seperti : Garis-garis
Kebijaksanaan, peraturan-peraturan, pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, surat edaran,
resolusi-resolusi, instruksi-instruksi, nota kebijaksanaan, peraturan menteri,
keputusan dan pengumuman.
Secara praktis kewenangan Diskresioner Administrasi Negara
yang kemudian melahirkan peraturan, kebijaksanaan, mengandung dua aspek pokok
sebagai berikut :
1. Kebebasan
menafsirkan ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar
wewenagnya, aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang
bersifat obyektif.
2. Kebebasan
untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki
Administrasi Negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini dikenal dengan kebebasan
menilai yang bersifat subyektif. Kewenangan bebas untuk menafsirkan secara
mandiri dari Pemerintah inilah yang melahirkan peraturan kebijaksanaan.
4) Ciri-ciri
Peraturan Kebijaksanaan
Bagir Manan menyebutkan cirri-ciri
peraturan kebijaksanaan sebagai berikut :
1.
Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan Perundang-undangan
2.
Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap
peraturan Perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan
kebijaksanaan.
3.
Peraturan kebijaksanaan tidak dapat di uji secara wetwatigheid
karena memang tidak ada dasar peraturan Perundang-undangan untuk membuat
keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.
4.
Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan Freies
Ermessen dan ketiadaan wewenang Administrasi bersangkutan membuat
peraturan Perundang-undangan.
5.
Pengujian terhadap peraturan lebih diserahkan pada doelmatigheid
dank arena itu Bantu ujinya adalah asas-asas umum Pemerintahan yang layak.
6.
dalam praktek diberikan format berbagai bentuk dan
jenis peraturan yaitu :
keputusan,
instruksi, surat
edaran, pengumuman dan lain-lain. Bahkan
dapat ditemui dalam bentuk peraturan-peraturan.
5) Fungsi
dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dab berdaya
guna sebagai berikut :
1. Tepat
guna dan berdaya guna sebagai sarana peraturan yang melengkapai menyempurnakan
dan mengisi kekurangan yang ada pada peraturan Perundang-undangan.
2. Tepat
guna dan berdaya guna sebagai sarana pengatur bagi keadaan vacuum peraturan Perundang-undangan.
3. Tepat
guna dan berdaya guna sebagai serasana pengaturan kepentingan yang belum
terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan Perundang-undangan.
4. Tepat
guna dan berdaya guna sarana pengaturan mengenai kondisi peraturan Perundang-undangan
yang sudah ketinggalan jaman.
5. Tepat
guna dan berdaya guna kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Administrasi
Negara di bidang Pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau
memerlukan pembaharuan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
6)
Rencana-rencana
Negara merupakan Organisasi yang memunyai tujuan. Bagi Negara Indonesia
tujuan Negara itu dituangkan dalam Alinea
ke empat UUD 1945, mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum
yang menganut konsepsi Welfare state tujuan kehidupan
bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap berbagai dimensi ini Pemerintah
membuat rencana-rencana.
Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara rencana
merupakan salah satu instrument Pemerintah yang sifat Hukumnya berada diantara
peraturan kebijaksanaan, Perundang-undangan, dan ketetapan, dengan demikian
perencanaan memiliki bentuk sendiri patuh pada peraturan sendiri serta
mempunyai tujuan sendiri, yang berbeda dengan peraturan kebijaksanaan,
peraturan perundangan-undangan dan ketetapan.
Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang akan di tempuh pada masa
yang akan dating, akan tetapi ia bukan peraturan kebijaksanaan karena
kewenangan untuk membuatnya ditentukan oleh peraturan perundan-undangan atau
didasarkan pada wewenang Pemerintah yang jelas. Rencana memiliki sifat norma
yang umum abstrak, namun ia bukan peraturan Perundang-undangan, karena tidak
semua rencana itu mengikat umum dan tidak selalu mempunyai akibat Hukum
langsung. Rencana merupakan hasil penetapan oleh Organ Pemerintahan tertentu
atau dituangkan dalam bentuk ketetapan, tetapi ia bukan Beschikking karena
didalamnya memuat peraturan yang bersifat umum.
Perencanaan terbagi dalam tiga
kategori sebagai berikut :
a.
Perencanaan
Informative yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan
masyarakat yang dituangkan dalam alternative-alternative kebijakan tertentu.
Rencana seperti ini tidak memiliki akibat Hukum bagi warga Negara.
b.
