Menikmati dan Hehilangan Hak-hak Kewargaan
Hukum perdata Indonesia
Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu
(hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau
tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk
atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum
yang berlaku di dunia
dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata,
antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di
Kerajaan Inggris
Raya dan negara-negara persemakmuran
atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental,
sistem hukum komunis,
sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada
hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis
dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat
KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta
hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan
mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga,
perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan,
sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum
benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek
hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris
dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud
yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai
benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum
perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini
sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur
tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara
lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang
timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak
dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan
dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap
dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Hukum Pidana Indonesia
Berdasarkan
isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik
(C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang,
sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan
warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana
terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku
tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana
materiil diatur dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP).
Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di
Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8
tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Hukum Tata Negara
Hukum
tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar
pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan
hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum
tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai
suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem
pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas.
Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
Hukum Tata Usaha (administrasi) Negara
Hukum
tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan
administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah
dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan
dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah
,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi
konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan
kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam
"keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut
HTN dalam arti sempit.
Hukum Acara Perdata Indonesia
Hukum
acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara
(berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara
perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het
Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
Hukum Acara Pidana Indonesia
Hukum
acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara
(berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana
di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas dalam Hukum Acara Pidana
Asas di dalam hukum acara pidana di
Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum
hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang
berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur,
dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari
penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur,
dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya
kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas
dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan
secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum
yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada
ketentuan hukum yang berbeda.
Hukum Adat di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
Hukum
Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum
adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis
baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD
1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan
hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah
Islam di Provinsi Nanggroe
Aceh Darrussalam merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan umum.
Istilah
Hukum
Advokat
Sejak
berlakunya UU nomor 18 tahun 2003
tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan
hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti
advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
Advokat dan Pengacara
Kedua
istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang
menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk
pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara,
penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan
kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang
berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama
atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat
hitam di pengadilan.
Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai
konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya
UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi
advokat saja.
Dahulu
yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang
izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah
Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang
memegang izin praktik / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi
setempat dimana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah
Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik tersebut. Setelah UU No. 18 th
2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat
adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU
No. 18 tahun 2003 dihapus)
Konsultan Hukum
Konsultan
hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal
consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum
dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara
masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua
istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang
berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi
advokat.
Jaksa dan Polisi
Dua
institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia
adalah kejaksaan dan kepolisian.
Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu
tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan
unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku
(tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan.
Dalam
masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana
yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana
yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita
acara pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21
atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa
persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP
dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan.
Apabila
kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan
akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah
lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap
ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan
disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status
terdakwa berubah menjadi terpidana.
1.
Penikmatan hak-hak kewargaan tidak
tergantung pada hak-hak kenegaraan.
2.
Anak dalam kandungan seorang wanita
dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah
mati waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348,
489, 758, 836, 899, 1679)
3.
Tiada suatu hukuman apapun dapat
mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya seluruh hak-hak kewargaan (ISR.
144.)
Akta-akta catatan sipil
Bagian 1
Daftar Catatan Sipil pada umumnya
Tanpa
mengurangi ketentuan pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di
Indonesia, maka untuk golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran,
daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan
daftar kematian. (KUHPerd. 5; BS. 1.)
Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan
daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.
Pemerintah
(Gouverneur-Generaal), setelah
mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof), dengan peraturan tersendiri,
menentukan tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian
pula cara menyusun akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan. Dalam
peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran
oleh pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur
dengan ketentuan undang-undang hukum pidana. (KURP 436, 556 dst. lihat
peraturan BS. golongan Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen dan catatan di
bawah judul BS.)
Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahan nama depan
Anak
sah, dan juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama
keturunan ayahnya; anak yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama
keturunan ibunya. (KUHperd. 250 dst.,
255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
Siapa
pun tidak diperkenankan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain
pada namanya tanpa izin pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S.
1837-11; S. 1867-168 s V; S. 1917-12.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa
tidak dikenal nama-keturunannya atau nama depannya, boleh mengambil suatu
nama-keturunan atau nama-depan dengan izin pemerintah.
Permohonan
untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan,
terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
Selama
jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan
boleh mengemukakan kepada pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang
mereka anggap menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas.
(S. 1883-192 pasal 3.)
Bila
dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6 permohonan dikabulkan,
maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di
tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus menuliskannya dalam buku
daftar yang paling akhir, dan membuat catatan tentang hal itu pada tepi akta
kelahiran si pemohon. (BS. 26.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang
diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan termaksud dalam pasal 6
alinea kedua, dibukukan dalam daftar kelahiran yang paling akhir di tempat
tinggal yang bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea
pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada
tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak
dikabulkan seperti yang dimaksud pada alinea yang lalu, pemerintah dapat
memberikan nama-keturunan atau nama-depan kepada yang berkepentingan. Surat
penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal yang lalu.
Diperolehnya
suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu,
sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
Tiada
seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada
namanya, tanpa izin pengadilan negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya
atas permohonan untuk itu, setelah mendengar jawatan kejaksaan (openbaar
ministrie). (BS. 40.)
Bila
pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama-depan, maka
surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat
tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang
paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian
3
Pembetulan Akta Catatan Sipil, dan Penambahannya. (S.
1836-16.)
Bila
daftar tidak pernah ada, atau telah hilang, dipalsu, diubah, robek,
dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam
daftar itu, atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan
atau kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi dasar untuk mengadakan
penambahan atau perbaikan dalam daftar itu.
(BS. 26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, lihat BS. 67.)
Permohonan
untuk itu hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah
hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan
untuk itu pengadilan negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar jawatan
kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan
tidak mengurangi kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
Keputusan
ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
16.
Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah
memperoleh kekuatan tetap, harus dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam
daftar-daftar yang paling akhir segera setelah diperlihatkan dan bila ada perbaikan,
hal itu harus diberitakan pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Reglemen tentang Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Tempat Tinggal atau Domisili
Setiap
orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya.
Bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman yang
sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv. 6-7?, 99.) Perubahan
tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai
niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
Niat
itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik
di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S. 1919-573 jis. 1931-373,
423.) Bila tidak ada pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus
disimpulkan dari keadaan sebenarnya.
Mereka
yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di
tempat mereka bertugas. (RO. 21; Rv.
99.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang
wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai
tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur
mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka yang melakukan
kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang
dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu
mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242,
298, 301, 383, 452.)
(s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S.
1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh
mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah
dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
Yang
dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah
tempat tinggalnya yang terakhir.
(KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Dalam
suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak
bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang
sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi
pelaksanaan keputusan hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana
dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat
juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud
dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka
hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd.
1186, 1194, 1393, 1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504,
533, 550, 561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860 dst.)
Bila
hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat
tinggal yang dipilih untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak
lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu
diberitahukan kepada pihak yang lain.
Perkawinan
Ketentuan-ketentuan
perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain,
oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah
diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum
Undang-undang
memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian 1
Syarat-syarat
dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinan Lihat
Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak S.
1927-31 jis. 390, 421 sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pada
waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu
orang perempuan saja; seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?, 83,
86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
Asas
perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon
istri. (KUHPerd. 61-3?, 4?, 62, 63-2?,
65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Laki-laki
yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum
mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan
perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa
menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi. (ISR. 43; KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B
II-283.)
Perkawinan
dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam
garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun
karena kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke
samping, antara kakak-beradik laki-perempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93,
95 dst., 98, 290, 295, 297.)
Perkawinan
juga dilarang karena alasan-alasan berikut: 1?. (s.d.u. dg. S. 1941-370.)
antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila
suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau
bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh
hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain; 2?.
antara paman atau paman orang tua dan kemenakan perempuan atau anak perempuan
kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan
laki-laki atau anak laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada
alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa
menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98,
295, 297.)
Seseorang
yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
(s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang
yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199 nomor 3?
atau 4?, tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali
setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan
dalam daftar catatan sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang
sama dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
Seorang
wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka
waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 64 dst., 71-4?,
93, 99, 252, 494 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang
tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang
lainnya telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu,
maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,
berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga-keluarga
sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah
meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd.
37, 40 dst., 49, 61-1?, 71-2?, 5?, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901;
BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain
izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa
memerlukan juga izin dari wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah
orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin
dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis
lurus, diperlukan izin dari wali pengawas. Bila wali atau wali pengawas atau
ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwaliannya,
menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah
alinea kedua pasal yang lalu, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan
orang tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst.,
91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh tua mereka,
sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama. Bila orang lain
daripada orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak
dibawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu,
si anak memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan
perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua pasal 35
berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih
tidak menyatakan pendiriannya (KUHPerd.
49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih
di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali
pengawasnya. Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka,
menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka pengadilan
negeri di daerah tempat tinggal anak masih di bawah umur, atas permohonannya
berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar dan
memanggil dengan sah wali, wali pengawas, dan keluarga sedarah atau keluarga
semenda. (KUHPerd.) 39, 49 61-2?, 63
dst; KUHP 524.)
(s.d.u. dg. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar
kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan
perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau
salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan
kehendak mereka. Bila semasa hidup ayah atau ibu yang mengakuinya, orang lain
yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari
wali itu atau dari wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan
dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang dari keluarga sedarah dalam
garis lurus.
Bila
terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut
alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberikan izin
itu, maka pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah
umur itu, atas permohonan si anak berkuasa memberi izin untuk melakukan
perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya
diperlukan.
Bila
baik ayah maupun ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau
berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, diperlukan izin
dari wali dan wali pengawas. Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk
memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian, maka berlaku pasal 38 alinea
kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau
keluarga semenda.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak
tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali
atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-duanya, atau
salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian,
pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur
itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk setelah mendengar atau
memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP 524.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam
pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu,
baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat
dimohonkan banding. (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Mendengar mereka yang izinnya
diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, bila mereka
bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu,
boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya
kepada pengadilan negeri yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya
diperlukan, dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333
terhadap keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama,
ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara seperti
yang tercantum dalam pasal 334.
(s.d.u. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak sah,
yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk mohon
izin ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin
itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat tinggalnya, dan
dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam
waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh
pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu,
pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si ibu, beserta anak itu,
agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan
yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan mereka masing-masing.
Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa
mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan
penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Bila
anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali
sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.(KUHPerd. 47, 48.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila,
setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah satu orang tua hadir, kedua
orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh
dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan, terhitung dari hari pertemuan itu.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak
sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Sekiranya kedua
orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, pemerintah berkuasa
memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 42
sampai dengan pasal 47.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam
pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek-nenek untuk
memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam
hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39, sekali-kali tidak termasuk
ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di Indonesia. (S. 1927-31,
peraturan peralihan.)
Bagian 2
Acara yang harus mendahului perkawinan
Semua
orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada
pegawai catatan sipil di tempat tinggal salah satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
Pemberitahuan
ini harus dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan
cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang
pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh pegawai catatan sipil. (BS. 54
dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-339 jo. S. 1917-18.)
Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan sipil harus mengumumkan hal
itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh
hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan
dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan
Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi.
(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini harus memuat: 1?. nama, nama
depan, umur, pekerjaan tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka
sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu; 2?. hari,
tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd.
53, 61-6?, 63-2?, 75, 82 dst., 99; BS. 54 dst.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.)
Surat itu ditandatangani oleh pegawai catatan sipil itu.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila
kedua calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam wilayah catatan sipil
yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan sipil di
tempat tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd.
17, 76, 83; BS. 56 dst.)
54.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila calon suami-istri belum sampai
enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah suatu catatan sipil,
pengumumannya harus juga dilakukan oleh pegawai catatan sipil di tempat tinggal
mereka yang terakhir. (s.d.u. dg. S. 1937-572, S. 1939-288.) Bila ada
alasan-alasan yang penting, dari kewajiban membuat pengumuman tersebut di atas
boleh diberikan dispensasi oleh kepala Pemerintahan Daerah yang di daerahnya
telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS. 56 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu
pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya
diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Janji
kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim berlangsungnya
perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu; semua persetujuan untuk
ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin
itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk
menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian
yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang barangnya sebagai akibat dari
penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal
kehilangan keuntungan. Tuntutan ini kadaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan
belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243 dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3
Pencegahan Perkawinan
Hak
untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada orang-orang dan dalam
hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv. 816 dst.)
Barangsiapa
masih terikat oleh perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk juga anak-anak
yang lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah perkawinan baru yang
dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada. (KUHPerd. 27, 61-4?, 62 dst., 68, 86.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S.
1917-497; S. 27-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu boleh mencegah perkawinan
dalam hal-hal berikut: 1?. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum
mendapat izin yang menjadi syarat; 2?. bila anak mereka, yang sudah dewasa
tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal
permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan pengadilan negeri
seperti yang diwajibkan menurut pasal 42; 3?. bila salah satu pihak, yang karena
cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah
dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.) 4?. bila salah satu
pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dt.) 5?. bila pengumuman perkawinan yang
menjadi syarat tidak diadakan; (KUHPerd.
52 dst.) 6?. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah
pengampuan dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akan membawa
ketidak-bahagiaan bagi anak mereka.
(KUHPerd. 434.) Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu orang lain
daripada ayah atau ibunya, maka wali atau pengawasnya, bila yang disebut
terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal
seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 1?, 3?, 4?, 5? dan 6?.
(s.d.u. dg S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390,
421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek-nenek dan wali atau wali
pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali berhak untuk
mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5?
dan 6?, pasal yang lalu. Kakek-nenek dan wali, atau wali pengawas, bila yang
disebut terakhir ini menggantikan si wali untuk mencegah perkawinan dalam
hal-hal yang tercantum pada nomor 1?, jika izin mereka menjadi syarat
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927- 31 jis.
390,421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan
perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan
pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan: 1?. bila ketentuan-ketentuan
pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak diindahkan; 2?.
karena alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6? pasal
61. (KUHPerd. 58.)
Suami
yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan
bekas istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak
pembubaran perkawinan yang dulu. (KUHPerd.
34, 60, 61-4?, 62, 63-2?, 65.)
Jawatan
kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal
yang tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd. 94; Rv. 323)
Pencegahan
perkawinan ditangani oleh pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya terletak
tempat kedudukan pegawai catatan yang harus melangsungkan perkawinan itu. (Rv.
817.)
Dalam
akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan
itu, dan tidak diperkenankan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak
timbul setelah pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.) Dihapus dg. S. 1937-595, berlaku
terhitung 1 Januari 1939.
Bila
pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti
biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah
dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
Bila
terjadi pencegahan perkawinan, pegawai catatan sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu
putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetap atau suatu akta
otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan; pelanggaran atas ketentuan ini
kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu
dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai
pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal
sekiranya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd.
71-6?, 82; BS. 59.)
Bagian 4
Pelaksanaan Perkawinan
Sebelum
melangsungkan perkawinan, pegawai catatan sipil harus meminta agar kepadanya
disampaikan: 1?. akta kelahiran masing-masing calon suami-istri; (KUHPerd. 29, 35 dst.; Chin. 16.) 2?.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1927-31 jis. 390, 421.) akta
yang dibuat oleh pegawai catatan sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin,
atau akta otentik lain yang berisi izin ayah, ibu, kakek nenek, wali, atau wali
pengawas, ataupun izin yang diperoleh dari hakim, dalam hal-hal di mana izin
itu diperlukan; (KUHPerd. 35 dst., 42
dst., 452.) Izin itu dapat juga diberikan pada akta perkawinan sendiri; 3?.
akta yang menunjukkan adanya perantaraan pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.) 4?. dalam
hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang
diberikan dalam hal pihak lain dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)
5?. akta kematian dari mereka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2?; Chin. 16.) 6?. (s.d.u. dg.
S. 1916-338 jo. S.. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah
berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut pasal 52 dan
berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.) 7?. dispensasi
yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31,
48, 54, 56.) 8?. izin untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi
syarat untuk melakukan perkawinan.
Jika
di antara calon suami-istri ada yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran
seperti yang disyaratkan pada nomor 1? pasal yang lampau, maka hal itu dapat
diganti dengan akta tanda kenal yang dikeluarkan oleh kepala Pemerintahan
Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan
dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau bukan keluarga. Keterangan
ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya secermat-cermatnya, serta
sebab-sebab yang menghalanginya untuk menunjukkan akta kelahiran.
Tidak
adanya akta kelahiran dapat juga diganti dengan keterangan semacam itu di bawah
sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan
itu, ataupun dengan keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan
pegawai catatan sipil oleh calon suami atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa
dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran atau akta tanda kenal. Dalam akta
perkawinannya, keterangan yang satu dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd. 13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin.
16.)
Bila
para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam pasal 71
nomor 5?, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti
yang tercantum dalam pasal yang lalu. (KUHPerd.
13, 82; BS. 27.)
Bila
pegawai catatan sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak
lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh
pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan
surat permohonan kepada pengadilan negeri; setelah mendengar jawatan kejaksaan,
bila ada alasan untuk itu, dan mendengar pegawai catatan sipil, pengadilan
negeri itu secara singkat dan tanpa kemungkinan banding, akan mengambil
keputusan tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.)
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh setelah hari
pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57, 71-6?, 99.) Jika ada alasan penting, kepala
Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin,
berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu tunggu yang
diharuskan.
Jika
dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu harus ditempel
secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada alinea pertama
pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu akan
atau telah dilaksanakan.
(s.d.u. dg. S. 1901-353 jo. S. 1905-552; S.
1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat
membuat akta catatan sipil, di hadapan pegawai catatan sipil tempat tinggal
salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan
keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di
Indonesia. (KUHPerd. 17 dst. 53, 83, 92
dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
77.
Bila salah satu pihak, karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat
pergi ke gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah
khusus di daerah pegawai catatan sipil yang bersangkutan. Jika terjadi
demikian, dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab terjadinya.
Penilaian tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan
kepada pegawai catatan sipil itu.
(KUHPerd. 99; BS. 62.)
Kedua
calon suami-istri harus datang secara pribadi menghadap pegawai catatan sipil
pada waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S. 1947-137.)
