ASAS-ASAS HUKUM DAGANG
I.
PENDAHULUAN
Sebelum kita melangkah lebih jauh dan
mendalam, kita dituntut untuk mengerti dan memahami Hukum Dagang. Dan
penerarapannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pertama kita dalam
membicarakan Hukum Dagang dalam negara diawali dengan mengemukakan definisi
dagang itu sendiri. Dengan terlebih dahulu mengemukakan definisinya yang sudah
disepakati oleh pakar-pakar ilmu hukum dagang sendiri, kita akan mengetahui
berbagai faktor dalam proses kemunculannya. Di sini kami akan mengemukakan beberapa
pendapat dan berbagai pemikiran tentang definisi dagang. Mayoritas masyarakat
dalam mendefinisikan dagang cenderung pada segi penjualan. Kecenderungan ini
telah tersiar baik di masyarakat sekitar. Akan kami sebutkan beberapa contoh
dari kecenderungan tersebut dan kami sedikit mengungkapkan dan membahas juga
menjawab asas-asas hukum dagang dalam tulisan ini.
II.
PERMASALAHAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
beberapa permasalahan, yaitu apakah ada kaitannya dengan masyarakat dan hubungannya
atau dalam istilah lain. Apa manfaatnya asas-asas hukum dagang itu bagi
masyarakat.
III. PEMBAHASAN
A. Definisi Dagang
Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum
ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan
menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud
memperoleh keuntungan.
Di zaman yang modern ini perdagangan adalah
pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan menjual
barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.
Adapun pemberian perantaraan kepada produsen
dan konsumen itu meliputi beberapa macam pekerjaan, misalnya :
1. Makelar, komisioner
2. Badan-badan usaha (assosiasi-assosiasi). Contoh : P.T,
V.O.F
3. Asuransi
4. Perantara bankir
5. Surat perniagaan untuk melakukan pembayaran, dengan cara
memperoleh kredit, dan sebagainya.
Orang membagi jenis perdagangan itu :
1. Menurut pekerjaan yang di
lakukan perdagangan
2. Menurut jenis barang yang
diperdagangkan
3. Menurut daerah, tempat perdagangan
itu dijalankan
Adapun usaha perniagaan itu meliputi :
1. Benda-benda yang dapat di raba,
dilihat serta hak-haknya
2. Para pelanggan
3. Rahasia-rahasia perusahaan.
Menurut Mr. M. Polak dan Mr. W.L.P.A
Molengraaff, bahwa : Kekayaan dari usaha perniagaan ini tidak terpisah dari
kekayaan prive perusahaan.
Dengan demikian sistem atau
perusahaan-perusahaan perdagangan yang berlaku pada umumnya tidak
mempertahankan memisah-misahkan kekayaan perusahaan dari kekayaan prive
perusahaan, berhubung dengan pertanggungan jawab pihak pengusaha terhadap
pihak-pihak ketiga. (para kreditor).
Menurut sejarah hukum dagang
Perkembangan dimulai sejak kurang lebih tahun
1500. di Italia dan Perancis selatan lahir kota-kota pesat perdagangan seperti
Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan lain-lain.
Pada hukum Romawi (corpus loris civilis)
dapat memberikan penyelesaian yang ada pada waktu itu, sehingga para pedagang (gilda)
memberikan sebuah peraturan sendiri yang bersifat kedaerahan.
B. Sistematika KUHD
Hukum dagang di Indonesia terutama bersumber
pada :
1. Hukum tertulis yang sudah di
kodifikasikan
a. KUHD
(kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia (W.K)
b. KUHS
(kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W)
2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, yakni :
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Hukum dagang di atas terkait
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran, dan dagang
pada umumnya.
KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang
lalu di bawa dari Belanda ke tanah air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia
pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-masing kitab di bagi
menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri. Dan terbagi dalam
bagian-bagian, dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan
masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat.
Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum
dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya
seperti :
1. Persetujuan jual beli (contract
of sale)
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract
of hire)
3. Persetujuan pinjaman uang (contract
of loun)
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS
juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum di
koodifikasikan) seperti :
1. Peraturan tentang koperasi
2. Peraturan pailisemen
3. Undang-undang oktroi
4. Peraturan lalu lintas
5. Peraturan maskapai andil
Indonesia
6. Peraturan tentang perusahaan Negara
C. Hubungan Hukum Perdata
dan KUHD
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari
aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan
manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan.
Menurut Prof.
Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak
dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum
perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.
Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi
terbukti di dalam :
1. Pasal 1 KUHD
2. Perjanjian jual beli
3. Asuransi yang diterapkan dalam
KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata
dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal
ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan
khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa
kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.