Perencanaan
Indikatif adalah rencana yang memuat kebijakan yang akan di
tempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan. Kebijakan ini
masih harus diterjemahkan ke dalam keputusan operasional atau normative.
Perencanaan seperti ini memiliki akibat Hukum yang tidak langsung.
c.
Perencanaan
Operasional atau Normative, merupakan rencana yang terdiri dari persiapan,
perjanjian, dan ketetapan, rencana Tata ruang kota , pembebasan tanah, pemberian subsidi,
dll.
7)
Unsur-unsur Rencana.
Dalam perspektif HAN, J.B.J.M. ten
Berge menggunakan unsur rencana sebagai berikut :
-
Schriftelijke (tertulis)
-
Keputusan atau tindakan terkandung pilihan
-
Oleh Organ Pemerintahan
-
Ditujukan pada waktu yang akan datang
-
Unsur-unsur Rencana (sering kali berbentuk
tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan).
-
Memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam.
-
Sering kali secara programatis
-
Untuk jangka waktu tertentu.
-
Gambaran tertulis.
8) Perizinan
Pengertian Perizinan yaitu
dispensasi, konsesi, dan lisensi. Dipensasi adalah keputusan Administrasi
Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak
perbuatan tersebut.
9) Unsur-unsur izin
-
Instrumen Yuridis
-
Peraturan Perundang-undangan
-
Peristiwa kongkrit
-
Prosedur dan persyaratan.
10) Tujuan dan Fungsi Perizinan
Secara
Umum dapat disebutkan sebagai berikut :
-
Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”)
aktivitas tertentu (misalkan ijin bangunan)
-
Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin
lingkungan)
-
Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin
terbang, izin membongkar pada monument-monumen)
-
Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin
menghuni didaerah padat penduduk)
-
Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan
aktivitas (izin berdasarkan dimana pengurus harus memenuhi syarat tertentu)
11) Bentuk dan isi Izin
Izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai ketetapan tertulis
izin memuat hal-hal sebagai berikut :
-
Organ yang berwenang
-
Yang dialamatkan
-
Ketentuan, pembatasan, serta syarat-syarat.
-
Pemberian alasan
-
Pemberitahuan, tambahan.
a.
Penggunaan
Instrumen Hukum KePerdataan
Kedudukan Hukum Pemerintah dalam melakukan kegiatan sehari-hari tampil
dengan dua kedudukan yaitu sebagai wakil dari Badan Hukum dan wakil dari
Jabatan Pemerintahan. Sebagai wakil Badan Hukum Pemerintah tidak berbeda dengan
seseorang atau Badan Hukum Perdata pada umumnya yaitu diatur dan tunduk pada
ketentuan-ketentuan Hukum KePerdataan.
Pemerintah sebagaimana manusia dan Badan Hukum Perdata dapat terlibat
dalam pergaulan Hukum Privat, Pemerintah melakukan jual beli, sewa menyewa,
membuat perjanjian dan mempunyai hak. Pemerintah juga bertanggung jawab ketika
terjadi perbuatan melawan Hukum yang dilakukan Pemerintah.
b.
Perjanjian
Perdata Biasa
Pemerintah sering menggunakan perjanjian dalam memenuhi berbagai
kepentingan Pemerintahan dan manjadi salah satu pihak dalam perjanjian ini
seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan dan lain-lain.
c.
Perjanjian
Perdata dengan Syarat standar
Pada umumnya dengan syarat standar ini berbentuk konsesi, penentuan
syarat secara sepihak oleh Pemerintah dapat dibolehkan dengan dua caTatan yaitu
:
-
Penentuan syarat dalam rangka memberikan
perlindungan untuk kepentingan umum yang harus dilakukan oleh Pemerintah.
-
Ketentuan syarat-syarat tersebut harus dilakukan
secara terbuka misalnya, melalui penawaran umum agar dikatahui sebelumnya oleh
pihak lawan berkontrak, sehingga pihak swasta dapat dengan sukarela menyetujui
terhadap syarat yang telah ditentukan tersebut.
d.
Perjanjian
Mengenai Kewenangan Publik
Menurut Indroharto,
yang dimaksud dengan perjanjian mengenai wewenang Pemerintahan adalah
perjanjian antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat
dan yang diperjanjikan adalah mengenai cara Badan atau pejabat Tata Usaha
menggunakan wewenang Pemerintahannya.
e.