Jika
ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak
yang bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang
wakil yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa
itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara
sah, maka perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak
pernah terjadi. (KUHPerd. 27, 29, 31,
48, 58 1792 dst., 1815, 1818; BS. 12, 62.)
Kedua
calon suami-istri, di hadapan pegawai catatan sipil dan dengan kehadiran para
saksi, harus menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau
istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban
mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami-istri.
(BS. 13, 60 dst.)
Tidak
ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak
membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai
catatan sipil telah berlangsung.
(KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Jika
terjadi pelanggaran oleh pegawai catatan sipil atas ketentuan-ketentuan dalam
bab ini, maka selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum
pidana, para pegawai itu boleh dihukum oleh pengadilan negeri dengan denda uang
yang tidak melebihi seratus gulden, tanpa mengurangi hak pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28; KUHP 530; ketentuan
hukum yang terkandung dalam KUHPerd. 82 telah dihapus dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5
Perkawinan-perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri
(s.d.u. dg. S. 1915-299 jo. 642.) Perkawinan
yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warganegara Indonesia,
maupun antara warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah sah bila
perkawinan itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat
berlangsungnya perkawinan itu, dan suami-istri yang warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian 1 bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27 dst., 52 dst.;
BS. 63.)
Dalam
waktu satu tahun setelah kembalinya suami-istri ke wilayah Indonesia, akta
tentang perkawinan mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum
perkawinan di tempat tinggal mereka. (KUHPerd. 4 dst., 91, 152; BS. 1 dst.,
63.)
Bagian 6
Batalnya perkawinan
Batalnya
suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh hakim. (KUHPerd. 70.)
Batalnya
suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan pasal 27, dapat dituntut
oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dari
suami-istri itu, oleh suami-istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam
garis ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya
perkawinan itu, dan oleh jawatan kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang
terdahulu dipertahankan, maka terlebih dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan
terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65, 83, 93
dst., 493 dst.)
Keabsahan
suatu perkawinan, yang berlangsung tanpa persetujuan bebas kedua suami-istri
atau salah seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami-istri itu, atau
oleh salah seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas.
Bila telah terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan
perkawinan itu hanya dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf
itu. Dalam hal-hal tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu
perkawinan tidak boleh diterima, bila telah terjadi tinggal serumah
terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau istri mendapat kebebasan,
atau sejak mengetahui kekeliruannya.
(KUHPerd. 28, 58, 61-3? dan 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 901.)
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental ditaruh di bawah
pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh ayahnya, ibunya
dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan,
paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan akhirnya oleh jawatan
kejaksaan. Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan perkawinannya hanya boleh
dituntut oleh suami atau istri yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu,
tetapi tuntutan ini pun tidak dapat diterima bila kedua suami-istri telah
tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari pencabutan pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-3?, 62, 63-2?, 65, 83, 433
dst., 447, 460.)
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam
pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang
belum cukup umur itu, maupun oleh jawatan kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan
itu tidak dapat dibantah: 1?. bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu
diajukan, salah seorang atau kedua suami-istri telah mencapai umur yang
disyaratkan; 2?. bila si istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan,
telah hamil sebelum tuntutan diajukan.
(KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83.)
Semua
perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal 30, 31, 32, dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh
suami-istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah
mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan
dengan pembatalan itu, ataupun oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 93.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421, 456.)
Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali
atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus
didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, pembatalan perkawinan
hanya boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus
didengar menurut undang-undang. Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan
tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila perkawinan itu telah
mereka setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau perkawinan itu telah
berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka terhitung sejak saat
mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di
luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh
dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai untuk mendaftarkan akta
pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum perkawinan sesuai dengan
ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst.,
61-1?, 62, 63-1?, 83 dst, 95 dst, 901; S. 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai catatan sipil yang
berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan
pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah, ibu dan keluarga sedarah lainnya
dalam garis ke atas, dan, pula oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun
yang mempunyai kepentingan dalam hal itu dan akhirnya jawatan kejaksaan. Jika
terjadi pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi,
maka perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil
keputusan menurut keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku
suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di
hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri tidak dapat diterima untuk
minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst.; BS. 13; S 1927-31 ketentuan peralihan
1.)
Dalam
segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 86, 90, dan 92 suatu tuntutan
hukum pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan
dalam hal itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat sedarah dalam
garis ke samping, oleh anak dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar,
selama suami-istri itu kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan boleh diajukan
hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh
kepentingan. Setelah perkawinan dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak boleh
menuntut pembatalannya. Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal,
mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap suami-istri, maupun terhadap
anak-anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh
kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27
dst., 86 dst., 97.)
Bila
itikad baik hanya ada pada salah seorang dari suami-istri, maka perkawinan itu
hanya mempunyai akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad
baik itu dan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu. Suami atau istri yang
beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga
terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)
Dalam
hal-hal tersebut dalam dua pasal lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai
akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal. Batalnya
suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga., bila dia telah bertindak
dengan itikad baik terhadap suami-istri itu. Tiada suatu perkawinan pun yang
harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal-pasal
34, 42, 46, 52, dan atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal 77, bila
perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum dalam gedung tempat akta-akta
catatan sipil dibuat. Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan pasal 82 bagi
pegawai-pegawai catatan sipil. (s.d.u. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.)
Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan jawatan
kejaksaan di pengadilan tersebut, harus didaftar dalam daftar perkawinan yang
sedang berjalan oleh pegawai catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan,
dengan cara yang sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan
Sipil untuk golongan Eropa atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama
untuk golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada tepi
akta perkawinan. Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka
pendaftarannya dilakukan di Jakarta.
Bagian 7
Bukti adanya suatu perkawinan
Adanya
suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta
pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil,
kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64
pasal 5.) Bila ternyata, bahwa
daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu
tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti
tentang, adanya perkawinan diserahkan kepada hakim, asalkan kelihatan jelas
adanya hubungan selaku suami-istri. (KUHPerd.
13; BS. 27; S. 1847-64 pas 5.)
Keabsahan
seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang
sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan
kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya
telah hidup secara jelas sebagai suami-istri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)
Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Suami-istri
wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu. (KUHPerd. 140, 145 dst., 193, 225, 227,
237; KUHP 304.)
Suami-istri,
dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara
dan mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109,
145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097, 1601i; KUHP 304.)
Sang
suami menjadi kepala persatuan perkawinan.
(KUHPerd. 124, 140.) Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada
istrinya atau tampil untuknya di muka hakim, dengan mengingat
pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. (KUHPerd. 110 dst.) Dia harus mengurus harta kekayaan pribadi si
istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. (KUHPerd. 140, 194, 215, 244; LN. 1953-86 pasal 6.) Dia harus
mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan
karenanya bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd. 195.) Dia tidak diperkenankan
memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak istrinya tanpa
persetujuan si istri.
Sang
istri harus patuh kepada suaminya.
(KUHPerd. 140.) Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan mengikuti dia
di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
Sang
suami wajib menerima istrinya di rumah yang ditempatinya. (KUHPerd. 21.) Dia wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa
saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. (KUHPerd. 193, 213, 225 dst., 237.)
Sang
istri, sekalipun dia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda
terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggandaikan,
memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan
suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada
istrinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si istri tidaklah
berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu
tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd.
109, 112 dst., 115 dst., 118, 125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446,
1454, 1601f, 1676, 1678, 1684, 1702, 1722m, 1798.)
(s.d.u. dg. S. 1926-333 jis. 458, 565, S.
1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri
karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan
sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai
majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah
mendapat persetujuan dari suaminya.
(KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Istri tidak boleh
tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan
harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia secara mandiri
menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd.
105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv. 815.)
Bantuan
suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86
pasal 6; KUHPerd. 1601f.) 1. bila si istri dituntut dalam perkara pidana;
2. dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta. (Rv.
819 dst., 831 dst., 841.)
Bila
suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta, atau menolak
tampil di pengadilan, maka si istri boleh memohon kepada pengadilan negeri di
tempat mereka tinggal bersama supaya dikuasakan untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Seorang istri yang
atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas
atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan
dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila dia kawin dengan suaminya dengan
penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si
suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu. (KUHPerd. 108, 110, 121, 130, 132, 1330
dst., 1916; Rv. 581.)
Bila
si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang
untuk membantu istrinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai
kepentingan yang berlawanan, maka pengadilan negeri di tempat tinggal
suami-istri itu boleh memberikan wewenang kepada si istri untuk tampil di
pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta
lain. (KUHPerd. 112, 125, 496; Rv. 813.)
Pemberian
kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak
lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si istri itu
sendiri. (KUHPerd. 108, 125, 140, 194,
1387, 1798.)
Batalnya
suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si
istri, suaminya, atau oleh para ahli waris mereka. (KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446, 1451, 1454, 1821.)
Bila
seorang istri, setelah pembubaran perkawinan, melaksanakan suatu perjanjian
atau akta, seluruhnya atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang
disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk minta pembatalan perjanjian atau
akta itu. (KUHPerd. 1456.)
Istri dapat membuat wasiat tanpa
izin suami. (KUHPerd. 895.)
Harta-bersama Menurut Undang-undang
dan Pengurusannya
Bagian 1
Harta-bersama menurut Undang-undang
Sejak
saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama
menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan
ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama
perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami-istri.
(KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60, 62.)
Berkenaan
dengan soal keuntungan, maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak
dan barang-barang tak bergerak suami-istri itu, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila
dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan
kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd.
158.)
Berkenaan
dengan beban-beban, maka harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat
oleh masing-masing suami-istri, baik sebelum perkawinan maupun selama
perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F.
62.)
Semua
penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan dan kerugian yang
diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta-bersama
itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)
Semua
utang kematian, yang terjadi setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi
beban para ahli waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126-1?, 128.
Bagian 2
Pengurusan harta-bersama
Hanya
suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu. Dia boleh menjualnya,
memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal
yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai
hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak bergerak
maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah tertentu dari barang-barang
bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, untuk
memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan
cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk
dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
(KUHPerd. 105, 119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan
KUHPerd. 105.)
Bila
si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan
kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka si istri boleh
mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dari harta-bersama itu,
setelah dikuasakan untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813 dst.)
Bagian 3
Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak untuk
melepaskan diri dari padanya
Harta-bersama bubar demi hukum:
1. karena kematian;
2. karena perkawinan atas izin hakim
setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)
3. karena perceraian; (KUHPerd. 207
dst.)
4. karena pisah meja dan ranjang;
(KUHPerd. 233 dst.)
5. karena pemisahan harta. (KUHPerd.
186 dst.)
Akibat-akibat
khusus dari pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal
ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah
salah seorang dari suami-istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang
masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan
pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan.
[Catatan Editor: Dalam BW jangka waktu yang diindikasikan lamanya adalah tiga
bulan]. Pendaftaran harta-bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi
harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak
diadakan, gabungan harta-bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak
yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370, 408, 417; Wsk.
48.)
Setelah
bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan
istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana
asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan,
berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123, 156, 243, 408, 903, 1066
dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pakaian,
perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri
itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan
akhirnya surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul
keturunan salah seorang dari suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal
benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh
ahli-ahli (KUHPerd. 132.)
Sang
suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari
harta-bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian
setengah dari utang itu kepada istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
Suami
atau istri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta-bersama, tidak boleh
dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak
lain dari suami atau istri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap
menjadi tanggungan suami atau istri yang telah membuatnya atau para ahli
warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi
kepada pihak yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd.
121, 128, 132.)
Istri
berhak melepaskan haknya atas harta-bersama; segala perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak
boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama, kecuali kain seprei dan
pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan ini dia
dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang harta-bersama.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur atas
harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari
pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya
untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23;
KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138,
153, 483, 1023, 1045.)
Istri
yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk
menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran
harta-bersama itu, kepada panitera pengadilan negeri di tempat tinggal bersama
yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai).
Bila
gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan
berlaku sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd. 134, 138, 1023 dst., 1989; Rv. 135, 829.)
Bila
dalam jangka waktu tersebut di atas istri meninggal dunia, sebelum menyampaikan
akta pelepasan, para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta-bersama
itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui
kematian itu, dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak
istri untuk menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu,
tidak dapat diperjuangkan oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst.)
Bila
para ahli waris istri tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima
dan yang lain melepaskan diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu,
tidak dapat memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya atas
barang-barang yang sedianya menjadi bagian istri itu seandainya terjadi
pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau pada ahli
warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan
pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si istri
dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli
waris yang melakukan pelepasan.
(KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051, 1061.)
Istri
yang telah menarik pada dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak
melepaskan diri dari harta-bersama itu. Tindakan-tindakan yang menyangkut
pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
Istri
yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dari harta-bersama,
tetap berada dalam penggabungan, meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang
sama berlaku bagi para ahli warisnya.
(KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Dalam
hal gabungan harta-bersama berakhir karena kematian si istri, para ahli
warisnya dapat melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan
cara seperti yang diatur mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
Perjanjian Kawinan
Bagian 1
Perjanjian kawin pada umumnya.
Para
calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan
undang-undang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan
tata-susila yang baik atau dengan tata-tertib umum, dan diindahkan pula
ketentuan-ketentuan berikut. (AB. 23;
KUHPerd. 119, 132, 153, 180, 888, 1254, 1337.)
Perjanjian
itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami
sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai ayah, tidak pula hak-hak yang oleh
undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst., 300, 307
dst., 311, 345 dst., 355.) Demikian pula perjanjian itu tidak boleh
mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan
suami-istri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang istri untuk
mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik
barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak, di samping penikmatan
penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd.
105, 115.) Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada
gabungan harta-bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku
besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang
yang diperoleh atas nama istri, atau yang selama perkawinan dari pihak istri
jatuh ke dalam harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh
suaminya tanpa persetujuan si istri. (KUHPerd.
124, 132.)
Para
calon suami-istri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh
melepaskan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan
keturunan mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
Mereka
tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar
dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta-bersama.
Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa
ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, atau oleh
beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan
daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Tidak
adanya gabungan harta-bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan
kerugian bersama, kecuali jika hal ini secara tegas ditiadakan. Penggabungan
keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst., 164; F. 60 dst.)
Juga
dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta-bersama, boleh
ditetapkan jumlah yang harus disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari
hartanya untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
Bila
tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dari harta
Perjanjian
kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan
menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. (KUHPerd. 232a.) Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat
pernikahan dilangsungkan; tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu. (KUHPerd. 119, 149.)
Perubahan-perubahan
dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan,
tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperti akta
perjanjian yang dulu dibuat. Lagipula tiada perubahan yang berlaku jika
diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan
menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd.
1873.)
Setelah
perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa
pun. (KUHPerd. 196 dst., 232a, 237,
1678.)
Jika
tidak ada gabungan harta-bersama, maka masuknya barang-barang bergerak,
terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan
surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada
dengan cara mencantumkannya dalam perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang
ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan
pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus tercantum. (KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI
50; Bep. Vr. O. 2.)
Anak
di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga
cakap untuk memberi persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam
perjanjian kawin, asalkan dalam perbuatan perjanjian itu, anak yang masih di
bawah umur itu dibantu oleh orang yang persetujuannya untuk melakukan
perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan itu harus berlangsung dengan izin
tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka rencana perjanjian kawin itu harus
dilampirkan pada permohonan izin itu, agar tentang hal itu dapat sekaligus
diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40
dst., 452, 458, 1447, 1677.)
Ketentuan
yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dari harta-bersama
menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak
ketiga sebelum hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang
harus diselenggarakan di kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah
hukumnya perkawinan itu dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta
perkawinan itu didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
Segala
ketentuan mengenai gabungan harta-bersama selalu berlaku, selama tidak ada
penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara
tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan
harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli warisnya berhak untuk
melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur
dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd.
119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Perjanjian
kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak
berlaku bila tidak diikuti oleh perkawinan.
(KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst. 1258.
Bagian 2
Gabungan keuntungan dan kerugian dan gabungan hasil dan
pendapatan
Bila
para calon suami-istri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan
keuntungan dan kerugian, maka persyaratan ini menutup jalan untuk mengadakan
gabungan harta-bersama secara menyeluruh menurut undang-undang, dan segala
keuntungan yang diperoleh suami-istri selama perkawinan harus dibagi antara
mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan
harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144;
165.)
Masing-masing
dari suami-istri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila
mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain. (KUHPerd. 128, 142, 185.)
Yang
dianggap sebagai keuntungan pada harta-bersama suami-istri ialah bertambahnya
harta-kekayaan mereka berdua, yang selama perkawinan timbul dari hasil harta-kekayaan
mereka dan pendapatan masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan
dari penabungan pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai
kerugian ialah berkurangnya harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih
tinggi dari pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Apa
saja yang diperoleh seorang suami atau istri selama perkawinan dari warisan,
wasiat atau hibah, entah berasal dari keluarga entah dari orang lain, tidak
termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
Barang-barang
tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga,
dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya. Naik atau
turunnya harga barang salah seorang dari suami-istri itu, tidak dihitung
sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Perbaikan
barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur,
penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai
keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu. (KUHPerd. 596 dst.)
Kerusakan
atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya,
tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang
rusak atau berkurang itu. Semua utang kedua suami-istri itu bersama-sama, yang
dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang
dirampas akibat kejahatan salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk
kerugian bersama itu. (KUHPerd. 121, 130
dst.)
Perjanjian,
bahwa antara suami-istri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan
saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama
secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan
kerugian. (KUHPerd. 165.)
Barang-barang
bergerak kepunyaan masing-masing suami-istri sewaktu melakukan perkawinan,
harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam
surat pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan para pihak yang berjanji,
dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus
tercantum hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang
dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan
seperti yang diuraikan dalam pasal 155 dan 164; tanpa bukti ini, barang-barang
bergerak itu dianggap sebagai keuntungan. (KUHPerd.
150, 513, 1977; F. 60 dst.)
