HUKUM MEMPELAJARI ILMU SIHIR GUNA
MEMBENTENGI DIRI
Keadaan
suatu negeri yang berlatar belakang animisme dan dinamisme ternyata sangat
berpengaruh bagi masyarakatnya. Sisa-sisa ajaran tersebut nampak berbekas walau
pun sudah berlalu sekian lama dari masa. Terlebih lagi di saat ilmu Dien yang
bertumpu pada tauhid dan menjauhi kesyirikan mulai langka di masyarakat.
Akibatnya, syirik dikira tauhid dan tauhid dikira syirik, sunnah dikira bid’ah,
dan bid’ah dikira sunnah, kebenaran dikira kebatilan, dan kebatilan dikira
kebenaran. Diantara warisan animisme dan dinamisme yang masih bercokol di
tengah-tengah masyarakat adalah sihir. Bahkan semakin parah di saat kalangan
yang beridentitas ”Santri” bahkan “Kyai” ada yang menekuni dan
mengajarkannya dengan dihiasi wirid-wirid tertentu, seraya berkata: “Ini
ilmu putih bukan ilmu hitam”. Padahal hakekatnya sama-sama hitamnya dan
sama-sama sihirnya.
Akibatnya
orang-orang awam pun terpengaruh. Ada yang mempelajarinya dalam rangka
membentengi diri (pagar diri) atau untuk memukul lawannya dengan sihir
tersebut, ada pula yang berobat dari sakitnya (disihir) dengan mendatangi para
tukang sihir.
Demikianlah
di antara sketsa kehidupan masyarakat kita. Namun di lain pihak ada orang-orang
yang tidak percaya dengan adanya sihir, bahkan menyatakan bahwa sihir itu tidak
ada hakekatnya, sebagai reaksi balik terhadap pihak yang pertama tadi.
Oleh
karena itu dalam edisi kali ini, kami angkat topik seputar sihir, sebagai
tambahan ilmu untuk masyarakat, sekaligus sebagai bimbingan agar terhindar dari
bahaya sihir, kekufuran, dan kesyirikan, menuju tauhid dan jalan kebenaran.
Pengertian
Sihir
Sihir
secara lughowi (bahasa) adalah ungkapan tentang suatu perkara yang disebabkan
oleh sesuatu yang samar dan lembut. Sedangkan menurut istilah syariat terbagi
menjadi dua makna :
Pertama
: Yaitu buhul-buhul dan
mantera-mantera, maksudnya adalah bacaan-bacaan dan mantera-mantera yang
dijadikan perantara oleh tukang sihir untuk minta bantuan pada syaithon dalam
rangka memberi kemudharatan kepada orang yang disihir. Akan tetapi Allah ?
telah berfirman:
وَ
مَا هُمْ بِضَارِّيْنَ به من أَحَدٍ إَلاَّ بِإِذْنِ اللهِ
“Dan
mereka itu (ahli sihir) tidak akan mampu memberikan mudharat dengan sihirnya
kepada siapa pun, kecuali dengan idzin Allah”. (QS. Al Baqarah :162)
Kedua
: yaitu berupa obat-obatan atau
jamu-jamuan yang berpengaruh terhadap orang yang disihir, baik secara fisik,
mental, kemauan dan kecondongannya. Sehingga engkau dapati orang yang disihir
tersebut berpaling dan berubah (dari kebiasaanya). (Al Qoulul Mufid karya Asy
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin juz 1, hal. 489)
Hukum
Sihir
Sihir
dalam bentuk apapun, diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan keharaman ini
terbagi menjadi dua macam :
Pertama
: Sihir yang termasuk perbuatan syirik,
jika menggunakan perantara para syaithon (jin-jin kafir), dimana para tukang
sihir tersebut beribadah dan mendekatkan diri kepada para syaithon (jin-jin
kafir) supaya bisa menguasai orang yang akan disihir.