Perjanjian
Mengenai Kebijaksanaan Pemerintahan.
Menurut Liaca Marzuki, perjanjian
kebijaksanaan adalah perbuatan Hukum yang menjadikan kebijaksanaan publik
sebagai obyek perjanjian. Oleh karena kebijaksanaan yang diperjanjikan adalah
kebijaksanaan Tata Usaha Negara, maka salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian itu tidak lain dari badan atau pejabat Tata usaha Negara yang secara
Administratiefrechletijk
memiliki kewanangan untuk menggunakan kebijaksanaan publik yang diperjanjikan
tersebut.
VII. KEPUTUSAN/KETETAPAN TUN (Tata Usaha Negara)
7.1.
Pengertian Ketetapan/ Keputusan
Ketetapan Tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang
sarjana Jerman “Otto Mayer” dengan istilah “verwaltungsakt”, istilah ini diperkenalkan di negeri Belanda
dengan nama “beschikking” di Indonesia istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh W.F. Prins istilah
yang menerjemahkan “ketetapan” Menurut
para sarjana terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan istilah
ketetapan/ keputusan. Berikut definisi terserbut :
1. Ketetapan
adalah pernyataan kehendak dari Organ Pemerintahan untuk melaksanakan hal
khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan Hukum baru, menghapus serta
meniadakan Hukum yang ada.
2. Ketetapan
adalah suatu pernyataan kehendak yang
disebabkan oleh surat
permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang
dinyatakan.
3. Beschikking adalah keputusan tertulis
dari Administrasi Negara yang mempunyai akibat Hukum.
4. Beschikking adalah perbuatan Hukum publik
bersegi satu (yang dilakukan oleh alat Pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan
istimewa).
5. Beschikking adalah suatu tindakan Hukum
yang bersifat sepihak dalam bidang Pemerintahan yang dilakukan oleh suatu Badan
Pemerintah berdasarkan wewenang yang luas biasa.
a. Definisi Keputusan Tata Usaha Negara
berdasarkan Pasal 1 (3) UU No. 5/1986.
Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan
akibat Hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
b. Rumusan Pasal 1 (3) tersebut diatas mengadung
elemen utama sebagai berikut :
- Penetapan
tertulis
- Oleh
Badan atau Pejabat TUN
- Tindakan
Hukum Tata Usaha Negara
- Konkrit,
Individual
- Final
- Menimbulkan
akibat Hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Pengertian Penetapan Tertulis
cukup ada hitam di atas putih, karena menurut penjelasan pasal tersebut
dikatakan : “Form” tidak penting dan bahkan nota atau memo saja sudah memenuhi
syarat sebagai penetapan tertulis.
Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan
dalam Pasal 1 angka 2 pada dasarnya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
melakukan urusan Pemerintah. Konkrit dan
Individual keputusan Tata Usaha Negara haruslah tidak bersifat Umum
melainkan harus konkrit dan individual. Final
artinya keputusan Tata Usaha Negara tidak bersifat sementara akan tetapi
sudah final. Menimbulkan akibat Hukum bagi
seorang atau Badan Hukum Perdata membawa konsekwensi bahwa Penggugat haruslah
seseorang atau Badan Hukum Perdata (Pasal
53 angka 1 UU No. 9/2004)
c. Pengecualian dari Pengertian KTUN adalah
: ketentuan Pasal 2 UU No. 5/1986 yaitu
:
- KTUN
yang merupakan perbuatan Hukum Perdata
- KTUN
yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
- KTUN
yang masih memerlukan persetujuan
- KTUN
yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUH Pidana atau KUHAP dan Peraturan Perundang-undangan
lain yang bersifat Pidana.
- KTUN
yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan berdasarkan
ketentuan Undang-undang yang berlaku.
- KTUN
Mengenai Tata Usaha ABRI
- Keputusan
Panitia Pemilihan Umum, baik di pusat maupun daerah mengenai hasil pemilu.
d. Setelah
lolos dari rumus
Diatas
masih menghadang Pasal 49 UU No. 5/1986 yang menyatakan : Pengadilan tak
berwenang memeriksa, memutuskan, menyelesaikan sengketa TUN tentunya dalam hal
keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
-
Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana
alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
-
Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum
berdasarkan peraturan yang berlaku.