Adanya
barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dari suami-istri itu
dengan pewarisan, hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan, harus dapat
diperlihatkan dengan surat pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan
barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama perkawinan, atau bila
tidak ada surat yang dapat memperlihatkan hal itu, maka suami itu tidak
berwenang untuk mengambil kembali barang-barang itu sebagai kepunyaannya. Bila
tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si istri selama
perkawinan, atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja
barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri itu atau para
ahliwarisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga barang-barang itu
dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa umum
mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Yang
termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat, hibah atau
penerimaan uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak
hidup; dan dengan demikian tercakup kedua jenis gabungan yang dibicarakan dalam
bagian ini. (KUHPerd. 120, 157 dst.)
Bagian 3
Hibah-hibah antara kedua calon suami-ister
Dalam
mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri, secara timbal-balik atau
secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas
diberikan, tanpa mengurangi kemungkinan pemotongan hibah itu sejauh penghibahan
itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak atas suatu bagian menurut
undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913
dst., 919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
Hibah-hibah
itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang diperinci
dalam aktanya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si
penghibah. (KUHPerd. 175, 179, 222, 224,
1334, 1667.)
Pemberian
hibah-hibah demikian itu berlaku biarpun disambut tanpa pernyataan setuju
secara tegas oleh pihak yang diberi hibah.
(KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685,)
Hibah-hibah
itu dapat diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya
tergantung pada kehendak si penghibah.
(KUHPerd. 179, 1256, 1668.) Hibah yang terdiri dari barang-barang yang
telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika tidak dipenuhi
persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd.
179, 1253-1255, 1688.) Hibah yang
mencakup seluruh atau sebagian warisan si penghibah tidak dapat ditarik
kembali, dengan pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk
dalam hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk
soal-soal lain menurut pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi,
hibah-hibah itu dapat ditarik kembali.
(KUHPerd. 173, 178 dst., 1608.)
Hibah
yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan terperinci secara tertentu,
dan diberikan antara suami-istri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap
diberikan dengan syarat, bahwa penerima hibah harus hidup lebih lama daripada
pemberinya, kecuali bila syarat dibuat secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.) Tiada hibah
seluruh atau sebagian dari warisan si penghibah, yang diberikan dalam
perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dari suami-istri kepada
yang lain, maupun yang diberikan secara timbal-balik, akan beralih kepada
anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, bila yang diberi hibah meninggal
sebelum si penghibah. (KUHPerd. 174,
178, 231, 899.)
Bagian 4
Hibah-hibah yang diberikan kepada kedua calon suami-istri
bagian atau kepada anak-anak dari perkawinan mereka
Baik
dalam perjanjian kawin, maupun dengan akta notaris tersendiri, yang dibuat
sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang
menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami-istri atau
kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk
mengurangi hibah itu, bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu
bagian menurut undang-undang dirugikan. (KUHPerd.
228, 913 dst., 919 dst., 1090, 1334, 1693.)
Bila
hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara
sah tidak perlu ada persetujuan tegas dari yang diberi hibah; sebaliknya bila
hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat
kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk menerima. (KUHPerd. 170, 1666, 1683.)
Suatu
hibah yang terdiri dari seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun
diberikan hanya untuk kedua suami-istri atau untuk salah seorang dari mereka,
selalu dianggap diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila si
penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah, dan bila dalam akta
tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah hidup lebih
lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 976, 1334, 1679.)
Ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang
dibicarakan dalam bagian ini.
Gabungan Harta-bersama atau Perjanjian Kawin
pada Perkawinan Kedua atau selanjutnya
Juga
dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut hukum ada gabungan harta-benda
menyeluruh antara suami-istri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan
ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
Akan
tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dari
perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri yang baru, oleh percampuran harta
dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang
lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak, atau bila
anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh keturunannya dalam penggantian ahli
waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi
seperempat bagian dari harta-benda suami atau istri yang kawin lagi itu.
Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu
terbukanya warisan dari suami atau istri yang kawin lagi, berhak menuntut
pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan,
masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd.
182, 185, 231, 842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
Suami
atau istri, yang mempunyai anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan
melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau
istri yang baru, dengan perjanjian kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih
daripada yang tersebut dalam pasal sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Suami-istri
tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih
daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang
diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang
perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911,
1057 dst.)
Yang
dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang
diberikan oleh seorang suami atau istri kepada semua anak atau salah seorang
anak dari perkawinan terdahulu istri atau suaminya, demikian pula hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan
diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah itu, meskipun
suami atau istri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dari penerima
hibah. (KUHPerd. 911, 1916-1?, 1921.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184,
dalam hal suami-istri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi
anak-anak atau keturunan dari perkawinan mereka yang terdahulu.jika ada
anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi
rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau
diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd.
128, 156, 164.)
Pemisahan Harta-benda
Selama
perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda
kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?. bila suami, dengan
kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari gabungan harta-bersama,
dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya kehancuran; 2?. bila karena
kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk
harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak istri
akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan
si istri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta-benda yang
dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah batal. (KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1 nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Tuntutan
akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
Para
Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk menentang
tuntutan akan pemisahan harta-benda itu.
(KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
Putusan
hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum
pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal
pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 811.)
Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat
hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan
diajukan. (KUHPerd. 192.)
Selama
penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim,
untuk menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823
dst.)
Keputusan,
di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu
tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti
yang ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan
setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan
tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan penuntutan
secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv.
827.)
Para
kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang
pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan
pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan. (KUHPerd.
188, 215, 1341; Rv. 828.)
Meskipun
ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya
rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan
dengan si suami itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si
suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi
tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104,
145 dst., 298.)
Istri
yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk
mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat
memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
Suami
tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah
harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang
penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang
diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam
mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima
oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami. Gabungan harta-benda
yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua
suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta
otentik. (KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv.
826, 830.)
Bila
gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan
ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi
kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak
pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu. Segala
perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali
gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat
yang semula, adalah batal. (AB 23;
KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
Suami-istri
itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu secara
terbuka. Selama pengumuman seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu
tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu
dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd.
232a; Rv. 828, 830.)
Pembubaran Perkawinan
Bagian 1
Pembubaran perkawinan pada umunnya
Perkawinan
bubar: 1?. oleh kematian; (KUHPerd. 3, 220.) 2?. oleh tidak-hadirnya si suami
atau si istri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru istrinya
atau suaminya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd.
493 dst.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja
dan ranjang dan pendaftaran pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam
daftar-daftar catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab
ini; (KUHPerd. 200 dst.) 4?. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2
Pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang
Bila
suami-istri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dari
alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua
belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa
perdamaian antara kedua belah pihak, maka mereka masing-masing bebas untuk
menghadapkan pihak lain ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka
dibubarkan. (KUHPerd. 233, 236, 242,
248.)
Tuntutan
itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke
bulan dipangggil ke pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan
mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk
berdamai dengan pihak lawan. (KUHPerd.
248.)
Bila
pihak tergugat menyetujui tuntutan, pengadilan negeri harus memerintahkan, agar
suami-istri itu secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim
anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka. Bila usaha itu tidak berhasil,
hakim harus memerintahkan untuk menghadap kembali lagi, paling cepat tiga bulan
dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023;
Rv. 31.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak
menghadap, maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke
rumah suami-istri itu. (s.d.t. dg. S. 1923-287, 441, s.d.u. dg. S. 1925-497,
678 jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang kepadanya
permohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu atau dalam hal tidak ada
badan semacam itu boleh meminta kepala/pejabat pemerintah setempat yang di
daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat tinggal untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pejabat yang ditunjuk
ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan
segera mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri boleh meminta kepada
seorang pejabat pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan
tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai
Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami-istri itu. Berita acara mengenai
hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
(s.d.u. dg. S. 1923-286 jo. 441.) Bila pertemuan
yang kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah mendengar penuntut umum,
pengadilan negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika
segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas. Namun
demikian, setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk
menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada
kemungkinan untuk berdamai. (KUHPerd.
240.)
Terhadap
putusan pengadilan negeri ini boleh dimintakan banding kepada hakim yang lebih
tinggi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu
dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar catatan
sipil. Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan
dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam pasal 221 tentang
perceraian. (KUHPerd. 245; BS. 64; bdgk.
S. 1945-14, S. 1946-24.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam
pasal-pasal 222 sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal 246 juga
berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi
syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah
ditetapkan oleh suami-istri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah meja dan
ranjang itu, hakim mengangkat salah seorang dari antara orang tua yang telah
melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orang tua
atau salah seorang dari mereka, pengadilan negeri, berdasarkan keadaan yang
timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang
pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang
lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud
dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang
tua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang
masih di bawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera
dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230, 246a; Rv. 54 dst.) (s.d.u.
dg. S. 1927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali pengawas, yang
bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan
kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, yang
akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada pengadilan negeri
tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali pengawas dilakukan dengan
cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan
semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 334. Salah satu dari kedua orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan
yang tidak menghadap atas panggilan, boleh mengadakan perlawanan dalam waktu
tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan
hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri,
atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi
kesimpulan, bahwa dia telah maklum tentang penetapan itu atau tentang
pelaksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak, dan
orang tua yang kendati mengadakan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian
pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga
puluh hari setelah keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.) Bila anak yang belum
dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah
satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan atau dalam
penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku
terhadap hal ini.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u.
dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang
dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang beralasan,
jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi
cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa,
pengadilan negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam pasal 230b, dengan
cara dan dengan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam
hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada
pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (KUHPerd.
298�.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Ketentuan pasal 232a
berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah
perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3
Perceraian perkawinan
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Gugatan
perceraian perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan
permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau tempat
tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok. Jika pada
waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai
tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka
gugatan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri tempat kediaman si istri
yang sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20 dst.,
33; Rv. 931 dst.)
Perceraian
perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. (KUHPerd. 200 dst., 236; Rv. 78.)
Dasar-dasar
yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut: 1?. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.) 2?.
meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 646.)
dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi,
setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd.
210.) 4?. pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah
seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga
membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya. (Ov.
63; KUHPerd. 233.)
Bila
salah seorang dari suami-istri itu dengan keputusan hakim dikenakan hukuman,
karena telah berzinah, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah
salinan surat putusan itu disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat
keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
(s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 645.) Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian
perkawinan ini dituntut karena si suami atau si istri dikenakan hukuman penjara
lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
(KUHPerd. 219, 233 dst., 909, 1918; Sv. 189, 314.)
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Dalam hal
perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian
pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya,
yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian
perkawinan itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama
yang terakhir. Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang
meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk
kembali kepada suami atau istrinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum
lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu meninggalkan tempat
tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka
waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu. (KUHPerd. 21, 106 dst., 199, 218, 233 dst.,
463, 493.)
212.
Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat,
dengan izin hakim boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya
persidangan. Pengadilan negeri akan menunjuk rumah di mana istri itu harus
tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214, 216;
Rv. 835.)
213.
Isteri itu berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan
hakim harus dibayar oleh si suami kepada istrinya selama berlangsungnya perkara
itu. Bila istri itu, tanpa izin hakim, meninggalkan tempat tinggal yang
ditunjuk baginya, maka tergantung pada keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi
untuk menuntut tunjangan, bahkan bila dia adalah penggugat, dia dapat
dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217, 226, 324
dst.; Rv. 839.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pengadilan negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut
pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian, dan
sejauh dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan
barang-barang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding.
Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan
perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima,
penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah
penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 836, 839.) Mengenai biaya-biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan
pasal 319f.
Hak-hak
si suami mengenai pengurusan harta si istri tidak terhenti selama perkara
berjalan; hal ini tidak mengurangi wewenang si istri untuk melindungi haknya,
dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam
ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua akta si suami yang sengaja
mengurangi hak-hak si istri adalah batal.
(KUHPerd. 105, 124, 192, 1341; Rv. 840.)
Hak
untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami-istri,
entah perdamaian itu terjadi sesudah si suami atau si istri mengetahui
perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat,
entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan. Undang-undang menganggap
telah ada perdamaian, bila si suami dan si istri tinggal bersama lagi setelah
si istri dengan izin hakim meninggalkan rumah kediaman mereka bersama. (KUHPerd. 212 dst., 217, 220, 235, 1921;
Rv. 831 dst.)
Suami
atau istri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang
timbul setelah perdamaian, boleh mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk
mendukung gugatannya. (KUHPerd. 209,
213, 219.)
Gugatan
untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama
dengan itikad buruk, gugur bila suami atau istri, sebelum diputuskan
perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah kembali,
suami atau istri itu meninggalkan lagi rumah tinggal bersama tanpa sebab yang
sah, pihak lain boleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam
bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan alasan-alasan lama untuk
mendukung gugatannya. Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan tidak akan
gugur bila pihak yang meninggalkan tempat tinggal bersama itu kembali sekali
lagi. (KUHPerd. 211, 216 dst.)
Dalam
kedua hal yang diatur dalam pasal 210, suami atau istri yang membiarkan lampau
waktu enam bulan terhitung dari hari putusan hakim mendapat kekuatan hukum yang
pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan.
Bila salah seorang dari suami-istri itu berada di luar negeri pada waktu pihak
yang lain mendapat putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah
enam bulan dihitung mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Gugatan
untuk perceraian gugur, bila salah seorang dari kedua suami-istri meninggal
sebelum ada putusan. (KUHPerd. 199-11.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan dibubarkan
oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan dengan putusan
itu dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan atas
permohonan kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka di tempat
pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia,
maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar catatan sipil di Jakarta.
Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari
hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila pendaftaran itu
tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus,
dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang
sama. (KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv.
843; untuk ketentuan-ketentuan sementara yang menyimpang dan
pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihat S. 1945-14, S. 1946-24.)
Suami
atau istri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh
menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan
dengan perkawinan mereka, sekalipun keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara
timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst.,
228, 327.)
Sebaliknya,
suami atau istri yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan
semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan
perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168
dst., 228, 317.)
Dengan
berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan
keluar setelah kematian salah seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat
dituntut; pihak yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru
boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak
lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst.,
173, 175, 317.)
Bila
suami atau istri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak
mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka pengadilan
negeri akan menetapkan pembayaran, tunjangan hidup baginya dari harta pihak
yang lain. (KUHPerd. 103, 227.)
227.
Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau
si istri.
228.
Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian
perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si istri yang mendapat
jari untuk kepentingannya. (KUHPerd. 176 dst., 222.)
229.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah memutuskan perceraian, dan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga
sedarah atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur, pengadilan negeri akan
menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap
anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari
kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim terdahulu yang
mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 230a, b, 319a.) Penetapan
ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan
tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding. Terhadap penetapan ini, si ayah
atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan perlawanan, bila
dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea pertama. Perlawanan
ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu
diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Si ayah atau si ibu yang setelah hadir atas
panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang perlawanannya ditolak, dalam
tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea kedua, dapat naik banding
mengenai penetapan itu. (Rv. 341.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap
pemeriksaan para orang tua.
230.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri, atas dasar hal-hal
yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang
pasti, berkuasa untuk mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut
alinea pertama pasal yang lalu atas permohonan kedua orang tua atau salah
seorang setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali
pengawas dan keluarga sedarah atau semenda anak-anak yang di bawah umur.
Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat
dan kelima pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
230a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak yang di bawah umur belum
berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 229 atau pasal 230
ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu, atau dewan
perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan pasal 214 alinea
pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak
itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h
dalam hal ini berlaku.
230b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada penetapan termaksud dalam alinea
pertama pasal 229, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang
dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan perwalian, bila ada
kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua yang tidak diserahi tugas
perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk biaya hidup dan
pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, pengadilan negeri boleh
memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan pendidikan anak
tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan akan
membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu ditentukan.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229 berlaku juga
terhadap perintah ini.
231.
Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang
lahir dari perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah
dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan
orang tua mereka. Akan tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain
dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah
terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd.
175, 178, 181 dst., 311, 317, 852 dst.)
232.
Bila suami-istri yang bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta-bersama,
pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam Bab VI. (KUHPerd. 126,
128, 1066 dst.)
232a.
(s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila suami-istri itu kawin
kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu menurut hukum dengan
sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian. Namun
hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang
sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara
perceraian itu dan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya
penetapan-penetapan hakim, yang sekiranya telah memecat atau melepaskan
suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak mereka sendiri,
penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari
kekuasaan orang tua. Segala persetujuan antara suami-istri yang bertentangan
dengan ini adalah batal. (KUHPerd. 33,
149, 196-198.)
Pisah Meja dan Ranjang
233.
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan,
si suami atau si istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. ugatan
untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui
batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah
seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126, 200, 209; Rv. 841.)
234.
Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti
gugatan untuk perceraian perkawinan.
(KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dst.)
235.
Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang,
tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama.
(KUHPerd. 209.)
236.
Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua
suami-istri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk
mengemukakan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan,
kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua tahun. (KUHPerd. 200, 202, 208.)
237.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang,
suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu,
baik yang mengenai diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang
tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan
yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan,
harus dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu,
supaya diatur olehnya. (KUHPerd. 104
dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298 dst.)
238.
Permintaan kedua suami-istri harus diajukan dengan surat permohonan kepada
pengadilan negeri tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan
baik salinan akta perkawinan maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam
alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831 dst.)
239.
Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan memerintahkan kedua suami-istri
untuk bersama-sama secara pribadi menghadap seorang atau lebih hakim anggota
yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka. Bila suami-istri
itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan memerintahkan mereka untuk
menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832, 834.) (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk
menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke rumah suami-istri itu,
(s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678 jo. 1926-63.) Bila
suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana pengadilan negeri itu
bertempat kedudukan, pengadilan negeri atau dalam hal tidak ada badan semacam
itu dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan
yang dimaksud dalam tiga alinea yang lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu
akan membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan segera
mengirimkan kepada pengadilan negeri. (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila
seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar
Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada seorang hakim di negara
tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami-istri atau salah
seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau
menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat
suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus
dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Pengadilan negeri harus mengambil
keputusan enam bulan setelah berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.)
(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b dan 230C berlaku
sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan
orang tua.
241.
Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah
diberikan keputusan, suami-istri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan
banding dengan surat permohonan. (Ov.
45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
242.
Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu
suami-istri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
243.
Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan
dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232, 1066 dst.)
244.
Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta istrinya ditangguhkan.
Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk mengurus hartanya, dan sekaligus
adanya ketentuan dalam pasal 108 dapat memperoleh kuasa umum dari hakim untuk
menggunakan barang-barangnya yang bergerak. (KUHPerd. 105, 124, 194.)
245.
Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara
terang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung,
putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826,
843.)
246.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai
dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228, dan pasal 231, berlaku juga terhadap
pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang dari suami-istri
terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang,
pengadilan negeri, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua
dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus
menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang
tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat
atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dari
kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.)
Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan
pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan
ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang
tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea
kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga
puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang
tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk
melaksanakan kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon
banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari
termaksud dalam alinea ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan
pasal 230b dan pasal 230c berlaku sama terhadap ayah dan ibu yang tidak
diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang tua
itu berlaku alinea keempat pasal 206.
246a.
(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan keadaan yang timbul setelah
putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, pengadilan
negeri boleh mengadakan perubahan pada penetapan-penetapan yang telah diberikan
berdasarkan alinea kedua pasal yang lampau, atas permohonan kedua orang tua
atau salah seorang dari mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah
kedua orang tua dan para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih
di bawah umur. Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.)
Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur
itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan
pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau dalam
kekuasaan si ayah, si ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak
itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai dengan pasal 214, maka
dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam
hal ini berlaku.
247.
Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama
pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan
kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat
yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd.
206.)
248.
Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian
suami-istri, dan perdamaian itu menghidupkan kembali segala akibat dari
perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan
perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan
dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan
suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149, 196 dst., 200, 216, 244.)
249.
Bila putusan yang menyatakan suami-istri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan
secara jelas, suami-istri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat
perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara
jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada. (KUHPerd. 152, 245.)
Keayahan dan Asal Keturunan Anak-anak
Bagian 1
Anak-anak sah.
250.
Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami
sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95,
100-102, 106 dst., 1916)
251.
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari
perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh
dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum perkawinan, suami itu telah
mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan
akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang
berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya; 3?. bila anak itu dilahirkan
tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
252.
Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa
sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh sebelum lahirnya anak
itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan
jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu
yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si
suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
253.
Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan,
kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu,
dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna,
bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd.
1965.)
254.
Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari
setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti,
tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok
kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu. Bila
pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak
menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
255.
Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak
sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S.
1923-31.) Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari
setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh
kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 2 bab ini.
256.
Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254,
pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila
dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu: dalam waktu dua
bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ; dalam waktu dua
bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah
disembunyikan terhadapnya.
Semua
akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak
mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu
tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan
akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu
tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama
dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)
257.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak
melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
258.
Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal
waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat
mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252.
Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan
terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau sejak para ahli
warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
259.
Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257,
dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk
membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu
tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar
negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S.
1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1) Hakim yang menangani gugatan
yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang
anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh pemerintah, untuk
memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai dengan 259 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan
akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan
pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka
waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu
tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat
diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan
oleh hakim karena jabatan.
260.
Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada
wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus
dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd.
102, 110, 310, 359, 1920.)
261.
Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang
didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.) Bila tidak ada akta
demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu
sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101,
286; BS. 37.)
262.
Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang,
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran
dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya,
bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini
antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang
dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd.
10; BS. 30.) bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan
dia sebagai anak telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan
penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.)
bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah; bahwa
sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
263.
Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan
dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya,
dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki
seseorang sesuai dengan akta kelahirannya.
(KUHPerd. 102, 322.)
264.
Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak
terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam
daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang
tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi.
Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila
ada bukti permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk
dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat
dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
265.
Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat
rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di
bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan,
atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan
itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266.
Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan,
bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu
yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa
dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd.
264 dst., 286 dst.)
267.
Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan
suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
268.
Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan,
sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan
tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti
itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan
tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan
pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa,
lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di
sidang umum tidak boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30;
KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
269.
Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena
kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)
270.
Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat
melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di
bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)
271.
Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hati
itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan
tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
271a.
(s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk
memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk mengingkari keabsahan
seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang
pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang
sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus
diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272.
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan
darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila
sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah
terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya
sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280
dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)
273.
Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari
pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain
dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
274.
Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai
untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan
surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat
Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276;
BS. 61-9?.)
275.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal
yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut
undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian
salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila
anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau
yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada
keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut
pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272,
276, 278.)
276.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal
yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum
memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar
keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan
pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
277.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya
perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274,
menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan
undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
278.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan
itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal
itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal
pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya
dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui
pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd.
852dst.)
279.
Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang
tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan
meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat
menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd.
272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280.
Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata
antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd.
30 dst., 40, 47, 272 dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281.
Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta
otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan
perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta
yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran
menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada tepi akta
kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd.
40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu
dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak
minta agar hal itu dicantumkan pada tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun
kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi akta kelahiran itu tidak boleh
dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui
itu.
282.
Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada
harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur
genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan,
kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan di bawah umur
boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321,
1446, 1449.)
283.
Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak
boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan
darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst.,
272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
284.
(s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima
selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang
disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak
demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai
akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd.
288.) Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk
golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah
hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa
mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam
hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.
285.
Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan
untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan
dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian,
baik kepada suami atau istri itu maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat
setelah pembubaran perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang
keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199,
277.)
286.
Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua
tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh
setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
287.
Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Namun
dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 332
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu
bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya, dilakukan
kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah
boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd.
252 dst.)
288.
Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Dalam hal itu, si anak wajib
membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu itu. Si anak tidak
diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada
bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265,
1902, 1914.)
289.
Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam
hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
Kekeluargaan Sedarah dan Semenda
290.
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana
yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang
mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan
jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat. (KUHPerd. 30, 872 dst., 877.)
291.
Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus
adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan
dari yang lain; garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di
mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak
asal yang sama.
292.
Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas.
Yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang
terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst., 857.)
293.
Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya
kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian
dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua,
dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan
seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan
kedua, dan demikianlah seterusnya.
294.
Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran,
mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang sama dan
terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang
lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan
keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat,
dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
295.
Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan,
yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari
pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak
istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296.
Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara
menghitung derajat kekeluargaan sedarah.
(KUHPerd. 293.)
297.
Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari
suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-2, 323.)
Kekuasaan Orang Tua
Bagian 1
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi si anak
298.
Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang
tuanya. (Rv. 582; IR. 211.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur.
Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka
dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna
membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah
dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 104, 145 dst., 193, 230, 320
dst., 328; S. 1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
299.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 290, 421.) Selama perkawinan orang tuanya, setiap
anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan mereka, sejauh mereka tidak
dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. (KUHPerd. 21, 35 dst., 104, 230, 330, 419, 424, 426, 430, 1367.)
300.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika terjadi pelepasan atau
pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si
ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.
Bila
si ayah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua,
kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan
ranjang.
Bila
si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh pengadilan negeri
diangkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230, 451, 496.)
301.
(Dihapus dg S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.t. dg. S. 1938-622.) Tanpa mengurangi
ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang,
perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk
tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada
dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh pengadilan negeri atas tuntutan dewan
itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang masih di
bawah umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orang tua atau
perwalian atas anak itu dan tidak dibebaskan atau dipecatdari itu.
302.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si ayah atau si ibu yang melakukan
kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa
tak puas akan kelakuan anaknya, maka pengadilan negeri, atas permohonannya atau
atas permohonan dewan wali, asal dewan ini diminta olehnya untuk itu dan
melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan penampungan anak itu
selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta yang ditunjuk oleh
Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh orang yang melakukan kekuasaan
orang tua, atau bila dia tidak mampu, oleh anak itu; penampungan itu tidak
boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada
waktu penetapan itu si anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila
pada waktu penetapan itu dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan
sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan.
Pengadilan
negeri tidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian
dan, dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum
mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan
orang tua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil
dengan sah. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut
terakhir.
303.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak itu tidak menghadap untuk
didengar pada hari yang ditentukan, pengadilan negeri harus menunda pemeriksaan
itu sampai hari yang kemudian lantas ditentukan, dan harus memerintahkan, agar
pada hari itu anak itu dibawa ke hadapannya oleh jurusita atau polisi;
penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata anak
itu pada hari itu tidak menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengar anak
itu, boleh memerintahkan penampungan atau menolaknya.
Dalam
hal ini tidak usah diindahkan tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk
penampungan, yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya. Bila pengadilan
negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang
tua dan anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya
dibebankan kepada negara. Penetapan yang memerintahkan penampungan itu, harus
dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan atas permohonan orang yang
melakukan kekuasaan orang tua.
304.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak
itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dari lembaga seperti yang dimaksud dalam
pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada lagi, atau bila keadaan
jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama
lagi di situ.
Orang
yang menjalankan kekuasaan orang tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu
penampungan yang ditentukan dalam perintah. Untuk perpanjangan, harus
diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam pasal 302 dan pasal 303. Pengadilan
negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka
waktu yang tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh
diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk
perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar atas permohonan
itu, jika perlu secara tertulis.
305.
Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
306.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar kawin yang diakui secara
sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298 berlaku baginya. (KUHPerd.
280 dst.) (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 301 berlaku bagi orang yang
telah mengakui anak luar kawin yang belum dewasa, bila ia tidak melakukan
kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
Bagian 2
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang si
anak.
307.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang melakukan kekuasaan orang tua
atas seorang anak yang masih di bawah umur, harus mengurus barang-barang
kepunyaan anak itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan
ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan
kepada anak-anak, baik dengan akta antara yang sama-sama masih hidup maupun
dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu
akan dilakukan oleh seorang pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar
orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian,
karena alasan apa pun juga sekiranya, hapus, maka barang-barang termaksud,
beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang
melakukan kekuasaan orang tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan
pertanggungjawaban dari orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300, 3852, 1019.)
308.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang berdasarkan kekuasaan orang
tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya, harus bertanggungjawab, baik
atas hak milik barang-barang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang
demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai barang-barang yang hasilnya
menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung jawab atas hak
miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
309.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dia tidak boleh memindahtangankan
barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali dengan
mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai
pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur. (KUHPerd. 393 dst., 1685; LN. 1953-86,
pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
310.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal di mana dia mempunyai
kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya yang di bawah
umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh pengampu khusus yang diangkat
untuk itu oleh pengadilan negeri.
(KUHPerd. 260, 366, 370.)
311.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu yang melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dari barang-barang
anak-anaknya yang belum dewasa. (S. 1927-31.) Dalam hal orang tua itu, baik si
ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua
orang tua itu berhak untuk menikmati hasil dari harta kekayaan anak-anak mereka
yang masih di bawah umur.
Pembebasan
si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedang
orang tua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dari
kekuasaan orang tua atau perwalian, tidak berakibat terhadap hak menikmati
hasil. (KUHPerd. 127, 206, 237, 299
dst., 308, 313, 321, 390, 496, 756 dst., 809, 840; LN. 1953-86, pasal 7 di
bawah KUHPerd. 393.)
312.
Dengan hak menikmati hasil itu, terkait kewajiban-kewajiban berikut:
1.
hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil; (KUPerd. 782 dst., 7852.) 2. pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu,
sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.) 3.
pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang pokok; (KUHPerd. 511-2, 796,
800.) 4. biaya penguburan si anak. (KUHPerd. 127.)
313.
Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN.
1953-86, pasal 7 di bawah KUH-Perd. 383.)
1.
terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan
usaha sendiri; 2. terhadap barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa
pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan
persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua mereka tidak berhak menikmati
hasilnya. (KUH-Perd. 307, 318, 840.)
314.
Hak menikmati hasil berhenti dengan-kematian anak-anak itu. (KUHPerd.
807 dst., 809.)
315.
Si ayah atau si ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk
menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan pasal 127, oleh kelalaian itu
kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh barang-barang kepunyaan
anak-anaknya yang masih di bawah umur. (KUHPerd.
318.)
316,
317. Hapus dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.
318.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak menikmati hasil itu hilang
berdasarkan pasal 315, pengadilan negeri boleh menetapkan pembayaran kepada
orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan tahunan dari pendapatan
anak-anaknya agar dipergunakan untuk memajukan pendidikan mereka selama mereka
masih di bawah umur. (F. 21-5.)
319.
Ayah atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai
hak menikmati hasil atas banrang-barang kepunyaan anak-anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)
Dengan
S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian berikut ini ditambahkan:
Bagian: 2a
Pembebasan, dan pemecatan dari kekuasaan orang tua.
319a.
Si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari
kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak
atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan jawatan
kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi
kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, dan kepentingan
anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan itu berdasarkan hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila
hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dari orang
tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari kekuasaan
orang tua, baik terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih,
atas permohonan orang tua yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau
semenda dari anak-anak itu sampai dengan derajat keempat, atau dewan perwalian,
atau jawatan kejaksaan, atas dasar:
1.
menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban
memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih; 2. berkelakuan buruk; 3.
dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam
suatu kejahatan dengan seorang anak di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55 dst.) 4. dijatuhi hukuman
yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan suatu kejahatan yang
tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku Kedua Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau
lebih.
Dalam
pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan
percobaan melakukan kejahatan. (KUHP. 53
dst., 56.)
319b.
Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat
peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan
bersama dengan surat-surat yang diperlukan sebagai bukti kepada pengadilan
negeri di tempat tinggal orang tua yang dimintakan pembebasannya atau
pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, kepada
pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau bila permohonan atau
tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah seorang dari orang tua
yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua setelah pisah meja dan
ranjang, kepada pengadilan negeri yang telah menangani permohonan pisah meja
dan ranjang. Dalam permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan harus
dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya. Kemudian salinan permohonan atau
tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus disampaikan secepatnya
oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian, kecuali bila permohonan
atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian
sendiri. (KUHPerd. 381.) Dalam
permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga
dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus diatur, dan
dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus
disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka
sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau
keluarga semenda, yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama
dan tempat tinggal para saksi yang kiranya dapat membuktikan
peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.) Pembebasan tidak
boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua
menentangnya.
319c.
Pengadilan negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan
sah kedua orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah
mendengar dewan perwalian. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya
saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau
semenda maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a, 1895.) Bila
kedua orang tua atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar
daerah hukum pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan
dengan cara seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam
pasal 333. Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi
kedua orang tua. (KUHPerd. 334, 381a.)
319d.
Semua panggilan harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal
333 bagi keluarga sedarah dan semenda; tetapi bila harus dilakukan panggilan
terhadap seseorang yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera
dipasang oleh panitera dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri itu.
Panggilan
terhadap orang yang pembebasannya atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua
dimohon atau dituntut, harus disertai keterangan singkat tentang isi permohonan
atau tuntutan itu, kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu,
pengadilan negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk,
sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari
yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih
lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus
dipanggil dengan cara yang sama.
319e.
Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan
perwalian itu dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian
itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar
tentang surat permohonan itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap
pemeriksaan orang-orang tersebut.
(KUHPerd. 381d.) Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau
istri orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, dengan
sendirinya menurut hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia
pun juga telah dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, pengadilan negeri, atas
permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau karena
jabatan, boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua, bila ada alasan
untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b. (KUHPerd. 374a.) Bila terjadi
pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus
mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dari kekuasaan orang tua.
Dalam
penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan
kekuasaan orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan
pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian.
Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian
beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas barang-barang, pengadilan
negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk mengurus
barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan yang ditetapkan pengadilan negeri,
sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab XVII Buku Kedua. (KUHPerd. 406a, 573.)
319f.
Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta
alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah
pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya
atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Bila
orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas
panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh
hari setelah keputusan itu atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang
dibuat untuk melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia
melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa
keputusan itu atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. (Rv. 83.)
Orang yang permohonannya atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya untuk
pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua kendati telah menghadap
setelah dipanggil, demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik
banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 341.)
Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dari
kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk
menunda sementara pelaksanaan kekuasaan orang tua, seluruhnya atau sebagian,
dan menyerahkan wewenang atas diri dan barang-barang anak-anak itu, sekiranya
pengadilan negeri menganggap hal itu perlu, kepada istri atau suami orang yang
digugat, atau kepada orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada
dewan perwalian. (KUHPerd. 416a.)
Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan
mengajukan perlawanan atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai
keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya
untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea
kelima harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau
oleh dewan perwalian, boleh diambil dari harta kekayaan dan pendapatan
anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dari
harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung
jawab atas biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan
tuntutan di muka hakim untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus
dianggap telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang mengajukan kembali tuntutannya yang
telah ditolak. (Rv. 872 dst., 890a.)
319g.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Orang yang telah dilepaskan atau dipecat dari
kekuasaan orang tua, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan mereka
yang berwenang untuk memohon pembebasan atau pemecatan menurut pasal 319a, atau
atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali atau
diangkat menjadi wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur, bila
ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah mengakibatkan pembebasan atau
pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau pengangkatan itu.
Demikian pula, orang yang telah dibebaskan atau dipecat dari perwalian atas
anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami atau istri yang
dahulu, selama perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali.
Permohonan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang
dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk pembebasan atau pemecatan,
kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan ranjang, atau
perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah meja dan
ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan harus
diajukan kepada pengadilan negeri yang telah menangani permohonan atau tuntutan
untuk pisah meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan. Pengadilan
negeri, sebelum mengambil keputusan, harus mendengar atau memanggil dengan sah,
jika mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak,
beserta dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang
harus didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan,
yayasan atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali
pengawasnya. Bila perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi
yang dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga semenda, didengar
di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a,
1895.) Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau
berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan,
maka pemeriksaan boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat
terakhir dari alinea keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi.
Pemeriksaan
perkara ini dilakukan dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya
harus diucapkan di muka umum. Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan
segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan,
semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.) Terhadap keputusan yang
mengabulkan permohonan atau tuntutan, orang tua yang dengan itu kehilangan
kekuasaan orang tua atau perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas
panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan
itu atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya
telah disampaikan kepadanya pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan
yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau
pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83.) Dalam waktu tiga
puluh hari setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh
orang yang permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya
ditolak, demikian pula oleh orang yang perlawanannya ditolak, serta oleh orang
yang telah didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan
tuntutan itu dikabulkan (Rv. 341.)