Kedua
: Sihir yang termasuk perbuatan
permusuhan dan kefasikan, jika tukang sihir hanya sebatas menggunakan perantara
obat-obatan (jejamuan) dan sejenisnya. (Al Qoulul Mufid juz 1, hal. 489)
Kafirkah
Tukang Sihir ?
Para
Ulama berbeda pendapat tentang tukang sihir. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa tukang sihir itu kafir, dan di antara yang berpendapat
demikian adalah Al Imam Malik, Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Ahmad bin
Hanbal.
Berkata
Al Imam Ahmad rahimahullah kepada para muridnya: “…..kecuali sihirnya dengan
obat-obatan, asap dupa dan menyiram sesuatu yang bisa memberikan mudharat, maka
tidaklah kafir. (Fathul Majid hal. 336)
Asy-Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin berkata: “…akan tetapi dengan pembagian yang
telah kami sebutkan tentang hukum permasalahan ini menjadi jelaslah barangsiapa
yang sihirnya dengan perantara syaithon (jin-jin kafir-red) maka dia telah
kafir. Karena kebanyakannya tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya unsur
kesyirikan (penyembahan terhadap syaithon tersebut -red). Hal ini didasarkan
pada firman Allah ? :
وَ
اتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِيْنُ على مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَ مَا كَفَرَ
سُلَيْمَانُ وَ لَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ
وَ مَا أُنْزِلَ على الْمَلَكَيْنِ بِبَابِيْلَ هرُوْتَ وَ مرُوْتَ, وَ مَا
يُعَلِّمَانِ من أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلآ إَنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Dan
mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh para syaithon pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya
para syaithon itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri
Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak akan mengajarkan sesuatu
kepada siapa pun, sebelum keduanya mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
bagimu, sebab itu janganlah engkau kafir”. (QS. Al Baqarah :102)
Sedangkan
tukang sihir yang menggunakan obat-obatan (jamu-jamuan/ramu-ramuan) dan
sejenisnya maka dia tidak kafir, akan tetapi dia telah berbuat dosa yang sangat
besar.
Apakah
Sihir Ada Hakekatnya ?
Ya!
Sihir ada hakekatnya dan terjadi dengan sebenarnya, akan tetapi segala sesuatu
tidak akan terjadi kecuali dengan idzin Allah ? dan ini merupakan aqidah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah yang didasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman
Salaful Ummah.
Berkata
Abu Muhammad Al Maqdisi di dalam Al Kaafi setelah menyebutkan ayat : وَ من
شَرِّ النَّفَاثَاتِ فى الْعُقَدِ
“…dan
dari kejelekan hembusan-hembusan para tukang sihir pada buhul-buhul”. (QS.
Al Falaq : 4)
“Kalau
sihir tidak ada hakekatnya niscaya Allah tidak akan memerintahkan agar memohon
perlindungan kepada-Nya dari bahaya sihir”. (Fathul Majid hal. 335)
Demikian
pula Rasulullah ? sendiri pernah disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid
bin Al A’shom. Sebagaimana hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al Imam Al
Bukhori rahimahullah :
أَنَّ
النَّبِيَّ ? سُحِرَ حَتَّى لَيُخَيَّلَ إلَيْهِ أنَّهُ يَفْعَلُ الشَيْءَ وَ مَا
يَفْعَلُهُ وَ أنَّهُ قَالَ لَهَا ذَاتَ يَوْمٍ : أَتَاني مَلَكَانِ وجَلَسَ
أَحَدُهما عِنْدَ رَأْسِي وَ الأخَرُ عِنَدَ رِجْلي, فَقَالَ : ما وَجَعُ
الرَّجُلِ ؟ قَالَ : مَطْبُوْبٌ وَ مَنْ طَبَِّهُ ؟ قَالَ : لَبِيْد بن الأَعْصَم
…
“Sesungguhnya
Nabi ? disihir sehingga dikhayalkan padanya bahwa beliau melakukan sesuatu
padahal beliau tidak melakukannya. Dan beliau ? pada suatu hari berkata kepada
Aisyah : “Telah datang padaku dua malaikat, salah satunya duduk di dekat
kepalaku dan yang lainnya di dekat kakiku. Salah satu malaikat tersebut berkata
kepada yang lainnya: “Apa penyakit laki-laki ini (Rasulullah)?. Yang satunya
menjawab terkena sihir”. “Siapa yang menyihirnya ?”. Satunya menjawab “Labid
bin Al A’shom …” .