D. Perantara dalam Hukum Dagang
Pada zaman modern ini perdagangan dapat
diartikan sebagai pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen dalam hal
pembelian dan penjualan.
Pemberian perantaraan produsen kepada
konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan seperti misalnya :
1. Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan
sebagainya.
2. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat,
laut dan udara
3. Pertanggungan
(asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup
resiko pengangkutan dengan asuransi.
E. Pengangkutan
Pengangkutan adalah perjanjian di mana satu
pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang/barang dari satu tempat ke
lain tempat, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos. Menurut
undang-undang, seorang pengangkut hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan
saja, tidak perlu ia sendiri yang mengusahakan alat pengangkutan.
Di dalam hukum dagang di samping conossement
masih di kenal surat-surat berharga yang lain, misalnya, cheque, wesel yang
sama-sama merupakan perintah membayar dan keduanya memiliki perbedaan.
Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan
wesel di samping sebagai alat pembayaran keduanya memiliki fungsi lain yaitu
sebagai barang dagangan, suatu alat penagihan, ataupun sebagai pemberian
kredit.
F. Asuransi
Asuransi adalah suatu perjanjian yang dengan
sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu, kejadian mana akan
menentukan untung ruginya salah satu pihak. Asuransi merupakan perjanjian di
mana seorang penanggung, dengan menerima suatu premi menyanggupi kepada yang
tertanggung, untuk memberikan penggantian dari suatu kerugian atau kehilangan
keuntungan yang mungkin di derita oleh orang yang ditanggung sebagai akibat
dari suatu kejadian yang tidak tentu.
G. Sumber-sumber Hukum
Sumber-sumber hukum meliputi yang terdapat pada :
1. Kitab undang-undang hukum perdata
2. Kitab undang-undang hukum dagang, kebiasaan, yurisprudensi
dan peraturan-peraturan tertulis lainnya antara lain undang-undang tentang
bentuk-bentuk usaha negara (No.9 tahun 1969)
3. Undang-undang oktroi
4. Undang-undang tentang merek
5. Undang-undang tentang kadin
6. Undang-undang tentang perindustrian, koperasi, pailisemen
dan lain-lain.
H. Persetujuan Dagang
Dalam hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan
dagang, antara lain :
1. Firma
2. Perseroan komanditer
3. Perseroan terbatas
4. Koperasi
HUKUM DAGANG (KUHD)
PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Hukum
dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan
yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata
khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini
mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum
tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam
pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata
diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD
itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum),
sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan
hal tersebut berlaku ada gium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus
menghapus hukum umum).
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum Perdata
adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan Antara individu-individu
dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang
lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
2. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur
dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang
mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang
ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan
untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara
manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis
tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama
bersumber pada :
1. Hukum
tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau
Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau
Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan,
yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum
dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun,
seiringa berjalannya waktu hukum dagang
mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sekarang telah berdiri
sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
.
Antara KUH Perdata
dengan KUH Dagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi
Pasal 1 KUH Dagang, yang isinya sebagai berikut:
Adagium mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus : KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum : KUHperdata.
Adagium mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus : KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum : KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat : bahwa
terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya.
Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain
itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian
perekonomian. aaaaaaPembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan
sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal
peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan
antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun
1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan
perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah
menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku
bagi setiap pengusaha (perusahaan). Para sarjana tidak satu pun memberikan
pengertian tentang perusahaan, pengertian dapat dipahami dari pendapat antara
lain :
1. Menurut
Hukum, Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan
dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan
secara terus menerus dan terang terangan untuk memperoleh penghasilan dengan
cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. Menurut
Mahkamah Agung (Hoge Read), perusahaan adalah seseorang yang mempunyai
perusahaan, jika secara teratur melakukan perbuatan- perbuatan yang
bersangkutpaut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. Menurut
Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan
perbuatan yang dilakukan secara terus–menerus,
bertindakkeluar, untuk memperoleh penghasilan dengan cara
memperdagangkan perjanjian-perjanjian perdagangan.