319h.
Bila anak-anak yang masih di bawah umur tidak nyata-nyata berada dalam
kekuasaan orang atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang
mendapat tugas melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berdasarkan
keputusan hakim termaksud dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan orang atau
dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu dipercayakan berdasarkan
penetapan termaksud dalam pasal 319f, alinea kelima, maka dalam keputusan itu
juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang berdasarkan
keputusan itu mendapat kekuasaan atas anak-anak yang masih di bawah umur itu.
Bila orang yang memegang kekuasaan yang nyata atas anak-anak yang di bawah umur
itu menolak untuk menyerahkan anak-anak itu, maka pihak yang menurut keputusan
hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak itu, dapat berusaha agar penyerahan
dilakukan oleh juru sita yang diserahi tugas olehnya untuk melaksanakan
keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh dilaksanakan sebelum disampaikan
kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak itu dicabut, serta kepada pihak
yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di bawah umur itu berada. Bila
terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh meminta bantuan polisi. Juru
sita boleh memasuki tiap-tiap tempat anak-anak yang di bawah umur berada atau
diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang di bawah umur itu berada atau
diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang oleh penghuninya dimasuki atau
yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh menghubungi kepala daerah
setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala daerah itu, dan dalam
kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala daerah atau seorang
pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya berdasarkan pasal ini, harus
dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang harus ditandatangani juga
olehnya.
319i.
Jawatan kejaksaan, baik jika terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk
mengadakan pemecatan dari kekuasaan orang tua, maupun jika ada anak di bawah
umur yang terlantar atau tanpa pengawasan, berhak mempercayakan anak-anak di
bawah umur itu untuk sementara kepada dewan perwalian, sampai pengadilan
mengangkat seorang pemangku kekuasaan orang tua atau perwalian, atau sampai
pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan pengangkatan dan ketetapan ini
mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f
berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)
Bila
jawatan kejaksaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan
permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada hakim dia wajib mengajukan
tuntutan itu sesegera mungkin. Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang
masih di bawah umur kepada dewan perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan
orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak itu. Bila pihak yang bersangkutan
menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah umur itu kepada dewan perwalian,
maka jawatan kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu kepada
dewan perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya.
Ketentuan alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal
ini. (S. 1928-179.)
319j.
(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan
orang tua, wajib memberikan tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik dari kekuasaannya,
tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga bulan, sebesar jumlah
yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan dewan perwalian. Bila penentuan
tunjangan itu telah dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk
pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua kepada pengadilan negeri,
atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan termaksud dalam pasal 319e, maka
pengadilan harus menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan
pelepasan atau pemecatan itu. (KUHPerd.
298.)
(Alinea
kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)
319k.
(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang mengandung pembebasan atau
pemecatan dari kekuasaan orang tua, harus segera diberitahukan oleh panitera
berupa salinan kepada pihak yang menerima kekuasaan orang tua itu atau kepada
pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian, demikian pula kepada dewan
perwalian.
Pemberitahuan
yang sama harus dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan pengadilan
termaksud dalam pasal yang lalu. (Alinea ketiga-kedelapan dihapus dg. S.
1938-622.)
319l.
Hapus dg. S. 1928-622.
319m.
Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua
surat lain yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini,
bebas dari meterai. Segala permohonan termaksud dalam bagian ini, yang diajukan
oleh dewan perwalian, harus diperiksa oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan
salinan-salinan yang diminta oleh dewan-dewan itu untuk kepentingan tugas yang
diperintahkan kepadanya, harus diberikan oleh panitera kepada mereka secara
bebas dari segala biaya.
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban timbal-balik antara kedua orang tua atau
keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan mereka
selanjutnya
320.
Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dari orang tuanya dengan cara
menyediakan segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298, 1096.)
321.
Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis
ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296, 1429-31; Rv. 749-3.)
322.
Menantu laki-laki dan perempuan juga, dalam hal-hal yang sama, wajib memberi
nafkah kepada mertua mereka, tetapi kewajiban ini berakhir:
1.
bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua; 2. bila suami atau istri
yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, dan anak-anak dari perkawinan
dengan istri atau suaminya telah meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297, 323.)
323.
Kewajiban-kewajiban yang timbul dari ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu
berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 329.)
324
dan 325. Hapus. dg. S. 1938-622.
326.
Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu
menyediakan uang untuk itu, pengadilan negeri dapat memerintahkan, setelah
menyelidiki duduknya perkara, agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya
ke rumahnya dan menyediakan kebutuhannya di sana.
327.
Bila si ayah atau si ibu menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara di
rumahnya anak yang wajib diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dari
keharusan untuk memenuhi kewajiban itu dengan cara lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
328.
Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang wajib memelihara orang
tuanya. Kewajiban ini berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323, 867.)
Penentuan,Perubaran dan Pencabutan Tunjangan Nafkah
329a.
Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan
dan pendidikan seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut
perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan
pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah
dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi tanggungannya.
329b.
Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar
nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau
dicabut oleh hakim. Perubahan atau pencabutan itu harus didasarkan atas
pertimbangan, bahwa perbandingan nyata antara kebutuhan orang yang berhak atas
nafkah itu di satu pihak dan pendapatan dan kekayaan orang yang dihukum untuk
membayar sehubungan dengan beban-beban yang menjadi tanggungannya di lain
pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah sedemikian mencolok,
sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada saat tersebut, maka
penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan
cara yang sama, peraturan yang telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai
nafkah yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh
hakim.
Kebelumdewasaan dan Perwalian
Bagian 1
Kebelumdewasaan
330.
(s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552.). Yang belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
(Lihat ketentuan lama dalam S. 1819-60, 1839-22; pada 1 Desember 1905 batas
usia belum dewasa diubah dari 23 tahun menjadi 21 tahun.) Bila perkawinan
dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali
berstatus belum dewasa. (s.d.u. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis. 390, 421.) Mereka
yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah
perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5
dan 6 dalam bab ini. (KUHPerd. 21, 29,
35, 61-1 dan 2, 298 dst., 306, 333, 365, 379-1, 419 dst., 424, 427 dst., 462,
897, 904 dst., 1006, 1046, 1073, 1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973, 1987; BS.
13, 61-1 dan 2; Sv. 149; IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan
tentang arti "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa
peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia (Ord. 31 Jan. 1931) S.
1931-54. Untuk menghilangkan keragu-raguan yang disebabkan oleh adanya
Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam S. 1917-738, maka Ordonansi ini dicabut
kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1)
Bila peraturan perundang-undangan menggunakan istilah "belum dewasa",
maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan: semua
orang yang belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. (2)
Bila perkawinan dibubarkan sebelum mereka berumur dua puluh dua tahun, maka
mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. (3) Dalam pengertian perkawinan
tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk. ketentuan-ketentuan yang dahulu
berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 1917-738.)
Bagian 2
Perwalian pada umumnya
331.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap perwalian, hanya ada seorang
wali, kecuali yang ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361. (Ov. 66 dst.,
KUHPerd. 355, 365, 452.) Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang
sama, harus dipandang sebagai satu perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang
wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380,
382c.) 331a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai
berlaku:
1.
bila oleh hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu
dilakukan, atau apabila pengangkatan itu tidak dihadirinya pada, waktu
pengangkatan diberitahukan kepadanya; (KUHPerd.
359 dst.) 2. bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang
tua, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat,
memperoleh kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan
kesanggupannya untuk menerima pengangkatan tersebut; (KUHPerd. 323a, 365 dst.) 3. bila seorang wanita bersuami diangkat
menjadi wali, oleh hakim atau oleh salah seorang dari kedua orang tua, pada
saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau atas kuasa hakim,
menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 332b.) 4. bila suatu perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial, bukan atas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia,
diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365 dst.) 5. dalam hal
termaksud dalam pasal 358, pada saat pengesahan; 6. bila seorang menjadi wali
demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353, 375.)
Dalam
segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal
ini atau pasal-pasal lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan
pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
331b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak belum dewasa yang ada di
bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain
menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain
mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain. Perwalian berakhir:
(KUHPerd. 375.)
1.
bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali kekekuasaan
orang tua, karena ayah atau ibunya mendapat kekuasaan kembali, pada saat
penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan kepada walinya; (KUHPerd. 382d.) 2. (s.d.t. dg. S.
1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian,
kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan pasal-pasal 206b atau 323a,
pada saat berlangsungnya perkawinan; 3. bila anak belum dewasa yang lahir di
luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya
perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat
pengesahan yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd.
272 dst.) 4. bila dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada
di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat
pengampuan itu berakhir.
332.
(s.d.u. dg. S. 1927-32 jis. 390, 421.) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal
berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan Bagian 9 dalam bab ini
tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian
tersebut.
Bila
orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu,
balai harta peninggalan, sebagai pengganti dan atas tanggung jawab si wali,
harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta
benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk
balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali bertanggungjawab atas
tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa mengurangi tuntutan
terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378
dst., 388, 452, 1365.)
332a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik orang yang diangkat menjadi wali
oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat
menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan
suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini
harus dilakukan di kepaniteraan pengadilan negeri tempat tinggal si anak yang
belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah pengangkatan itu
diberitahukan kepada mereka. Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih
dari lima belas pal dari kepaniteraan pengadilan negeri itu, pernyataan
tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa meterai.
Pemberitahuan,
bila menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada
suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan pengadilan negeri
telah dilakukan atau diajukan pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan
lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, kecuali jika perwalian itu
diperintahkan atas permintaan atau kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9, 381b; Rv. 3�.)
332b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali
tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami. Bila si suami telah memberikan
bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita tersebut setelah perwalian
dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut pasal 112 atau pasal 114
telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa hakim, maka si wali wanita
bersuami itu, maupun wali wanita tidak bersuami berhak melakukan segala
tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan bertanggungjawab, atas
tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau bantuan apa pun juga.
Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang
dilakukan wanita bersuami itu selaku pengurus perwalian tersebut tanpa adanya
bantuan atau pemberian kuasa suaminya. (KUHPerd.
105, 109, 113, 3654.)
333.
(s.d.u. dg. S. 1925-497; 1927-31 jis, 390, 421, 456.) Bila sehubungan dengan
ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau
semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil
sejumlah empat orang, dipilih dari keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari
garis kedua pihak, dengan catatan bahwa yang dipanggil hakim adalah mereka yang
bertempat tinggal atau berkediaman di daerah hukum pengadilan negeri yang
bersangkutan; sedang bila dipandang perlu mendengar anggota keluarga sedarah
atau semenda yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum
tersebut, pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada
pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal
atau berkediaman atau kepada kepala daerah setempat, yang akan mengirimkan
berita acara yang dibuatnya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Keluarga
sedarah atau semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan
bertempat tinggal atau berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud
dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat. (KUHPerd. 334, 338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438,
445, 452; Wsk. 54; KUHP. 524.)
334.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali diperlukan kehadiran para
keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili
oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea meterai. Yang diberi
kuasa hanya boleh bertindak atas nama satu orang saja. (KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
335.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu satu bulan setelah perwalian
mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat
bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari balai harta
peninggalan, setiap wali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial
tersebut dalam pasal 365, atas kerelaan balai harta pertinggalan tersebut dan
guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan
hipotek atau gadai, atau menambah jaminan yang telah ada.Hipotek itu harus
didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.Dalam hal perbedaan
pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan balai
harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang
lebih dulu siap memintanya.Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, balai
harta peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari kewajiban tersebut
dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan
jaminan menurut alinea pertama dan ketiga.
(Ov. 19, 35; 68; KUHPerd. 336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7, 1168,
1179, 1215, 1830; Wsk. 51 dst.)
336.
Bila wali lalai dalam waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang
lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di dalamnya, balai harta
peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.) Bila si wali
berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang
terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya
guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh
pengadilan negeri. (Ov. 36; KUHPerd.
341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
337.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang telah menanggung
pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan,
setiap waktu berwenang untuk mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan
lain atas kerelaan balai harta peninggalan atau, dalam hal adanya perbedaan
pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang
ditawarkan, dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan pasal 335.
Bila soalnya diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan hipotek
berlangsung berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal
kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah hakim dan
dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukan
perintah hakim. (s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan
jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak
belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada
perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan balai harta peninggalan,
pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu
memintanya.(KUHPerdata 344,452,Wsk.52)
338.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam tenggang waktu yang
ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak
memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas tuntutan balai harta
peninggalan, pengurasan harta kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh
pengadilan negeri, dan diberikan kepada balai harta peninggalan, sampai wali
memberikan jaminan secukupnya, yaitu bila atas permintaan wali, pengadilan
negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan, menyerahkan tugas tersebut
kembali kepada wali. (Ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk. 52.)(s.d.t. dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap
ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang
jika perlu akan ditentukan oleh pengadilan negeri, atas usul balai harta
peninggalan.(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Akan
tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dari anak belum dewasa memerlukan
pengawasan terus-menerus, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta
peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap pada si wali,
asal saja wali itu menyerahkan kepada balai harta peninggalan semua uang tunai,
barang-barang berharga dan surat-surat berharga milik si anak yang belum
dewasa; dalam hal yang demikian, balai harta peninggalan akan memberikan uang
secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan
untuk keperluan sehari-hari pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan
kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun memberikan kepada balai harta
peninggalan pertanggungjawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang
ditetapkan dalam pasal 372.
338a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang berminat meninggalkan
Indonesia, boleh mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri agar
memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan olehnya atau yang
telah diambil atas tanggungannya.Permohonan itu harus didahului dengan
pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta peninggalan menurut cara
yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus dilampirkan
surat keterangan dari balai harta peninggalan, bahwa balai harta peninggalan
itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan kepadanya.Pengadilan
negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai harta peninggalan
dan keluarga sedarah beserta semenda. (KUHPerd.
333 dst.) Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi
kewajibannya sebagai wali.Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka
jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak
bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
339.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali itu meninggalkan Indonesia
bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan
setelah mendengar balai harta peninggalan, tugas pengurusan yang dicabut
menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri boleh dikembalikan kepadanya,
seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap perlu oleh
pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.; KUHPerd. 344, 452.)
340.
Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam
daerah hukum pengadilan negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang
ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)
341.
Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal
dunia, maka pengadilan negeri, atas permintaan balai harta peninggalan, boleh
memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh
pengadilan negeri, ditunjuk penanggung baru, yang setelah penunjukan diterima,
penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan.Dalam
hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal 338. (KUHPerd. 344,
452.)
342.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan dan hak gadai berakhir, dan
hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali
berakhir dan bila pertanggungjawaban pun berakhir dengan memberi perhitungan,
menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa. (KUHPerdata. 335, 409, 413, 452, 1209)
343.
Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus
dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah
bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan si anak yang belum dewasa. (KUHPerd. 452.)
344.
Segala penetapan pengadilan negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat
permintaan, setelah mendengar pertimbangan jawatan kejaksaan, tanpa adanya
bentuk acara dan tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 335-339, 341, 452.)
Bagian: 3
Perwalian oleh ayah dan ibu
345.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah satu dari orang tua meninggal
dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi hukum oleh orang tua yang
masih hidup, sejauh orang tua ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan
orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299 dst.,
368, 371, 379-3, 388, 390; Chin. 19.)
346,
347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
348.
Jika setelah suami meninggal dunia, istri menerangkan, atau setelah dipanggil
secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta
peninggalan harus jadi pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan
segala tindakan yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus
harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi
kebaikan semua orang yang berkepentingan.
Bila
anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian harus
diperhatikan. (KUHPerd. 2, 359, 836,
899, 1679; Wsk. 44 dst.)
349,
350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
351.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu kawin, maka suaminya,
kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam
perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak
ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di samping istrinya
bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan
yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta si suami
berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti sebagai wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
352.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau wali-ibu yang kawin
lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu
dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum
dewasa kepada wali pengawas. Bila yang dimaksudkan dalam alinea yang terdahulu
tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali pengawas, dengan melampirkan
bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh mengajukan permohonan kepada
pengadilan negeri supaya wali itu dipecat; pengadilan negeri harus membuat
penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang
ditentukan oleh pengadilan negeri dan diberitahukan kepadanya, si wali masih
menyampaikan daftar yang dikehendakinya kepada pengadilan negeri; ketetapan
diambil tanpa suatu bentuk acara. Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama,
yang berisi pemecatan itu, oleh pengadilan negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
353.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak tidak sah, demi hukum
berada di bawah perwalian ayahnya atau ibunya yang telah dewasa dan telah
mengakui anak itu, kecuali jika ayah atau ibu ini dikecualikan dari perwalian,
atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum
dewasa, atau orang itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu
diakui.
Bila
pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka perwalian terhadap anak itu,
dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh orang tua yang lebih dulu
mengakui, dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, si ayahlah
yang memangku perwalian. Bila orang tua yang melakukan perwalian berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat dari perwalian,
ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam pasal 354 tidak
dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai wali, maka
orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia telah
dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila si ayah atau si
ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka
pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau si ibu yang
tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh
karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian,
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali,
maka pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak
tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar
atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang
lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang
ini berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206. Terhadap wali-ibu atas anak di
luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya berlaku pasal 351, kecuali bila
karena perkawinan tersebut anak menjadi sah.
(KUHPerd. 280, 299 dst, 306, 363.)
354.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila orang yang melakukan perwalian
terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali
jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia harus mengajukan
permohonan kepada pengadilan negeri, supaya dapat meneruskan perwalian.
Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga wali
pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat
pasal 206. Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama
alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua
suami-istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala
akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk menjadi
wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang yang
berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan,
untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini.
KUHPerd. 280 dst., 248; BS. 42.)
354a.