Berkata
Ibnul Qoyyim : “Dan telah mengingkari hal ini (disihirnya Rasulullah ? -red)
sekelompok manusia. Mereka mengatakan: “Tidak boleh ini menimpa diri Rasul,
bahkan mereka menganggap ini sebagai suatu kekurangan dan aib “. Dan perkaranya
tidak seperti yang mereka duga, akan tetapi sihir tersebut adalah dari jenis
perkara (penyakit) yang berpengaruh terhadap diri Rasulullah ?, hal ini termasuk
dari jenis-jenis penyakit yang menimpanya sebagaimana beliau ? juga tertimpa
racun, dimana tidak ada perbedaan antara pengaruh sihir dengan racun”.
(Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124)
Al
Imam Ibnul Qoyyim Juga menyebutkan dari Al Qodhi ‘Iyadh, bahwasanya beliau
berkata: “Kejadian disihirnya Rasulullah ? tidak menodai kenabian beliau.
Adapun keberadaan atau kejadian beliau ? dikhayalkan melakukan sesuatu padahal
beliau tidak melakukannya, hal ini tidaklah mengurangi sifat shiddiq yang ada
pada diri beliau ? . dikarenakan adanya dalil bahkan ijma’ atas kemaksuman
beliau ? dari hal tersebut, akan tetapi hal ini suatu perkara duniawi yang
mungkin bisa menimpanya. Yang beliau ? tidak diutus karena sebab tersebut dan
tidak diberi keutamaan, karenanya pula beliau dalam hal ini seperti manusia
yang lainya, maka tidak mustahil untuk dikhayalkan kepada beliau ? dari
perkara-perkara yang tidak ada hakekatnya baginya, kemudian hilang dari beliau
dan kembali seperti keadaan semula. (Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124)
Ancaman
Allah Dan Rosul-Nya Terhadap Tukang Sihir
Di
antara ancaman-ancaman Allah ? di dalam Al Qur’an adalah firman-Nya: وَ
لَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فى الأخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
“…dan
sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab
Allah) dengan sihir itu, tidaklah ada keuntungan baginya di akhirat”. (QS. Al Baqarah : 102)
Berkata
Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat tersebut :
(
من خَلاَقٍ yaitu مِنْ نَصِيْبٍ ) “Tidak ada baginya bagian di akhirat.”
Berkata
Al Hasan : ( فَلَيْسَ له دِيْنٌ ) : “ Tidak ada agama baginya.”
Adapun
ancaman dari Allah ? adalah sebagaimana di dalam riwayat Al Bukhori dan Muslim
dari sahabat Abu Hurairoh, beliau ? bersabda :
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ المَُوْبِقَاتِ ؟ قَالُوا يَارَسُوْلَ اللهِ وَ مَا هُنَّ ؟ قَالَ
الشِرْكُ بِاللهِ وَ السِّحْرُ وَ قَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ وَ أَكْلُ الرِّبَا وَ أَكْلُ ماَلِ الْيَتِيْمِ وَ التَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَ قَذْفُ الْمحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Jauhilah
tujuh perkara yang membinasakan, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa
tujuh perkara tersebut?. Beliau ? menjawab: “Berbuat syirik kepada Allah ?,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh kecuali dengan haq (benar),
makan riba, makan harta anak yatim, lari dari pertempuran dan menuduh zina
wanita mukminah yang terhormat serta menjaga kehormatan”.