4. Menurut
Undang – undang Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang
didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia
untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Seorang
pedagang, terutama seorang yang menjalankan perusahaan yang besar dan berarti,
biasanya tidak dapat bekerja seorang diri. Dalam melaksanakan perusahaannya, ia
memerlukan bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai bawahan, ataupun
orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri dan yang mempunyai
perhubungan tetap ataupun tidak tetap dengan dia. Sebagai akibat dari
pertumbuhan perdagangan yang demikian pesat dewasa ini, pengusaha-pengusaha
kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam
persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan yang menempati gedung-gedung
untuk kantornya dengan sedikit atau banyak pegawai. Kemudian dibedakanlah
antara perusahaan kecil, sedang dan besar. Pada tiap-tiap toko dapat dilihat
aneka warna pekerja-pekerja seperti para penjual, penerima uang, pengepak,
pembungkus barang-barang, dan sebagaiinya. Dan kesemuanya tersebut telah ada
pembagian pekerjaan, sebab seorang tidak dapa melaksanakan seluruh pekerjaan.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a) Pelayan
toko adalah semua pelayan yang membantu pengusaha dalam menjalankan
perusahaannya di toko, misalnya pelayan penjual, pelayan penerima uang (kasir),
pelayan pembukuan, pelayan penyerah barang dan lain-lain.
b) Pekerja
keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar kantor untuk
memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara majikan
(pengusaha)dan pihak ketiga.
c) Pengurus
filial ialah petugas yang mewakili pengusaha mengenai semua hal, tetapi
terbatas pada satu cabang perusahaan atau satu daerah tertentu.
d) Pemegang
prokurasi ialah pemegang kuasa dari perusahaan. Dia adalah wakil pimpinan
perusahaan atau wakil manager, dan dapat mempunyai kedudukan sebagai kepala
satu bagian besar dari perusahaan itu. Ia juga dapat dipandang berkuasa untuk
beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti mewakili perusahaan
itu di muka hakim, meminjam uang, menarik dan mengakseptir surat wesel,
mewakili pengusaha dalam hal menandatanganu perjanjian dagang, dan lain-lain.
e) Pimpinan
perusahaan ialah pemegang kuasa pertama dari pengusaha perusahaan. Dia adalah
yang mengemudikan seluruh perusahaan. Dia adalah yang bertanggung jawab tentang
maju dan mundurnya perusahaan. Dia bertanggung jawab penuh atas kemajuan dan
kemunduran perusahaan. Pada perusahaan besar, pemimpin perusahaan berbentuk
dewan pimpinan yang disebut Direksi yang diketuai oleh seorang Direktur Utama.
Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. orang yang pandai atau
berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya.
A. HAK PENGUSAHA
1. Berhak sepenuhnya atas hasil
kerja pekerja.
2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi.
3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja.
4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi.
3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja.
4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
B. KEWAJIBAN PENGUSAHA
1. Memberikan ijin kepada buruh untuk
beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
2.
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan
3.
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
4.
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
5.
Wajib membayar upah pekerja pada saat
istirahat / libur pada hari libur resmi
6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR)
kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus
atau lebih
7.
Wajib mengikut sertakan dalam program
Jamsostek.
Bentuk-bentuk Badan Usaha
1.
Badan Usaha/ Perusahaan Perseorangan atau Individu
Perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya ciri dan sifat perusahaan perseorangan :
Perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya ciri dan sifat perusahaan perseorangan :
- relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan
- tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi
- tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi
- seluruh keuntungan dinikmati sendiri
- sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri
- keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar
- jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
- sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan
- tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi
- tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi
- seluruh keuntungan dinikmati sendiri
- sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri
- keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar
- jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
- sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan
2. Perusahaan
/ Badan Usaha Persekutuan / Partnership
Perusahaan persekutuan adalah badan usaha
yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama
untuk mencapai tujuan bisnis. Yang termasuk dalam badan usaha persekutuan
adalah firma dan persekutuan komanditer alias cv. Untuk mendirikan badan usaha
persekutuan membutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait.
a.
Firma
Firma adalah suatu
bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama
bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap
pemiliknya.
ciri dan sifat firma :
-
Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan
harta pribadi.
-
Setiap anggota firma memiliki hak untuk
menjadi pemimpin
-
Seorang anggota tidak berhak memasukkan
anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
- keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur
hidup
-
seorang anggota mempunyai hak untuk
membubarkan firma
- pendiriannya tidak memelukan akte pendirian
- mudah memperoleh kredit usaha
b. Persekutuan Komanditer / CV /
Commanditaire Vennotschaap
CV adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif mengurus perusahaan cv disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif.