7.2. Macam-macam KTUN
a. E. Utrecht
Membedakan Ketetapan atas :
1. Ketetapan
positif dn ketetapan negative
2. Ketetapan
deklalatur dan konstitutif (menciptakan keadaan Hukum)
3. Ketetapan
kilat dan tetap
4. Dispensasi,
izin (vurgunning) lisensi (sifatnya mencari keuntungan) dan konsesi.
b. P. De Haan, Cs membagi ketetapan atas :
1. Ketetapan
perseorangan dan ketetapan kebendaan (keputusan diberikan atas dasar kualitas)
2. Ketetapan
Deklaratif dan ketetapan konsumtif
3. Ketetapan
terikat dan ketetapan bebas.
4. Ketetapan
menguntungkan dan memberi beban.
5. ketetapan
kilat dan ketetapan langeng
6. Ketetapan
Lisan
7.3. Macam-macam KTUN
Agar suatu keputusan dinyatakan
sebagai keputusan yang syah harus memenuhi syarat tententu antara lain :
a. keputusan harus dibuat oleh Organ atau badan
atau pejabat yang berwenang membuatnya.
b. harus
diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus menurut
prosedur pembuatnya.
c. Suatu putusan
harus memenuhi syarat formal, contoh : prosedur cata pembuatannya, bentuk
keputusan, pemberitahuan kepada yang bersangkutan. ( Pasal 53 UU No. 5/1986)
d. Keputusan
tidak boleh memuat kekuranga-kekurangan yuridis
e. Isi dan
tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat
Materiil terdiri dari :
1. Organ Pemerintah
yang membuat ketetapan harus berwenang
2. Karena
ketetapan suatu pernyataan kehendak, maka ketetapan tidak boleh mengandung
kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan atau suap dan kesesatan.
3. Ketetapan
harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu.
4. Ketetapan
harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain serta isi dan
tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat
Formil terdiri dari :
1. Syarat
yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubung
dengan cara dibuatnya tetapi harus dipenuhi;
2. Ketetapan
harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan Undang-undang yang
menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
3. Syarat-syarat
berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
4. Jangka
waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan di umumkannya ketetapan itu
harus diperhatikan.
VIII. PENEGAKAN HAN
8.1. Pengertian Penegakan HAN
Penegakan Hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan (Soetjipto Rahardjo). Dalam arti lain penegakan Hukum kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah/
pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tidak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahab akhir untuk menciptakan. Memelihara dan
mempertahankan perdamaian hidup, secara konkrit adalah berlakunya Hukum positif
dalam praktek sebagaimana seharusnya patut ditaati (Soerdjono Soekanto)
8.2. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Menurut Soerdjono Soekanto ada lima
factor yang mempengaruhi penegakan Hukum, sebagai berikut :
1. Faktor Hukumnya
sendiri
2. Faktor
penegak Hukum
3. Faktor
sarana/ fasilitas yang mendukung penegakan Hukum
4. Faktor
masyarakat
5. Faktor
kebudayaan.
8.3. Sarana/ Instrumen Penegakan HAN
Menurut P. Nicolai, dkk. Pengawasan bahwa Organ Pemerintahan dapat
melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan Undang-undang yang ditetapkan
secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakan kewajiban
kepada individu. Kata lain Penerapan kewenangan sanksi Pemerintahan.
Menurut Ten Berge Instrumen
penegakan HAN meliputi : Pengawasan dan penegakan sanksi, pengawasan merupakan
langkah preventif untuk melaksanakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi
merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.
8.4. Saksi Dalam HAN
Sanksi dalam HAN adalah alat kekuasaan yang bersifat Hukum publik yang
dapat digunakan oleh Pemerintah segingga reaksi atas ketidak patuhan terhadap
kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum Administrasi Negara
Macam-macam Sanksi dalam HAN :
1) Paksaan
Pemerintah
2) Penarikan
kembali keputusan yang menguntungkan(izin, subsidi, pembayaran dll)
3) Pengenaan
uang paksa oleh Pemerintah
4) Pengenaan
denda Administratif
IX. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RAKYAT
9.1 Pengertian Perlindungan Hukum
Bagi Rakyat :
a. Perlindungan
Hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan diterapkan
oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai Negara Hukum.
b. Hukum
diciptakan sebagai sarana pengatur dan sarana perlindungan bagi subyek Hukum
c. Perlindungan
Hukum akibat perbuatan Pemerintah dalam bidang Perdata maupun bidang publik
9.2. Macam-macam Perlindungan Hukum
a. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata
Negara sebagai suatu institusi memiliki dua kedudukan Hukum, yaitu
sebagai Badan Hukum Publik dan sebagai kumpulan jabatan atau lingkungan
pekerjaan tetap, baik sebagai Badan Hukum maupun sebagai kumpulan Jabatan ,
pembuatan Hukum Negara atau jabatan dilakukan melalui wakilnya yaitu Pemerintah.