Apa
Hukum Mempelajari Ilmu Sihir Dengan Tujuan Untuk Membentengi Diri ?
Mempelajari
ilmu sihir hukumnya haram,
baik untuk diamalkan maupun sekedar untuk membentengi diri dari sihir. Karena
Allah ? telah menyebutkan di dalam Al Qur’an bahwa belajar ilmu sihir merupakan
salah satu bentuk kekufuran.
وَ
لَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَ مَا
أُنْزِلَ على الْمَلَكَيْنِ بِبَابِيْلَ هرُوْتَ وَ مرُوْتَ, وَ مَا يُعَلِّمَانِ
من أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلآ إَنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Mereka
(syaithon-syaithon) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan
kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya
tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum keduanya mengatakan:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) oleh sebab itu janganlah kamu kafir”.
(QS. Al Baqarah : 102)
Dan
juga sebagaimana disebutkan pada hadits yang sebelumnya bahwa sihir merupakan
bagian dari tujuh perkara yang membinaskan (المُوْبِقَات).
Bagi
yang membolehkan belajar ilmu sihir hanya sekedar untuk memenbentengi diri,
mereka berdalil dengan hadits : تَعَلَّمُوا السِّحْرَ وَلاَ تَعْمَلُوا بِهِ
“Belajarlah
kalian ilmu sihir dan jangan mengamalkannya”. Perlu diketahui bahwa hadits
tersebut adalah hadits palsu. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah jilid 1, hal.
38)
Bagaimana
Pergi Ke Tukang Sihir Untuk Mengobati Atau Menghilangkan Sihir ?
Tidak
boleh bagi orang yang terkena sihir pergi ke tukang sihir untuk menghilangkan
sihir yang menimpa dirinya, berdasarkan pada keumuman sabda Rasulullah ? :
لَيْسَ مِنَّا من تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ له أو تَكَهَّنَ أو تُكُهِّن له أو
سَحَرَ أو سُحِرَ له
“Bukan
dari golonganku (Rasulullah) orang yang mengundi nasib dengan burung dan
sejenisnya atau minta diundikan untuknya, meramal sesuatu yang ghaib (dukun)
atau minta diramalkan untuknya atau melakukan sihir atau minta disihirkan
untuknya”. (HR. At Thabrani)
Dan
didasarkan pula pada sabda Rasulullah ? tatkala ditanya tentang An Nusyroh
(menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir dengan sihir yang sama).
Rasulullah ? menjawab:
هَي
من عَمَلِ الشَّيْطَانِ
”Itu
adalah perbuatan syaithon”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al Baihaqi) serta
sabda Rasulullah ? :
“Berobatlah
kalian dan jangan kalian berobat dengan sesuatu yang haram, karena sesungguhnya
tidaklah Allah ? menurunkan suatu penyakit kecuali Allah ? telah menurunkan
obatnya pula”.
Cara
Yang Syar’i Dalam Mengobati Sihir
1.
Mengeluarkan sihir tersebut dan
membatalkannya, sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shohih dari Nabi ?
bahwasanya beliau ? berdo’a kepada Allah ? dalam perkara sihir tersebut. Maka
Allah tunjukkan kepada beliau ? (tempat buhul-buhul tersebut), kemudian beliau
mengeluarkannya (mengambil buhul-buhul tersebut) dari suatu sumur. Maka
hilanglah apa yang ada pada beliau, seakan-seakan beliau lepas dari ikatan.
2. Dengan dirukyah, yaitu dengan dibacakan Al
Qur’an dan do’a-do’a (yang bersumber dari Rasulullah ?) kepada yang terkena
sihir. Misalnya dengan dibacakan surat Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An
Naas, dan yang lainnya dari ayat-ayat Al Qur’an kemudian ditiupkan kepada yang
sakit, maka insya Allah akan sembuh. (Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124-127)
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.