ciri dan sifat cv :
- sulit untuk menarik modal yang telah disetor
- modal besar karena didirikan banyak pihak
- mudah mendapatkan kridit pinjaman
-
ada anggota aktif yang memiliki
tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan
- relatif mudah untuk didirikan
- kelangsungan hidup perusahaan cv tidak
menentu
3. Perseroan Terbatas / PT / Korporasi / Korporat
Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
ciri dan sifat pt :
-
kewajiban terbatas pada modal tanpa
melibatkan harta pribadi
- modal dan ukuran perusahaan besar
- kelangsungan hidup perusahaan pt ada di
tangan pemilik saham
-
dapat dipimpin oleh orang yang tidak
memiliki bagian saham
- kepemilikan mudah berpindah tangan
- mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan /
pegawai
- keuntungan dibagikan kepada pemilik modal /
saham dalam bentuk dividen
-
kekuatan dewan direksi lebih besar daripada
kekuatan pemegang saham
- sulit untuk membubarkan pt
-
pajak berganda pada pajak penghasilan /
pph dan pajak deviden
Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas
(PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan
untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham, yang pemiliknya
memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari
saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat
dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan Badan Usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila Utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut Dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Perseroan terbatas merupakan Badan Usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila Utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut Dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal
dari Saham, modal PT dapat pula berasal dari Obligasi. Keuntungan yang
diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan Bunga tetap tanpa
menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
Mekanisme
Pendirian PT. Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi ( akta
yang dibuat oleh notaris ) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari
perseroan Terbatas, Modal, bidang usaha, alamat Perusahaan, dan lain-lain. Akta
ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Perseroan terbatas tidak bertentangan
dengan ketertiban umum dan kesusilaan
2.
Akta pendirian memenuhi syarat yang
ditetapkan Undang-Undang
3.
Paling sedikit modal yang ditempatkan dan
disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 &
UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas)
Setelah mendapat
pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1
tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat,
tetapi setelah berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian
tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib
Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke
Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun
2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut
ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik
Indonesia ( BNRI ) tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995
berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan
tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan
kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM .
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan Kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh Saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero Pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah Uang.
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan Kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh Saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero Pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah Uang.
Pembagian perseroan terbatas
PT Terbuka
Perseroan
terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat
melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya ditawarkan kepada umum,
diperjualbelikan melalui bursa saham dan setiap orang berhak untuk membeli
saham perusahaan tersebut.
PT Tertutup
Perseroan terbatas tertutup adalah
perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya
pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas
dan tidak dijual kepada umum.
PT Kosong
Perseroan terbatas kosong adalah
perseroan terbatas yang sudah tidak aktif menjalankan usahanya dan hanya
tinggal nama saja.
Pembagian Wewenang Dalam PT
Dalam perseroan
terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga
ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan
perusahaan dapat diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya
Profesional. Struktur organisasi perseroan terbatas terdiri dari pemegang
saham, direksi, dan komisaris.Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan
wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan
sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan dengan tugas
tersebut, direksi berwenang untuk mewakili Perusahaan, mengadakan perjanjian
dan kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar ( diatas
50 % ) maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang Saham dan pihak
ketiga, untuk kemudian dirapatkan.
Komisaris
memiliki Fungsi sebagai Pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris
bisa memeriksa pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu
memberhentikan direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan
apakah direksi akan diberhentikan atau tidak.
Dalam RUPS/Rapat
Umum Pemegang Saham, semua pemegang saham sebesar/sekecil apapun sahamnya
memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan
yang harus dilaksanakan segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa
melempar Suara miliknya ke pemegang lain yang disebut Proxy Hasil RUPS biasanya
dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk dijalankan.
Isi RUPS :
1. Menentukan direksi dan
pengangkatan komisaris
2. Memberhentikan direksi atau komisaris
3. Menetapkan besar Gaji direksi dan komisaris
4. Mengevaluasi Kinerja perusahaan
5. Memutuskan rencana Penambahan /Pengurangan saham perusahaan
6. Menentukan kebijakan Perusahaan
7. Mengumumkan pembagian laba ( dividen )
2. Memberhentikan direksi atau komisaris
3. Menetapkan besar Gaji direksi dan komisaris
4. Mengevaluasi Kinerja perusahaan
5. Memutuskan rencana Penambahan /Pengurangan saham perusahaan
6. Menentukan kebijakan Perusahaan
7. Mengumumkan pembagian laba ( dividen )
Keuntungan Membentuk Perusahaan Perseroan Terbatas
Keuntungan utama membentuk
perusahaan perseroan terbatas adalah:
1. Kewajiban
terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang Saham sebuah perusahaan tidak
memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya kehilangan
potensial yang “terbatas” tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan
terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam
usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan
di saham perusahaan.
2. Masa
hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari
pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas Modal
(ekonomi), yang dapat menjadi Investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam
jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi
subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode
pertengahan, ketika Tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan) yang
tidak akan mengumpulkan biaya Feudal yang seorang tuan tanah dapat mengklaim
ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of Mortmain.
3. Efisiensi
manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang
efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan Ekspansi. Dan dengan menempatkan
orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada. Dan juga adanya
pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas
Pokok dan fungsi masing-masing.