Berkenaan dengan kedudukan Pemerintah sebagai wakil dari badan Hukum publik
yang dapat melakukan tindakan Hukum dalam bidang kePerdataan seperti jual beli,
sewa menyewa, membuat perjanjian dans ebagainya, maka dimungkinkan muncul
tindakan bertentangan dengan Hukum. Berkenaan dengan perbuatan Pemerintah yang bertentangan dengan Hukum ini
disebutkan bahwa Hakim Perdata berkenaan dengan perbuatan melawan Hukum oleh Pemerintah
berwenang, mengHukum Pemerintah untuk membayar ganti kerugian, didamping itu Hakim
Perdata dalam berbagai hal dapat mengeluarkan larangan atau perintah terhadap Pemerintah
untuk melakukan tindakan tertentu.
Perlindungan Hukum bagi rakyat terhadap tindakan Hukum Pemerintah dalam
kepastiannya sebagai wakil dari badan Hukum publik dilakukan melalui Peradilan
Umum. Kedudukan Pemerintah dalam hal ini tidak berbeda dengan seseorang atau badan
Hukum Perdata yang sejajar, sehingga Pemerintah dapat menjadi Tergugat maupun
Pengugat, dengan kata lain Hukum Perdata memberikan perlindungan yang sama baik
kepada Pemerintah maupun seseorang atau badan Hukum Perdata.
b. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik
Secara umum ada tiga macam perbuatan Pemerintah yaitu :
1. Perbuatan
Pemerintah dalam bidang pembuatan peraturan Perundang-undangan (regeling)
2. Perbuatan
Pemerintah dalam bidang penerbitan Ketetapan (beshikking)
3. Perbuatan
Pemerintah dalam bidang kePerdataan.
Bidang pertama terjadi dalam bidang publik oleh karena itu tunduk dan di
atur berdasarkan Hukum publik. Sedangkan yang terakhir shusus dalam bidang Perdata
dan karenanya tunduk dan diatur berdasarkan Hukum Perdata.
Perlindungan Hukum melalui Mahkamah Agung dengan cara hak uji materiil
sesuai Pasal 5 (2) Tap MPR No.
III/MPR/2000 tentang sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
yang menegaskan bahwa : Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan Perundang-undangan
di bawah Undang-undang, hal yang sama juga diatur dalam Pasal 31 (1) UU No.14/1985.
Perlindungan Hukum akibat dikeluarkannya ketetapan ditempuh melalui dua
kemungkinan yaitu Peradilan Administrasi dan Bidang Administrasi.
Pasal
53 (1) dan Pasal 48 UU No.5/1986
Perlindungan Hukum melalui Mahkamah Konstitusi dengan cara hak uji UU
terhadap UUD.
X. PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA
10.1. Karakteristik dan Asas-asas/ Prinsip Peradilan TUN
Karakteristik PTUN tercermin dalam asas-asas Hukum acara PTUN yaitu :
a. Asas Praduga (Pasal 67 UU No.5/1986)
b. Asas
pembuktian bebas (Pasal 107 UU No. 5/1986)
c. Asas
keaktifan Hakim (Pasal 58, 63, (1,2), 80, 85 UU No. 5/1986)
d. Asas
Putusan pengadilan mempunyai kekuatan meningkat (Pasal 83 UU No. 5/1986)
Alasan Menggugat
-
Alasan Menggugat
Pasal 53 angka 2 a.b UU No. 9 tahun 2004
-
Apa yang di gugat
KTUN
Pasal 1.3.- (Pasal 2 + Pasal 3)
-
Siapa yang digugat
Badan
TUN/ Pejabat TUN = Pasal 1.2
-
Apa yang di tuntut
-
Batalkan KTUNm dapat disertai
-
Ganti rugi
-
Regabilitasi
-
Bagaimana menggugat/ berbicara
Pasal
53-132 UU No. 5/1986
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.