(s.d.t. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian diserahkan kepada orang lain
dalam salah satu hal yang dimaksudkan dalam alinea pertama pasal 353, maka ayah
yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari anak tidak sah yang
diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan atau dipecat dari
perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat
menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu. Pengadilan negeri mengambil
ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah si
pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri pemohon bila pemohon ini telah
kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut mengakui si anak dan masih
hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri mengabulkan permohonan ini,
kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar, bahwa si ayah dan si ibu akan
melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir pasal 253 berlaku dalam
hal ini. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan
alinea keempat pasal 206 dengan penyesuaian sekadarnya.
Bagian 4
Perwalian yang diperintahkan oleh ayah atau ibu
355.
(s.d.u, dg. S. 927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing orang tua yang menjalankan
kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya,
berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal
dunia, demi hukum atau karena penetapan hakim yang dimaksud dalam alinea
terakhir pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain dari orang tua. Badan
hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan dilakukan dengan wasiat
atau dengan akta notaris yang dibuat semata-mata untuk keperluan itu. Dalam hal
ini boleh diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang
diangkat belakangan bertindak sebagai wali, bila yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67; KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
356.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali tidak
mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada
saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak
menjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd.
431, 941, 1898.)
357.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan pasal 382d tetap berlaku,
juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah
seorang dari kedua orang tua. Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua
orang tua yang karena sebab lain belum pernah kehilangan kekuasaan orang tua
atau perwalian, orang tua yang lain telah mengangkat seorang wali dan meninggal
dunia, maka perwalian dari wali yang diangkat itu berakhir demi hukum, dengan
berakhirnya pengampuan. (KUHPerd. 331b.)
358.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali bagi anak di
luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah
dipertahankan sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali lagi, tidak
mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 355.)
Bagian 5
Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
359.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bagi anak belum dewasa yang tidak berada
di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur
dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333 dst.)
Bila
pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh pengadilan negeri
diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini
diberhentikan lagi oleh pengadilan negeri atas permohonan orang yang digantinya
bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat, tidak ada lagi. Bila
pengangkatan itu diperlukan karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada
tidaknya, tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan
negeri diangkat juga seorang wali. Atas permohonan orang yang digantinya, wali
ini diberhentikan oleh pengadilan negeri, bila alasan yang menyebabkan
pengangkatan tidak ada lagi. Atas permohonan ini pengadilan negeri mengambil
ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah pemohon, wali, wali
pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, dan dewan
perwalian; bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di luar kawin, maka
pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah, sebagaimana diatur dalam pasal 354a.
Permohonan
dikabulkan, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau si ayah
atau si ibu menelantarkan si anak. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini,
ketentuan dalam alinea keempat pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian.
Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian
kekuasaan orang tua ditangguhkan. Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang
wali, maka bila perlu, oleh balai harta peninggalan, baik sebelum maupun
setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus
diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345, 348 dst., 355, 357
dst., 361, 364, 369, 379 dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
360.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali dilakukan atas
permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para
kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan balai harta
peninggalan, atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau pun karena jabatan, oleh
pengadilan negeri yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu bertempat
tinggal. (KUHPerd. 364.) Bila si
anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat
tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan
negeri di tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga
tidak ada, oleh pengadilan negeri di Jakarta. (KUHPerd. 17, 21.) Pegawai catatan sipil wajib memberitahukan kepada
balai harta peninggalan semua peristiwa kematian yang harus dibukukan dalam
daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang meninggal itu meninggalkan
anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan perkawinan yang akan
dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak belum dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83;
BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
361.
Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta
kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka
atas permintaan walinya, pengurusan harta kekayaan itu boleh dipercayakan
kepada seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.) Dalam hal itu wali
tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurus itu. Pengurus dipilih
dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd.
331, 359 dst., 388.)
362.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali, segera setelah perwaliannya mulai
berlaku, di hadapan balai harta peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia
akan menunaikan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus
hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari
tempat itu tidak ada balai harta peninggalan atau tidak ada perwakilannya, maka
sumpah boleh diangkat di hadapan pengadilan negeri atau kepala pemerintahan
daerah tempat kediaman si wali. Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat
berita acara. (Ov,. 21; KUHPerd. 365,
369, 378; Wsk. 49, 55.)
363.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua
pasal 354a dan alinea keempat pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur
oleh pengadilan negeri tanpa lebih dulu mendengar siapa pun. (KUHPerd. 280, 353, 369.)
364.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang
perwalian tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya.
(KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6
Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial.
Perwalian
365.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila hakim harus
mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada
perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan
atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia, yang menurut
anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan
anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
Pasal
362 tidak berlaku. Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan
dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang sama dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali
jika undang-undang menentukan lain.
Para
anggota pengurus masing-masing bertanggung jawab secara pribadi dan
tanggung-menanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu
dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota pengurus ini tidak
menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah mencurahkan segala usaha guna
melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam keadaan tidak
mampu menjaganya.
Pengurus
boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk
melakukan perwalian terhadap anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa
itu. Pengurus berhak pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta
kekayaan anak-anak belum dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara
tertulis, kepada balai harta peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima
pengurusan itu dan menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku
terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut. (KUHPerd. 330 dst., 335, 366,
379; Wsk. 57; S. 1928-179.)
365a.
(s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Panitera pengadilan negeri yang
memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan
kejaksaan negeri yang dalam daerah hukumnya perkumpulan, yayasan atau lembaga
sosial itu berkedudukan.
Pengurus
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan
anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan
kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut.
Rumah dan lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau
oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali
dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si anak belum dewasa yang
ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan
tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7
Perwalian pengawas
366.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang
diperintahkan di Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan sebagai
wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351
dst., 365, 367, 379, 415 dst., 418.)
367.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku dan
tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri
Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia. (s.d.u. dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Bila
wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan
tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian
yang memerlukan kehadiran dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap
tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan
perwakilannya kepada balai harta peninggalan di tempat tinggal si anak belum
dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh balai harta peninggalan
tersebut. (KUHPerd. 452.)
368.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab
ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib memberitahukan terjadinya
perwalian kepada balai harta peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka
boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst.; S.
1927-31.)
369.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila perwalian
diperintahkan oleh hakim, panitera pengadilan negeri yang bersangkutan harus
segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan itu kepada balai
harta peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu terjadi dengan
dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada perkumpulan,
yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan
atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan cara yang sama
memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut pasal 332a diucapkan di
kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula pengesahan termaksud
dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362
dst., 452.)
370.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali pengawas adalah mewakili
kepentingan si anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan
kepentingan wali, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan
kepada balai harta peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu balai harta
peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman
hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali
untuk membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam
segala warisan yang jatuh ke tangan si anak belum dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386, 390, 395, 399 dst., 408, 452.)
371.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian
dan bunga, balai harta peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang
ditentukan dalam undang-undang, agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan
oleh hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya
menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386, 401, 452, 1023,
1171, 1179 dst. 1365 dst.)
372.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun wali pengawas harus minta
kepada wali (kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas
dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan
surat-surat berharga milik si anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus
dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa
suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19; KUHPerd.
373, 409, 452; Wsk. 58.)
373.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali enggan melaksanakan
ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas
menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus
menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam
hal-hal lain yang ditentukan undang-undang. (Ov. 20; KUHPerd. 380 dst., 452.)
374.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian lowong atau ditinggalkan
karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu
menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti
biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. (Ov. 20; KUHPerd. 359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
375.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian pengawas mulai dan berakhir
pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)
Bagian
8
Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
376.
Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
377.
Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah: 1?. mereka yang melakukan
tugas negara di luar Indonesia; 2?. para anggota angkatan darat dan laut; 3?.
mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau mereka yang karena
tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar keresidenan;
Orang-orang
tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dari
perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi
wali; 4?. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat
sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65
tahun; 5?. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat
yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila
penyakit atau penderitaan itu timbul setelah mereka diangkat sebagai wali; 6?.
mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua
perwalian; 7?. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka
sendiri mempunyai seorang anak atau lebih; 8?. mereka yang pada waktu diangkat
sebagai wali mempunyai lima orang anak sah, termasuk di antaranya anak yang
telah meninggal dalam dinas ketentaraan; 9?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,
421.) wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima
suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia kawin; 10?. (s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau
semenda dengan si anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum pengadilan negeri
tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap
memangkunya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian
anak-anak mereka sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
378.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa hendak melepaskan diri dari
perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang memerintahkan perwalian
atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh hakim, dari pengadilan negeri
tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang disebutkan dalam pasal 377 nomor
1?-5?, pemohon diwajibkan, dengan ancaman kehilangan hak, untuk mengajukan
permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari sejak hari mulai berlakunya
perwalian itu bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam tenggang waktu
sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia. Permohonan tidak dapat
diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya sendiri,
bahwa ia sanggup menerima perwalian itu. Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk
acara dan tanpa banding. Meskipun wali telah mengemukakan alasan-alasan untuk
melepaskan diri, ia masih wajib memangku perwalian itu sampai diambil keputusan
terakhir tentang alasan-alasan itu. (KUHPerd.
362, 452.)
Bagian 9
Engecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian
379.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa
yang dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam pasal 9 Reglemen
Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang
dikecualikan dari perwalian adalah: 1?. orang yang sakit ingatan; 2?. orang
belum dewasa; 3?. orang yang ada di bawah pengampuan; 4?. mereka yang telah
dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang
demikian itu hanya terhadap anak belum dewasa, yang dengan ketetapan hakim
kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan dalam pasal 319g dan pasal 382d; 5?. ketua, wakil ketua,
anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen balai
harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka
sendiri. (KUHPerd. 330, 359, 433, 452,
1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
380.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika hakim berpendapat
bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka
dapatlah dipecat dari perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun
terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373, 381 dst.,
382a, 452.) 1?. mereka yang berkelakuan buruk; 2?. mereka yang dalam
menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan
kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka; 3?. mereka yang telah dipecat dari
perwalian lain menurut nomor 1? dan nomor 2? pasal ini atau telah dipecat dari
kekuasaan orang tua menurut pasal 319a alinea kedua nomor 1? dan nomor 2?; 4?.
mereka yang berada dalam keadaan pailit; (F. 1, 22.) 5?. mereka yang untuk diri
sendiri atau yang bapaknya, ibunya, istri/suaminya atau anak-anaknya berperkara
di muka hakim melawan si anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan,
harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan si anak belum dewasa; 6?.
mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan
terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 7?. mereka yang
mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu
kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa
yang ada dalam kekuasaan mereka; 8?. mereka yang mendapat hukuman badan yang
tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Ayah dan ibu tidak boleh
dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4? dan nomor 5?, maupun karena
tidak cakap. Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari
perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2?, 3?, 4? dan 5?,
bila hakim berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak
menghendakinya. Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis
tersebut dalam pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila
kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya dihalang-halanginya. Dalam
pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga usaha membantu dan mencoba
untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
381.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemecatan seorang wali dilakukan oleh
pengadilan negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada,
oleh pengadilan negeri tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas,
atas permohonan salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda si anak
belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian,
atau atas tuntutan kejaksaan. Pemecatan ayah atau ibu yang diangkat menjadi
wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh pengadilan negeri yang mengadili
gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa
dan keadaan-keadaan yang merupakan dasarnya, pula harus memuat daftar nama
orang tua, wali dan wali pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal
mereka, sejauh ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau
semenda yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat
tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan
dalam permohonan atau tuntutan itu. Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu
diajukan oleh dewan perwalian, salinan surat permohonan atau tuntutan itu
beserta surat-surat yang dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim
oleh panitera kepada dewan tersebut. Pada surat permohonan atau tuntutan itu,
oleh panitera pengadilan negeri dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b, 370, 373, 409, 417, 452.)
381a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan negeri mengambil ketetapan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali
pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda si anak belum dewasa dan dewan
perwalian. Pengadilan negeri dapat memerintahkan pemanggilan saksi-saksi guna
diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari
keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga. Bila mereka yang akan
diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat
tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka
pemeriksaan oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama,
seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda.
Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap orang
tua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut cara yang
ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda; bila ada panggilan
terhadap seseorang yang tempat kediamannya tidak diketahui, maka panggilan itu
harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut
pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas tentang isi
permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak
diketahui. Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh mendengar orang-orang
selain yang telah ditentukan di atas sebagai saksi di bawah sumpah, juga
orang-orang yang telah datang menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan
boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi ini
harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus dipanggil dengan cara
yang sama. (KUHPerd. 1895 dst.)
381b.
(s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di
Indonesia yang berhak melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan,
yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365 boleh mengajukan diri
kepada pengadilan negeri dengan surat permohonan supaya diperkenankan memangku
perwalian itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk
didengar tentang permohonan itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap
pemeriksaan orang-orang tersebut dengan penyesuaian seperlunya. Bila permintaan
atau tuntutan itu dikabulkan, pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali.
Dalam keputusan tentang pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum
mengadakan pertanggungjawaban tentang pengurusannya kepada penggantinya. (KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
382.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan perkara berlangsung dalam
sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai dengan alasan-alasannya
diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah
berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini boleh dinyatakan segera dapat
dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan,
semua itu atas naskah aslinya. (Rv. 55.) Selama pemeriksaan berjalan,
pengadilan negeri leluasa untuk menghentikan penunaian perwalian itu seluruhnya
atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan harta
kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan negeri, kepada seorang yang
ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam
alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan yang lebih tinggi. Penetapan
itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap.
Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
382a.
(s.d.t. dg. S. 1917-497; s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik berdasarkan
atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum
dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, jaksa berwenang mempercayakan
anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai
pengadilan negeri mengangkat seorang wali atau dinyatakan, bahwa pengangkatan
itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Ketentuan
dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. Bila jaksa
menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau
tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ia wajib segera
melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali.
Bila
penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak, jaksa boleh
menyuruh membawa anak itu kepada juru sita atau kepada polisi yang diberi tugas
untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea
ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini. Perintah
penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama
pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak.
382b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila orang yang diminta atau dituntut
pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan
perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta yang dibuat
berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya diberitahukan kepadanya,
atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi
kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya.
Orang
yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan kejaksaan yang
tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia
menyangkal, seperti pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh mengajukan
permohonan banding terhadap keputusan pengadilan negeri dalam waktu tiga puluh
hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
382c.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali ayah dan wali ibu tidak cakap
atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka
dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan
mereka dari perwalian, maka atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan
jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau
lebih oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka atau, jika tidak ada, oleh
pengadilan negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan ayah atau ibu
yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri
yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau
tuntutan akan pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana
pergantian wali itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh
diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya,
menentang hal ini. (KUHPerd. 319a.)
Berdasarkan
surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh pengadilan
negeri tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua, maupun
terhadap seorang atau beberapa dari anak-anak belum dewasa, yang ada di bawah
kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan
perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial
tersebut dalam pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti
mereka, dan pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk
kepentingan anak-anak.
Pengadilan
negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak-anak
belum dewasa dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau
tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea
kedua, ketiga, dan keempat pasal 381a berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan
perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya
setelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam
sidang terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada
perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah
asli. (Rv. 55.)
Bila
seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea
pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh
mengajukan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu, atau
akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk melaksanakannya,
diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia melakukan suatu
perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau
permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permintaan akan
pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang
sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap
atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat
mengajukan permohonan banding dalam waktu tiga puluh hari setelah putusan
pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.) Terhadap penetapan-penetapan
termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
382d.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah atau seorang ibu yang
dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas
permintaan sendiri maupun atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan
atau pemecatannya, ataupun atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan
kembali dalam perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang
mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan
pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada
pengadilan negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan akan pembebasan
atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat
itu telah dibubarkan karena perceraian, dalam hal mana permintaan atau tuntutan
itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili tuntutan akan
perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.) Pengadilan negeri mengambil
keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin, kedua
orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga
sosial yang memangku perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga
sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian.
Bila
dipandang perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah
sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari
luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal
319g berlaku dalam hal ini.
382e.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak belum dewasa tidak nyata-nyata
berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan
atau lembaga sosial yang diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan hakim,
sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau
kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut
penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 382 alinea ketiga, maka dalam
penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak
yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal
319h berlaku dalam hal ini.
382f.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. 1938-622.) Ketentuan pasal
319j berlaku juga terhadap pembebasan atau pemecatan seorang ayah atau ibu dari
perwalian terhadap anak-anak sendiri.
382g.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis., 390, 421.) Semua surat permohonan, tuntutan,
penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai. (Zeg. 31, II,
61?.) Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan
perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan
pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan
tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan
cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10
Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
383.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan
dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan
harus mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. (LN.
1953-86, pasal 7.)(1) `Anak belum dewasa harus menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388,
399, 421, 452, 904, 1330, 1447 dst., 1798.)
384.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali, berdasarkan alasan-alasan
yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan si anak belum dewasa, maka
atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan perwalian, asal saja
dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri boleh memerintahkan
penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga negara atau
swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas
biaya si anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali;
penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan
berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si anak belum dewasa belum
mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari
penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati
saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd.
320 dst., 452.)
Pengadilan
negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau
memanggil secara sah wali pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak
belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea
berikut, juga si anak belum dewasa sendiri. Bila si anak belum dewasa tidak
datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka pengadilan
negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan
agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut dibawa ke depannya oleh juru sita
atau polisi; penetapan ini dilaksanakan alas perintah jawatan kejaksaan; bila
ternyata si anak belum dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap,
maka pengadilan negeri, tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak
penempatannya.
Dalam
hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah
penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu memuat
alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa
si anak belum dewasa dan si wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka
semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang memerintahkan suatu
penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada permintaan dari pihak wali.
384a.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, si
anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam
pasal yang lalu, bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah
tidak ada atau bila keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak
mengizinkan penempatan lebih lama. Wali selalu leluasa untuk mempersingkat
waktu penempatan yang telah ditentukan dalam perintah. Untuk memperpanjang
waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam pasal yang lalu.
Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap
kali tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh
diberikan sebelum mendengar permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak
belum dewasa itu tinggal pada waktu permintaan perpanjangan diajukan atau dari
seorang penggantinya.
Bagian 11
Tugas pengurusan wali
385.
Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak
rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang
diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik dengan suatu akta antara
orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan
atau dihibahwasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan
kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka
ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orang tua,
berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391,
400, 452.)