Kelemahan Perusahaan Perseroan Terbatas
Kerumitan
perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT tidaklah mudah. Selain
biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan Akta Notaris dan izin khusus
untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya
pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan dan kendala
yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga lebih
formal dan berkesan kaku.
KOPERASI
Menurut Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan
bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sementara itu
dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen)
kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun
setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam
batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini
tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para
penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para
founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru
perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu
banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI
(utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank emerintah:
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank emerintah:
Bank Bumi Daya,
Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur
menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI masih bisa
menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.
Tak bisa
dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti
akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
KOPERASI dan
koperasi, dalam praktek, ada bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari,
oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang
seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan,
karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan
hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur,
selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi
Kabupaten/Kota saja. Sejatinya KOPERASI dibentuk demi untuk kesejahteraan
anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata.
Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu
rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak
kurang dari puluhan juta rupiah. Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak
perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang
KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok
koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?
YAYASAN
Pengertian Yayasan :
Yayasan adalah
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam
mencapai tujuan tertentu dibidang social, keagamaan, dan kemanusiaan, yang
tidak mempunyai anggota.
Yayasan dapat mendirikan badan
usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
Pihak-pihak yang terkait dengan
yayasan:
1. Pengadilan Negri
Pendirian yayasan didaftarkan ke pengadilan negri
Pendirian yayasan didaftarkan ke pengadilan negri
2. Kejaksaan
Kejaksaan Negri dapat mengajukan permohonan pembubaran yayasan kepada pengadilan jika yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu yang ditentukan.
Kejaksaan Negri dapat mengajukan permohonan pembubaran yayasan kepada pengadilan jika yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu yang ditentukan.
3. Akuntan Publik
Laporan keuangan yayasan diaudit oleh akuntan publik yang memiliki izin menjalankan pekarjaan sebagai akuntan publik
Laporan keuangan yayasan diaudit oleh akuntan publik yang memiliki izin menjalankan pekarjaan sebagai akuntan publik
Kedudukan Yayasan :
Yayasan mempunyai tempat kedudukan
dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Kekayaan yayasan dapat diperoleh
dari :
Ø
Sumbangan
/ bantuan yang tidak mengikat
Ø
Wakaf
Ø
Hibah
Ø
Hibah wasiat
Ø
Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar dan atau peraturan perundangan yang berlaku
Badan Usaha Milik Negara
Di Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh
kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa
perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi
masyarakat. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan
perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi
perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah
PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Sejak tahun 2001
seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang
dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia adalah:
Perusahaan
persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal/sahamnya
paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar
keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang
dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar
keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Ciri-ciri Persero adalah sebagai berikut:
•
Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada
presiden
•
Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh mentri dengan memperhatikan
perundang-undangan
•
Statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur
berdasarkan undang-undang
•
Modalnya berbentuk saham
•
Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari
kekayaan negara yang dipisahkan
•
Organ persero adalah RUPS, direksi dan komisaris
•
Menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang
saham milik pemerintah
•
Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri
berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham
perseroan terbatas
•
RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan
•
Dipimpin oleh direksi
•
Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan
•
Tidak mendapat fasilitas Negara
•
Tujuan utama memperoleh keuntungan
•
Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata
•
Pegawainya berstatus pegawai Negeri
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan.
Pengangkatan dan
pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas
dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya pada RUPS.
Persero terbuka
sesuai kebijakan pemerintah tentang privatisasi. Privatisasi adalah penjualan
sebagian atau seluruh saham persero kepada pihak lain untuk peningkatan
kualitas. Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur usahanya kompetitif dan
teknologinya cepat berubah. Persero yang tidak bisa diubah ialah:
• Persero
yang menurut perundang-undangan harus berbentuk BUMN
• Persero
yang bergerak di bidang hankam Negara
• Persero
yang diberi tugas khusus untuk kepentingan masyarakat
• Persero
yang bergerak di bidang Sumber Daya Alam yang secara tegas dilarang
diprivatisasi oleh UU.
Di Indonesia sendiri yang sudah menjadi Persero adalah PT. PP (Pembangunan Perumahan),PT Bank BNI Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Indo Farma Tbk, PT Tambang Timah Tbk, PT Indosat Tbk (pada akhir tahun 2002 41,94% saham Persero ini telah dijual kepada Swasta sehingga perusahaan ini bukan BUMN lagi), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk,Pt.Garuda Indonesia Airways(GIA).
BUMN
utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang bertentangan dengan
semangat persaingan usaha sehat (UU no. 5 tahun 1999), tidak jarang BUMN
bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator. BUMN kerap menjadi
sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi oknum pejabat atau
partai.
Pasca
krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri
berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari
BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi
beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.
Dengan
mengelola berbagai produksi BUMN,pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah
monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang
kuat.Karena,apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi
hajat hidup orang banyak,maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan
menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat.
Manfaat BUMN:
•
Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam
memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau
jasa.
•
Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk
angkatan kerja.
•
Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang
bermodal kuat.
•
Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi
ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
•
Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya
dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
BUMN terdiri dari:
• Perusahaan Jawatan(Perjan)
• Perusahaan Umum (Perum)
• Perusahaan Perseroan(Persero)
• Perusahaan Umum (Perum)
• Perusahaan Perseroan(Persero)
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan.
Perusahaan
Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal
dari negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN.
Perusahaan
Umum(PERUM) adalah suatu perusahaan negara yang bertujuan untuk melayani
kepentingan umum,tetapi sekaligus mencari keuntungan.
SURAT BERHARGA
1.
Pengertian
Surat Berharga
Dalam
dunia perusahaan dan perdagangan orang menginginkan segala sesuatunya bersifat
praktis dan aman, khususnya dalam lalulintas pembayaran, artinya orang orang
tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, mainkan cukup
menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun kredit.
Praktis
yang artinya dalam setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa mata uang
dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi
surat berharga saja.
Aman
artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat surat
berharga itu. Karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara
tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang apalagi kemungkinan timbul
bahaya atau kerugian, misalnya pencurian dll.
Dikenal
bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu sebagai surat
berharga, orang menyatakan surat berharga berdasrkan kenyataan bahwa surat itu
mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang, (wesel, aksep,
Cek, Saham, Obligasi, Konosemen, karcis kereta api, surat penitipan barang
dll).
Mengenai
pengertian surat berharga tidak dapat diterjemahkan, hanya ada cirri-ciri yang
ada KUHD.
Kita bedakan dua
(2) macem surat berharga sebagai berikut :
1. Surat
Berharga
Adalah surat yang
oleh penerbitnya sengaja diterbikan sebagai melaksanaan pemenuhan suatu
prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayran itu tidak
dilaksanakan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat
lain, alat pembayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung surat-surat
perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada pemegang surat tersebut.
2. Surat
yang mempunyai harga atau nilai.
Surat ini
diterbitkan bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayatan, akan tetapi
sebagai bukti dari pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang disebut
didalamnya. Surat ini tidak dapat diperjual belikan karena bukan untuk
diperjual belikan.
Ada tiga fungsi utama surat berharga
sebagai beriku :
1.
Sebagai alat untuk pembayaran (alat ukar uang)
2.
Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjual
belikan dengan mudah atau sederhana)
3.
Sebagai alat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Dasar hak yang mengikat antara penerbit dan
pemegang surat berharga :
1.
Teori kreasi atau penciptaan.
2.
Teori kepantasan.
3.
Teori perjanjian.
4.
Teori penunjukan
Upaya Tangkisan Pada Surat Berharga
Hal ini perlu di
persoalkan karena jika ternyata pada suatu ketika mepemegang surat berharga itu
memintakan pembayaran kepada debitur kembali hak debitur itu akan menolak atau
menangkis pembayaran yang dimintakan kepadanya dengan bermacam-macam alasan
atau penerbit menolak pembayaran dengan asalan bahwa penerbit menghindarkan
membayar kedua kalinya kepada penjual (pemegang pertama)
Istilah dan Definisi
Terdapat
beberapa istilah yang identik dengan surat berharga, misalnya
negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial papers dan waardepapieren (Bambang Setijoprodjo, 1994 : 3).
negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial papers dan waardepapieren (Bambang Setijoprodjo, 1994 : 3).
Menurut Wirjono
Prodjodikoro, istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang
bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan
pembayaran. Ini berarti bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar
sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai atau negotiable
instruments (Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 34).
Surat berharga
adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau
setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit
dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil
Z: 2004).
Perbedaan surat berharga dan surat yang berharga
Perlu sekali
dibedakan antara surat berharga dengan surat yang berharga. Adapun perbedaannya
adalah sebagai berikut:
- Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa Belanda, “waarde papier” di Negara Anglo Saxon dikenal dengan
isitlah “negotiable instruments”. Sedangkan surat yang mempunyai harga
atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “papier
van waarde” dalam bahasa Inggrisnya “letter of value”.
- Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya
sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang
berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan
dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar
lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu
perintah kepada pihak ke tiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar
sejumlah uang kepada pemegang surat itu (Abdulkadir Muhammad, 1984 : 4).