386.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu sepuluh hari setelah
perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila
penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera
membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan si anak belum
dewasa. (Ov. 100 dst.) Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di
bawah tangan; tetapi dalam segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah
sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai harta peninggalan; bila inventaris
itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663
dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
387.
Bila si anak belum dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan
dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian
itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya,
sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa; tambahan lagi, ia akan kehilangan
segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih
semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa;
tetapi selama masa itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak berlaku. (KUHPerd. 452, 1986.)
388.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan setiap perwalian, kecuali
yang dilakukan oleh ayah atau ibu, balai harta peninggalan, setelah mendengar
wali pengawas bila bukan balai harta peninggalan sendiri yang menjadi wali
pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau semenda si anak belum
dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang
harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup
anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta
kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur tangan pengadilan
negeri, bila balai harta peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar
keluarga anak belum dewasa yang hadir. Dalam akta yang sama harus ditentukan
pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan, diperkenankan pula dengan upah
menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan mewakili wali dan di
bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333
dst., 345, 361, 372, 452.)
389.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib mengusahakan supaya dijual
segala meja-kursi atau perkakas rumah tangga, yang pada permulaan atau selama
perwalian jatuh ke dalam kekayaan si anak belum dewasa, demikian juga
barang-barang bergerak yang tidak memberikan hasil, pendapatan atau keuntungan,
kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan
persetujuan balai harta peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah wali pengawas, bila yang menjadi wali-pengawas bukan balai harta
peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan
harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak, dengan memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika pengadilan, setelah mendengar dan
memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu
yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah
tangan dengan harga atau di atas harga yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang
diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.)
Pengadilan negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan
penjualan di muka umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang
sehubungan dengan ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud
asli, bila kepentingan si anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang
dagangan boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar,
komisioner atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku,
sedangkan hasil-hasil tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan
harga pasar. (KUHPerd. 333 dst., 390, 511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv.
678 dst.)
390.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Si ayah atau si ibu, sejauh menurut
undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta kekayaan si anak belum
dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah tangga atau barang-barang
bergerak lainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya dengan maksud
mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak belum dewasa.
Dalam
hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan
diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintahan
daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang
yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus ditanggung dengan
sejumlah harga uang taksiran. (KUHPerd.
311, 370, 389, 1078; Wsk. 38.)
391.
Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi
dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan
biasa si anak belum dewasa. (S. 1897-231.) Mereka tidak boleh membungakan uang
tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara membeli surat-surat pendaftaran
dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli surat-surat piutang atas beban
Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak belum dewasa, membeli
barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan
memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak, yang harganya
dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari jumlah
uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai selama satu tahun untuk
membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini,
mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang. (KUHPerd. 370, 372, 385, 393, 452, 1250, 1767; S. 1848-22.)
392.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam harta kekayaan si anak belum
dewasa terdapat sertipikat-sertipikat utang nasional, wali wajib memindahkannya
ke dalam buku besar atas nama anak belum dewasa itu. Surat piutang atas beban
Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama si anak belum dewasa. Dengan
ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas harus berusaha
agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana balai harta peninggalan menurut
pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 374 harus melaksanakan kewajiban untuk
membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama atau bagi
setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi
semua balai harta peninggalan. (KUHPerd.
370, 372, 391, 416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
393.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh meminjam uang untuk
kepentingan si anak belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau
menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh menjual atau
memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil,
tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari pengadilan negeri. Pengadilan negeri
tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau
bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga
sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas. (KUHPerd. 309, 333 dst., 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076, 1170,
1216, 1330 dst., 1448, 1852; Rv. 684 dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah
KUHPerd. 383)
394.
Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang
diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan si anak
belum dewasa dan dalam daftar itu harus disebutkan barang-barang yang hendak
dijual. Pengadilan negeri berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang
itu, baik barang-barang yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut
pertimbangan pengadilan negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan
begitu banyak kerugian bagi si anak belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
395.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penjualan harus dilakukan di muka umum,
di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan
setempat. (AB. 15; KUHPerd. 370, 396,
452; Rv. 684 dst.)
396.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri boleh mengizinkan
penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar
biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya. Izin itu tidak
akan diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai
alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga
sedarah atau semenda. Bila keluarga sedarah atau semenda tidak semua datang
menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama dari mereka yang
datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih
rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang
ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd.
333 dst., 397 dst., 452; Rv. 685.)
397.
Segala bentuk acara yang ditentukan dalam pasal 393 tidak berlaku, bila dalam
suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa
orang pemilik barang yang belum dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa
penjualan itu selalu harus dilakukan di muka umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
398.
Bila hakim, sehubungan dengan pasal 393, mengizinkan penjualan surat-surat
berharga milik si anak belum dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu
hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah
sedemikian rupa, sehingga harganya pada hari penjualan dapat diperlihatkan
dalam surat kabar biasa mengenai harga atau pemberitahuan sejenis itu,
sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. (KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
399.
Wali tidak boleh menjual barang tak bergerak si anak belum dewasa, selain
dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan mempunyai kekuatan,
sebelum disahkan pengadilan negeri menurut syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 396. (KUHPerd. 452, 1470.)
400.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh menyewa atau mengambil
sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang si anak belum dewasa,
kecuali bila pengadilan negeri telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah
mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda si anak belum
dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali pengawaslah yang berhak
mengadakan perjanjian dengan si wali. (KUHPerd.
417, 452.) Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak
atau piutang terhadap mereka yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd. 333 dst., 370, 385, 452, 613,
1533, 1548.)
401.
Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa,
selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1046.)
Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan
cara yang ditentukan dalam pasal 393. (KUHPerd.
371, 386, 430, 452, 1023, 1057, 1448.)
402.
Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan
bagi si anak belum dewasa; akibat hibah yang demikian adalah sama seperti
akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685, 1687.)
403.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum mengajukan gugatan di muka hakim
untuk si anak belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan,
atas tanggung jawab sendiri si wali boleh meminta kepada balai harta
peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu, atas permintaan tersebut,
harus menanyakan terlebih dulu pendapat para keluarga sedarah atau semenda si
anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya perwalian
pengawas tidak dilakukan oleh balai harta peninggalan sendiri. Wali yang tanpa
izin tersebut mengajukan gugatan di muka hakim atau mengadakan pembelaan atas
suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim untuk membayar segala biaya perkara
dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara
itu dimulainya atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali
untuk membayar biaya, kerugian dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu.
Hukuman yang sama dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut
didapatnya karena penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang
sebenarnya. (KUHPerd. 333 dst., 404
dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
404.
Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap si anak belum dewasa, wali tidak
leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari balai harta
peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lalu. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
405.
Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau
pembagian; tetapi tanpa izin ia boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau
pembagian yang diajukan terhadap anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
406.
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian
harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII
Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan. KUHPerd. 401, 452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)
406a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak belum dewasa yang berada
di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, pengadilan
negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk
menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian
selesai, atas jaminan yang ditentukan pengadilan negeri. (KUHPerd. 319e6.)
407.
Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali tidak boleh mengadakan
perdamaian atas nama si anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan
penyelesaian suatu perkara kepada wasit. (KUHPerd.
452, 1448; 1851; Rv. 615 dst.)
408.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika si ayah atau si ibu dan istrinya
atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta
bersama secara penuh atau terbatas, maka pengadilan negeri, setelah mendengar
atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau semenda beserta wali
pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu yang ditentukan,
bahkan sampai si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta
kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu.
Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah pengadilan negeri melihat
daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat
besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau wali pengawas. Izin
tersebut, atas permohonan wali atau wali pengawas, boleh dicabut setelah
mendengar seperti di atas. Bahkan kejaksaan, karena jabatan, boleh menuntut
pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127,
153, 155, 333 dst., 370, 452.)
Bagian 12
Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
409.
Setiap wali, pada akhir perwalian wajib mengadakan perhitungan penutup dan
pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372,
378, 381b, 452; Rv. 580-8?; IR. 233.)
410.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perhitungan dan
pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada si anak belum
dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila ia telah
meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih dulu
biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang
perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian. (KUHPerd. 330, 370, 419, 452; Rv. 99, 764
dst.)
411.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Semua wali, kecuali ayah, ibu dan wali peserta, boleh
memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala pendapatan, dua persen
dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari modal yang mereka
terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang ditentukan dengan
surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam pasal 355; dalam hal yang
demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih besar. (Ov. 22, 80;
KUHPerd. 388, 452, 1794; S. 1924-523.)
(Dg. S. 1927-31 ditambahkan alinea kedua, kemudian dicabut lagi dg. S.
1927-456.)
412.
Setiap persetujuan mengenai perwalian dan perhitungan-perwalian, yang telah
diadakan antara wali dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa,
adalah batal dan tidak berharga, bila persetujuan itu tidak didahului
perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang
diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak
yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu, yang diberikan
sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904, 1451, 1852.)
413.
Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus
memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala bunga dari apa yang
masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya tidak akan berjalan,
kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah perhitungan dan
pertanggungjawaban ditutup. (KUHPerd.
335 dst., 452, 1149-7?, 1250, 1767; Rv. 580-8?, 704-31, 774; Wsk. 33; S.
1848-22.)
414.
Segala tuntutan si anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan
perwalian, gugur karena daluwarsa setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak
anak itu menjadi dewasa. (KUHPerd. 452,
1946.)
Bagian 13
Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
415.
(s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan
negeri ada balai harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama
dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73
dst.) Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada
suatu balai harta peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan
oleh atau atas nama salah satu balai harta peninggalan yang lain. Dalam hal
demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang
anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta peninggalan tersebut
pertama.
Kecuali
dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua balai harta peninggalan,
anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta
peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila
pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea
yang lalu, maka balai harta peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai
harta peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut
terakhir, dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota
perwakilan tersebut. (s.d.u. dg. S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta
peninggalan harus diangkat agen-agen di tempat-tempat yang benar-benar
membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t. dg. S. 1916-325.) Penunjukan wakil semua
balai harta peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah
Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.
416.
Instruksi untuk semua balai harta peninggalan ditentukan oleh pemerintah,
setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan
dalam tiap-tiap balai harta peninggalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70; KUHPerd.
366, 452; Rv. 787; S. 1872-166.)
416a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Dalam daerah
hukum setiap pengadilan negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan
melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas
disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturan-peraturan pemerintah
lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan putusan
hakim menurut pasal 214, pasal 319f alinea kelima, atau pasal 382 alinea
ketiga, seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut
pasal 319i atau pasal 382a. (S. 1927-382.) (s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan
tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan
pengadilan negeri. Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada
negara. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau
Bab X, XI, XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang
pengacara atau advokat tidak diharuskan. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan
perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang
menurut buku ini diwajibkan memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan
anak belum dewasa, digunakan sesuai dengan maksudnya.
416b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Tanpa
mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri dari balai harta
peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah.
(S. 1927-382.) Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya
oleh alinea kedua pasal 415, maka dewan perwalian terdiri dari anggota
perwakilan balai harta peninggalan yang berkedudukan di lain daerah, yaitu
anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan
oleh pemerintah. (S. 1934-28.) Pegawai balai harta peninggalan melakukan tugas
pada dewan perwalian sama seperti pada balai harta peninggalan. Cara dewan
perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Untuk
tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
417.
(s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181; 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap balai harta
peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya
kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam
hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di luar gedung rapat
mereka. (KUHPerd. 127, 386, 395, 452,
1071 dst., 1075; F. 67 dst.) Dalam hal-hal, bila balai harta peninggalan
dan dewan perwalian dimintai pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya
secara tertulis dengan alasan-alasannya. (KUHPerd.
38, 41, 381, 384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
418.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
tidak bisa dikesampingkan dan segala campur tangan, yang diperintahkan kepada
mereka menurut ketentuan undang-undang.
(KUHPerd. 366, 449, 451 dst., 1127.) Segala perbuatan dan perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga. (AB.
23.)
418a.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kepala daerah dan pegawai catatan sipil
wajib sedapat mungkin memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada
balai harta peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula
memberikan semua salinan dan petikan dari daftar-daftar yang diminta oleh
majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan dan
petikan yang diberikan itu bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61?.)
Pendewasaan
419.
Dengan pendewasaan, seorang anak yang masih di bawah umur boleh dinyatakan
dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399, 420 dst., 426
dst.)
420.
Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah umur menjadi dewasa,
diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan dewasa, yang
diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
421.
Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh
anak yang di bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh.
Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak
dapat diberikan, tanda bukti lain yang sah tentang umur yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330, 383; BS. 40.)
422.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah Agung tidak memberi nasihat
sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tua anak yang di bawah
umur itu atau orang tuanya yang masih hidup, dan bila anak yang di bawah umur
itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya dan keluarga-keluarga
sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300,
306, 333 dst.)
423.
(s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206
berlaku terhadap pemeriksaan termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para
orang tua, wali dan wali pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar
kabupaten tempat Mahkamah Agung berkedudukan. Pegawai yang ditugaskan melakukan
pemeriksaan itu, harus memberikan penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu
pada waktu mengirimkan berita acaranya. Berita acara itu dengan penjelasannya
harus dilampirkan pada nasihat yang harus disampaikan oleh Mahkamah Agung
kepada pemerintah.
424.
Si anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal sama dengan orang
dewasa. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib untuk meminta izin
dari para orang tuanya atau dari kakek-neneknya atau dari pengadilan negeri
menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal 37, sampai dia mencapai umur dua
puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar kawin yang telah
diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka mencapai umur dua
puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299,
330, 1006.)
425.
(s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk
kepentingan anak yang masih di bawah umur itu, pemerintah bebas untuk
menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu suatu ketentuan, bahwa meskipun
anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak diperbolehkan, sampai dia mencapai
umur dua puluh satu tahun penuh, untuk memindahtangankan atau membebani harta
tak bergeraknya selain dengan persetujuan pengadilan negeri di tempat
tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil secukupnya kedua
orang tuanya, atau salah seorang yang masih hidup dari mereka, atau bila
keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda. Dalam hal
penjualan, pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan di bawah
tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.)
Terhadap pemeriksaan kedua orang tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
426.
(s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan, yang
memberikan hak-hak tertentu sebagai orang dewasa kepada anak yang di bawah umur,
boleh diberikan oleh pengadilan negeri kepada anak yang di bawah umur atas
permohonannya, bila dia telah mencapai umur delapan belas tahun penuh. Hal itu
tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang tuanya yang
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299 dst., 307 dst., 430 dst.)
427.
(s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri tidak
mengambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang
tuanya, bila anak yang di bawah umur itu ada dalam kekuasaan orang tuanya, atau
bila dia ada dalam perwalian, mendengar atau memanggil dengan sah walinya, wali
pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda, serta kedua orang tuanya atau orang
tua yang masih hidup bila yang melakukan perwalian atas orang yang di bawah
umur itu bukan orang tuanya. Alinea keempat pasal 206 berlaku dalam hal
mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas. Sebelum mengambil keputusan,
pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah umur itu untuk menghadap
sendiri. Sebelum menutup pemeriksaan, pengadilan negeri harus menentukan hari
pengambilan keputusan. Terhadap keputusan pengadilan negeri ini, tidak dapat
dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst.,
330, 349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
428.
(s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan pendewasaan, pengadilan negeri
harus menentukan dengan tegas, hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada
anak yang di bawah umur itu. (KUHPerd. 430.)
429.
Si anak di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap
sebagai orang dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan
yang dengan tegas diperintahkan kepadanya, dan ia tidak boleh mengingkari
keabsahannya atas dasar kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya dia tetap dalam
kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428,
1446 dst.)
430.
Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada si anak yang belum dewasa menurut
pasal-pasal 426, 427, dan 428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak
untuk menerima seluruh atau sebagian pendapatannya, mengeluarkan dan
menggunakan pendapatannya itu, mengadakan persewaan, menggarap tanah-tanahnya,
dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu, melakukan suatu pekerjaan
tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan akhirnya
menjalankan mata-pencaharian dan perdagangan. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam
kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu berwenang seperti
seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang berhubungan dengan
pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu, kecuali pemindahtanganan dan
pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan dan penggadaian
efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku besar
utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek dan saham-saham dalam
perseroan terbatas atau perseroan lain. (s.d.t. dg. S. 1875-257.) Dalam hal
perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan pendewasaan yang telah
diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik sebagai penggugat maupun
sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu. (KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst.
613, 814, 1385, 1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19 dst., 40 dst.)
431.
(s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan tersebut dalam lima
pasal yang lampau, oleh pengadilan negeri boleh ditarik kembali, bila anak yang
di bawah umur itu menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran, bahwa
dia akan menyalahgunakannya. Penarikan kembali dilakukan atas permohonan
ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup, atau atas permohonan ibunya, bila
kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas permohonan wali atau wali
pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada dalam perwalian.
Terhadap
permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan
sah anak yang di bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh
wali pengawasnya, atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila
permohonan diajukan oleh si wali. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya
keluarga sedarah atau semenda, dan ayahnya atau ibunya, sekiranya salah seorang
dari antara mereka masih hidup tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk
didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst., 370, 427.) (s.d.t. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap pemeriksaan
para orang tua, wali dan wali pengawas.
432.
Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula pencabutannya menurut
pasal-pasal yang lampau, harus diumumkan dengan cara membuat maklumat dan
memasangnya dalam berita negara. (Ov. 105.) Dalam maklumat pendewasaan itu,
harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa hal itu diberikan.
Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun pencabutannya, tidak
berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd.
430 dst.; S. 1851-51.)
Pengampuan
433.
Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata
gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap
menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah
pengampuan karena keborosan. (KUHPerd.
456 dst., 460, 462, 895, 1006, 1330.)
434.
Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan
keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan
hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh
mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam
satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau
suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap
mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri
sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst. 445;
IR. 229 dsb.)
435.
Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh
orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka jawatan kejaksaan wajib
memintanya. Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan
kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau istri, juga yang tidak
mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia.
436.
Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang
dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
437.
Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila mata gelap atau
keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat permintaan, dengan
bukti-bukti dan penyebutan saksi-saksinya.
(KUHPerd. 440, 456 dst., 1909, 1914.)
438.
Bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting
guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah
atau semenda. (KUHPerd. 290, 333 dst.,
453; IR. 230.)
439.
Pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang
tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan
pengampuan; bila orang ini tidak mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus
dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa orang hakim yang diangkat
untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan
kejaksaan. (KUHPerd. 445.)
Bila
rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal
lebih dari pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala
pemerintahan setempat. Dari pemeriksaan ini, yang tidak usah dihadiri oleh
jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan
kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445,
1023.)
Pemeriksaan
tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu
diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari
anggota-anggota keluarga sedarah. (KUHPerd.
441, 443, 455.)
440.
Bila pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga
sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan
pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka
pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata-cara
lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri harus memerintahkan
pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi
jelas. (KUHPerd. 437, 445.)
441.
Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam pasal 439, bila ada alasan,
pengadilan negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus
pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuannya. (KUHPerd. 445 dst., 449; IR. 231.)
442.
Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang
terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan
berdasarkan kesimpulan jaksa. (KUHPerd.
445.)
443.
Bila dimohonkan banding, maka hakim banding, sekiranya ada alasan, dapat
mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR. 236.)
444.
Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang
ditetapkan dalam penetapan atau keputusan itu, harus diberitahukan oleh pihak
yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan
menempatkannya dalam berita negara; semuanya atas ancaman hukuman membayar
segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
445.
Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea keempat pasal 434, pengadilan
negeri mendengar para keluarga sedarah atau keluarga semenda dan, sendiri atau
dengan wakilnya, si suami atau si istrinya yang meminta, sekiranya ini berada
di Indonesia; juga harus dilakukan ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea
kesatu dan kedua, 440, 441 dan 442. Dalam hal demikian, jawatan kejaksaan harus
menyelenggarakan pengumuman mengenai keputusan dengan cara yang ditentukan
dalam pasal 444.
446.
Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau penetapan diucapkan.
Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di
bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun demikian, seseorang yang
ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak membuat
surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441,
444, 449, 895, 1330, 1446, 1813; Rv. 248-2?.)
447.
Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan
berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar
pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan. (KUHPerd. 61-3?, 88, 1330-2?.)
448.
Setelah seseorang meninggal dunia, maka segala tindak perdata yang telah
dilakukannya, kecuali pembuatan surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu,
gila dan mata gelap, tidak dapat disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya
telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia meninggal dunia, kecuali bila
bukti-bukti tentang penyakit-penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang
disanggah itu. (KUHPerd. 446, 895,
1320-1?.)
449.
Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti,
maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang pengampu. Pengangkatan itu segera
diberitahukan kepada balai harta peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan
kepada balai harta peninggalan,
(KUHPerd. 418.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal yang
demikian, berakhirlah segala campur tangan pengurus sementara, yang wajib
mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada
pengampu; bila ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan
pertanggungjawaban itu harus di harus dilakukan kepada pengampu pengawas. (KUHPerd. 359 dst., 377 dst., 379 dst.,
441, 446; Rv. 580-8?; Wak. 60.)
450.
Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
451.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika alasan-alasan penting
menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu, suami atau istri harus
diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya, tanpa mewajibkan si istri
mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan
itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377
dst., 379-3?, 380, 418.)
452.
Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang
belum dewasa. Bila seseorang yang karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan
hendak melangsungkan perkawinan, maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal
151 berlaku terhadapnya. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan
undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam
pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391
dan berikutnya dalam Bagian 11, 12, dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap
pengampuan. (Ov. 23; KUHPerd. 63, 330,
458, 539, 1006, 1046, 1149-7?, 1330 dst., 1446, 1454, 1813; Rv. 336; KUHP. 35,
37, 524.)
453.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang yang ditempatkan di bawah
pengampuan mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang
tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari
kekuasaan orang tua, atau berdasarkan pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan
kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang
tua, seperti juga jika orang yang di bawah pengampuan itu menjadi wali atas
anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak
belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau
suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan yang dimaksudkan dalam pasal
206 dan pasal 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a,
atau dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 300, 345, 353, 458.)
454.
Penghasilan orang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keadaan dungu,
gila atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan
memperlancar penyembuhan. (KUHPerd. 388,
391, 451.)
455.
Dicabut dg. S. 1897-53.
456.
(s.d.u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan
mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya
terlanjur buruk dan terus-menerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti
diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di
Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457;
IR. 234.)
457.
Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak, para kepala daerah setempat,
menjelang pengesahan pengadilan negeri, berkuasa memerintahkan penahanan
sementara orang-orang yang dimaksud dalam pasal-pasal yang lalu. Mereka wajib
untuk bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat hari atau,
dalam hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang bersangkutan ada di pulau
lain, dengan kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat tentang
penahanan kepada kejaksaan yang berwenang, yang harus menyampaikan lagi
surat-surat itu dengan tuntutannya kepada pengadilan negeri segera setelah
menerima surat-surat itu. Bila pengadilan negeri tidak menemukan alasan-alasan
guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan harus diperintahkan supaya orang
yang ditahan itu segera dikeluarkan dari tahanan. Putusan ini harus segera dilaksanakan
oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah diterimanya, dan hal itu
harus diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
alinea kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
458.
Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan
perkawinan, pula tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian, selain dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan pada pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
459.
Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga sedarah dalam garis ke atas
atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun
lamanya; setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan
permintaan ini harus dikabulkan.
(KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
460.
Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi
pembebasan dari pengampuan ini tidak akan diberikan, selain dengan
memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh
pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak
boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan tentang pembebasan
pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 88, 433 dst., IR. 232.)
461.
Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam pasal
444.
Ketentuan
penutup
462.
Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau mata
gelap, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di
bawah pengawasan ayahnya, ibunya atau walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.) Alinea kedua dan ketiga dicabut
berdasarkan S. 1897-53.
Ketidakhadiran
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan sementara
463.
Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk
mewakilinya dalam urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk
mengatur pengelolaannya mengenai hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya
tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan sangat memerlukan mengatur pengelolaan
itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk mengusahakan wakil baginya, maka atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan,
pengadilan negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu
harus memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan
kepentingan-kepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya,
dan bertindak sebagai wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.) Semuanya itu tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau
ketidakmampuan yang nyata. (KUPerd. 17,
374, 470, 1079, 1813; F. 1 dst.) (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181.) Sekiranya
harta kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir itu sedikit, maka atas
permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari
permintaan atau tuntutan itu karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan
penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut
yang masih akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta
kekayaan dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak
hadir itu, atau kepada istri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya
kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, istri
atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya,
setelah dikurangi segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa
hasil dan pendapatannya. Ketentuan-ketentuan pasal berikut dari bagian ini
tidak berlaku terhadap pengelola tersebut diatas.
464.
Balai harta peninggalan berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, untuk
membuat daftar lengkap harta kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan
kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta peninggalan harus mengindahkan
peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta kekayaan anak-anak yang masih di
bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada pengelolaannya,
kecuali bila pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov.
100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465
dst.; Rv. 672.)
465.
Balai harta peninggalan berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan
pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-efek dan surat-surat
yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan kejaksaan pada
pengadilan negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini boleh dibuat di
atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata cara peradilan.
Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh
mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, sejauh hal itu dianggapnya perlu
untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. Pengesahan
perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang yang tidak
hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan
keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791, 803; Rv. 764 dst.)
466.
Dihapus dg. S. 1928-210; memberi wewenang untuk pengelolaan dalam
memperhitungkan upah yang ditetapkan dalam KUHPerdata.
463 dst.
Bagian 2
Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal
dunia
467.
Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk
mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau mengatur
pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun sejak
kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang
membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun
itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka tak peduli
apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang
yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat tinggal yang
ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan
panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama
lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan. Bila atas panggilan itu tidak
menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain
untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan
izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam
hal seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus
diberikan. Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar
yang dengan tegas akan ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan
izin yang pertama, dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama
ruang sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat
tinggal terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd.
463, 469 dst., 472, 475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7?)
468.
Bila atas panggilan ketiga tidak datang menghadap, baik orang yang dalam
keadaan tak hadir, maupun orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya
orang itu, maka pengadilan negeri, atas tuntutan jawatan kejaksaan dan setelah
mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu
telah meninggal, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya, atau
sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus
dinyatakan dalam putusan itu. (KUHPerd.
463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
469.
Sebelum mengambil putusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan
pemeriksaan saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan
kejaksaan, pengadilan negeri harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya
ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin telah menghalangi penerimaan kabar
dari orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan negeri, berkenaan dengan
ini semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai lima tahun lebih lama
daripada jangka waktu tersebut dalam pasal 467, dan boleh memerintahkan
pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam surat kabar,
sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan orang yang
dalam keadaan tidak hadir itu. (KUHPerd.
494; Rv. 171 dst.)
470.
Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa
untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya,
dan bila telah lampau sepuluh tahun setelah keberangkatannya, atau setelah
berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak
ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah mati, maka atas permohonan
orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam keadaan tak hadir itu boleh
dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang kematiannya,
dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal
yang lalu. Berlalunya waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa
yang diberikan atau pengaturan yang diadakan oleh orang yang dalam keadaan tak
hadir itu telah berakhir lebih dahulu. Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini,
pengelolaan harus diselenggarakan dengan cara seperti yang tercantum dalam
Bagian 1 bab ini. (KUHPerd. 463, 467,
1795; 1813.)
471.
Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan
surat kabar yang telah digunakan dalam pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian
3
Hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang yang diduga sebagai ahli bagian wais dan
orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan mengenai dugaan
tentang kematian.
472.
Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak
hadir, yakni mereka yang pada hari yang dinyatakan dalam putusan hakim itu
berhak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu, baik
menurut hak waris karena kematian, maupun menurut surat wasiat, berwenang untuk
menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan barang-barang itu dari
balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi tugas pengelolaan
barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk menguasai
barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu; segala sesuatunya
itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan, yang
disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang itu akan digunakan
tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu atau, bila
sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan, semuanya untuk
kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia ulang kembali,
atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak mereka kemudian
ternyata lebih kuat. Dengan demikian, mereka yang diduga menjadi ahli waris
beserta orang-orang yang berkepentingan, berwenang untuk menuntut supaya dibuka
surat-surat wasiatnya, sekiranya ada. (KUHPerd.
463, 465, 468, 473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611
dst., 764.)
473.
Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang lalu, barang-barang itu
harus ditaruh di bawah pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang-barang
bergerak harus diperintahkan penjualannya, dengan mengindahkan
peraturan-peraturan yang terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787 kitab
undang-undang ini. (KUHPerd. 789, 792,
803, 1730.)
474.
Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang
yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
sama, seperti yang diatur untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan untuk hal itu berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan
lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
475.
Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam tiga pasal yang lalu tentang
para ahli waris dugaan dari orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang
yang mendapat hibah wasiat, dan orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu
hak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu bila dia ini
meninggal, boleh segera melakukan hak mereka. (KUHPerd. 472, 807-1?, 880 dst., 959.)
476.
Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang dari orang yang dalam
keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya, berkewajiban untuk
memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk menyerahkan barang-barang
itu kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila dia pulang, atau kepada para
ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya mereka datang, dan
menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd.
472 dst., 475.)
477.
Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil barang-barang ke dalam
penguasaannya, berkewajiban untuk membuat daftar lengkap barang-barang yang
ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada mereka diberikan
hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak diadakan
pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam hal-hal yang
diatur pada pasal 1031, mereka kehilangan hak istimewa tersebut di atas, tanpa
mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 783, 1023 dst.)
478.
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada
ketentuan lain, para ahli waris dugaan boleh membagi di antara mereka segala
harta peninggalan orang yang dalam keadaan tidak hadir yang telah mereka
kuasai, dengan mengindahkan peraturan-peraturan tentang pemisahan harta
peninggalan. Namun barang-barang tetapnya tidak boleh dijual untuk dapat mengadakan
pemisahan itu, melainkan harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat
dibagi atau dimasukkan dalam suatu kaveling, dan hasilnya dapat dibagi menurut
kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu harus dibuatkan dan ditandatangani
sebuah akta, yang juga menunjukkan, barang-barang apakah yang diberikan kepada
penerima hibah wasiat dan orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd. 479 dst., 484, 1066 dst., 1169, 1730.)
479.
Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu, demikian pula akta tentang
jaminan, harus dibawa ke kepaniteraan pengadilan negeri yang telah mengeluarkan
keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan di sana. (KUHPerd. 467, 472, 480; Rv. 612 dst.)
480.
Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lalu telah mendapat bagian dari
barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka
boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat
untuk itu oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya barang-barang itu
terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang keadaannya. Setelah ahli-ahli itu
memberikan perslah kepada pengadilan, dan pengadilan mengesahkannya, kemudian
mendengar jawatan kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di
kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
481.
Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang
dibagikan kepada ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya untuk dikelola,
selanjutnya tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu
yang ditentukan dalam pasal 484, kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan
izin pengadilan negeri. (KUHPerd. 1168,
1170.)
482.
Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang kembali setelah ada
keterangan kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam
keadaan hidup, maka mereka yang telah menikmati hasil-hasil dan
pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk mengembalikan
hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut: setengahnya bila dia
pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia masih hidup diperoleh dalam
waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan yang dinyatakan dalam
putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu diperoleh kemudian,
tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah pernyataan itu. Akan
tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri yang telah memberi
keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya barang-barang yang
ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang pengembalian
hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan sama sekali. (KUHPerd. 468, 474, 486, 492.)
483.
Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta
bersama, atau gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil
dan pendapatan, sedangkan istri atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu
berjalan terus, maka dia boleh mencegah pengambilan barang-barang dalam
penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga sebagai ahli waris, dan
mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah kematian
orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau mempertahankan
barang-barang itu dalam pengelolaanya, dengan mendahului yang lain-lain, dengan
menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal 477. Akan tetapi
penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan segala
akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh tahun
penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan
kematian dugaan itu. Namun bila si istri atau si suami tidak menentang
pengambilan barang-barang dalam penguasaan itu oleh para ahli waris, maka ia
boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang miliknya
sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia memberikan jaminan
untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Si istri yang memilih
dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk melepaskan diri
dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd. 114, 119, 124 dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484,
493.)
484.
Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang
dinyatakan dalam keputusan hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus
tahun penuh setelah kelahiran orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin
dibebaskan dan pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh
pembagian itu telah terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan
boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta
peninggalan itu secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran
harta, dan dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau
menolak warisan, menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486 dst., 1029, 1066 dst.;
BS. 40.)
485.
Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang
kematian orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar
undang-undang atau atas dasar penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak
hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta peninggalannya, atau para pengganti
mereka itu, boleh menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan atas
dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd.
126.)
486.
Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau
menunjukkan bahwa dia masih hidup, setelah lampau tiga puluh tahun sejak hari
kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, maka dia hanya
berhak untuk menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan seperti adanya pada
waktu itu, beserta harga barang-barang yang telah dipindahtangankan, atau
barang-barang yang telah dibeli dengan hasil pemindahtanganan barang-barang
kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil atau pendapatan. (KUHPerd. 468, 482, 484, 830.)
487.
Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih lanjut orang yang dalam
keadaan tak hadir, boleh menerima kembali barang-barangnya, sejauh hak mereka
timbul dalam waktu tiga puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam
pasal 484.
488.
Bila dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua
tuntutan hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan
terhadap para ahli waris dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam
penguasaan mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa
mereka akan pendaftaran harta peninggalan.
(KUHPerd. 463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4
Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir bagian yang tak
pasti hidup atau mati.
489.
Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang yang tak
hadir kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah
keadaan hidup atau matinya menjadi tidak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa
orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat hak itu jatuh padanya; selama
dia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya harus dinyatakan tidak dapat
diterima. (KUHPerd. 468, 836, 847, 899,
1865.)
490.
Bila pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh
suatu warisan atau hibah wasiat, yang sedianya menjadi hak orang-orang lain
andaikata orang yang tak hadir itu hidup, atau yang sedianya harus dibagi
dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah wasiat itu, seluruhnya atau
sebagian, boleh diambil dalam penguasaan oleh orang-orang lain itu, seakan-akan
orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban untuk membuktikan kematian orang
itu; namun untuk itu mereka harus mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan
negeri yang dalam daerah hukumnya terletak rumah kematian orang itu, dan
pengadilan itu harus memerintahkan pemanggilan-pemanggilan umum dan
mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu untuk pihak-pihak yang
berkepentingan. (KUHPerd. 467, 472 dst.,
477, 836, 847, 852 dst., 880, 899,)
491.
Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak mengesampingkan hak untuk
menuntut warisan-warisan dan hak-hak lain yang ternyata kemudian telah jatuh
pada orang yang dalam keadaan tak hadir itu atau orang-orang yang telah
mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya hapus oleh lampaunya waktu
yang disyaratkan untuk kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1055, 1987 dst.) 492. Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak
hadir itu pulang kembali, atau haknya dituntut atas namanya, pengembalian
penghasilan dan pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari ketika hak
itu jatuh pada orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut
ketentuan-ketentuan pasal 482.
Bagian 5
Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan
perkawinan
493.
Bila salah seorang dari suami-istri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan
kemauan buruk, selama sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa
berita tentang hidup-matinya orang itu, maka suami atau istri yang ditinggalkan
berwenang untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga kali berturut-turut
dengan panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan dalam pasal 467 dan
pasal 468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat tinggal mereka bersama. (Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2?,
199-2?, 209-2?, 211.)
494.
Bila atas panggilan ketiga dari pengadilan, baik orang yang tak hadir maupun
orang lain untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup petunjuk tentang
hidupnya orang itu, maka pengadilan negeri boleh memberi izin kepada suami atau
istri yang ditinggalkan untuk kawin dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan
pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
495. Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum
perkawinan dengan yang itu dilakukan, orang yang tak hadir itu muncul, atau
seseorang membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang itu, maka izin yang
telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang ditinggalkan itu
telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga mempunyai hak untuk
melakukan perkawinan lain.
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.