Sedangkan surat-surat yang mempunyai harga atau nilai bukan alat
pembayaran, penerbitannya tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar
sebagai alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak
atas apa yang disebutkan atau untuk menikmati hak yang disebutkan di dalam
surat itu. Bahkan bagi yang berhak, apabila surat bukti itu lepas dari
enguasaannya, ia masih dapat memperoleh barang atau haknya itu dengan
menggunakan alat bukti lain (Abdulkadir Muhammad, 1984 : 6).
- Surat berharga itu surat tuntutan utang, pembawa
hak dan mudah
diperjualbelikan (Purwosutjipto, 1994 :5), sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan (Purwosutjipto, 1994 :6). - Suatu surat yang disebut sebagai surat berharga,
haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari
perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari
diterbitkannya surat berharga. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat
disebut surat berharga, karena didalam surat itu tercantum nilai yang sama
dengan nilai perikatan dasarnya. Perikatan dasar antara dua orang, adalah
yang menjadi sebab diterbitkannya surat berharga (Emmy Pangaribuan
Simanjuntak, 1993 :29).
- Pengertian surat berharga secara sempit hanya
mencakup surat atau instrument yang berisi janji tak bersyarat dari
penerbit untuk membayar sejumlah uang. Sedangkan surat atau instrument
lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai surat berharga (Bambang
Setijoprodjo, 1994 :6).
- Surat berharga adalah suatu alat bukti dari suatu
tagihan atas orang yang menandatangani surat itu, tagihan mana
dipindahtangankan dengan menyerahkan surat itu dan akan dilunasi sesudah
surat itu diunjukkan (Velt Meijer, 1980 :11)
Dengan demikian
unsur yang penting dalam surat berharga itu adalah
dapat dipindahtangankan atau diperdagangkan (negotiable) secara mudah. Oleh karena itu, semua surat yang diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang dengan sendirinya dapat dikategorikan sebagai surat berharga.
dapat dipindahtangankan atau diperdagangkan (negotiable) secara mudah. Oleh karena itu, semua surat yang diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang dengan sendirinya dapat dikategorikan sebagai surat berharga.
Penerbitan Surat Berharga
Terdapat dua cara penerbitan surat
berharga yaitu: (Wikipedia)
- Penerbitan secara langsung kepada investor jangka
panjang seperti lembaga keuangan, atau
Penerbitan
langsung ini biasanya dilakukan oleh lembaga keuangan yang memiliki kebutuhan
tetap atas pinjaman dalam jumlah besar yang memilih melakukan penerbitan
langsung yang lebih ekonomis dibandingkan menggunakan pialang investasi. Di
Amerika perusahaan yang melakukan penerbitan surat berharga komersial secara
langsung ini dapat menghemat 3 basis poin ( 1 basis poin = 1/10000%)
setahunnya. Diluar Amerika imbalan jasa pialang investasi ini lebih murah.
- Penerbitan secara tidak langsung yaitu dijual
kepada pialang dan pialang tersebutlah yang memperdagangkannya di pasar
uang.
Bursa
perdagangan surat berharga komersial ini melibatkan perusahaan-perusahaan
pialang yang besar dan anak perusahaan bank dimana banyak diantaranya juga
merupakan pialang pada pasar keuangan Amerika (US Treasury Securities)
Jenis-Jenis Surat Berharga
Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dalam Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur jenis
surat berharga seperti:
1. Wessel
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
5. Dan lain-lain
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk
5. Dan lain-lain
Sedangkan di
dalam perkembangannya sekarang muncul jenis surat berharga seperti: Bilyet
Giro, Travels Cheque, Credit Card, dsb.
Wesel
Dalam
perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang wesel akan
tetapi Pasal 100 KUHD memuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel dari
pengertian beberapa Pasal 100 KUHD dapat disimpulkan sebagai berikut “
Surat wesel
adalah surat yang memuat kata wesel yang diterbitkan pada tanggal dan tempat
tertentu, dengan nama penerbit memerintahkan kepada tersangkut untuk membayar
sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pengantinya pda tenpat dan tanggal
dantempat tertentu.
Beberapa Personil Wesel
Dalam hak wesel
dikenal beberapa petomil wesel, yaitu orang-orang yang terlibat didalam lalu
linatas pembayaran dengan syarat wesel sebagai berikut :
1.
Penerbit : orang yang mengeluarkan surat wesel
2.
Tersangkut: orang yang diberi perintah tanpa
syarat untuk membayar sejumlah uang.
3.
Akseptan : tersangkut yang telah menyetujui
untuk pembayaran surat wesel pada hari bayar dengan memberikan tanda tangannya.
4.
Pemengang Pertama : orang yang menerima surat
wesel pertama kali dari penerbit.
5.
Pengganti : orang yang penerima peralihan surat
wesel dari pemegang sebelumnya.
6.
Endosan : orang yang memperalihkan surat wesel
kepada pemegang berikutnya.
Bagian 1
Pengeluaran Dan Bentuk Surat Wesel
Pasal 100
Surat wesel
memuat:
1. Pemberian nama "surat Wesel",
yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan
dalam surat itu;
2. Perintah tak bersyarat untuk membayar suatu
jumlah uang tertentu;
3. Nama orang yang harus membayar (tertarik);
4. Penunjukan hari jatuh tempo pembayaran;
5. Penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;
6. Nama orang kepada siapa pembayaran harus
dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada siapa pembayaran itu harus
dilakukan;
7. Pernyataan hari ditandatangani beserta
tempat penarikan surat Wesel itu;
8. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat
Wesel itu (penarik).
Pasal 101
Suatu surat demikian, di mana satu dari
pernyataan-pernyataan yang termaktub alam pasal yang lalu tidak tercantum,
tidak berlaku sebagai surat Wesel, dengan pengecualian-pengecualian seperti
tersebut di bawah ini:
Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo
pembayarannya, dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya.
Bila tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka
tempat yang tersebut di samping nama tertarik dianggap sebagai tempat
pembayaran dan juga sebagai tempat domisili tertarik.
Surat Wesel yang tidak menunjukkan tempat
penarikannya, dianggap telah ditandatangani di tempat yang tercantum di samping
nama penarik.
Pasal 102
Surat Wesel dapat dibuat kepada orang yang
ditunjuk oleh penarik.
Dapat ditarik atas diri penarik sendiri.
Dan yang dapat ditarik atas beban pihak ketiga.
Penarik dianggap menarik atas beban diri sendiri,
bila dari surat Wesel itu atau dari surat pemberitahuannya tidak ternyata atas
beban siapa hal itu terjadi.
Pasal 102a
Bila penarik mencantumkan pada surat Wesel
pernyataan "nilai untuk diinkaso", "untuk inkaso",
"diamanatkan", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka
untuk memungut, maka penerimanya dapat menggunakan semua hak yang timbul dari
surat Wesel, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkan secara lain daripada
secara mengamanatkannya.
Pada surat Wesel demikian para debitur Wesel hanya
dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegang, yang semestinya dapat
mereka gunakan terhadap penarik.
Amanat yang termuat dalam surat Wesel inkaso tidak
berakhir karena meningkatnya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat
menjadi tidak cakap menurut hukum.
Pasal 103
Surat Wesel dapat dibayar di tempat kediaman pihak
ketiga, baik di tempat domisili tertarik, maupun di tempat lain.
Pasal 104
Dalam surat Wesel yang harus dibayar atas
pengunjukan atau dalam suatu jangka waktu tertentu setelah pengunjukan, penarik
dapat menentukan, bahwa jumlah uang itu membawa bunga.
Dalam tiap-tiap surat Wesel lain, Klausula bunga
ini dianggap tidak ditulis. Bunga itu berjalan terhitung dari hari
penandatanganan surat Wesel itu, kecuali bila ditunjuk hari lain.
Pasal 105
Surat Wesel yang jumlah uangnya dengan lengkap
ditulis dengan huruf dan juga dengan angka, maka bila terdapat perbedaan,
berlaku menurut jumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.
Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis
dengan lengkap baik dengan huruf maupun dengan angka, maka bila terdapat
perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkecil.
Pasal 106
Bila surat Wesel memuat tanda tangan orang-orang
yang menurut hukum tidak cakap untuk mengikatkan diri dengan menggunakan surat
Wesel, memuat tanda tangan palsu, tanda tangan dari orang rekaan, atau tanda
tangan orang-orang yang karena alasan-alasan lain apa pun juga tidak dapat
mengikat orang-orang yang telah membubuhkan tanda tangan atau orang yang atas
nama siapa telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan orang-orang lain
yang tanda tangannya terdapat dalam surat Wesel itu, berlaku sah.
Pasal 107
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangannya di
atas surat Wesel sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak mempunyai
wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat berdasarkan surat Wesel itu, dan
setelah membayar, mempunyai hak yang sama seperti yang semestinya ada pada
orang yang katanya diwakilinya itu. Hal itu berlaku juga terhadap seorang wakil
yang melampaui batas wewenangnya.
Pasal 108
Penarik menjamin
akseptasinya dan pembayarannya.
Ia dapat menyatakan dirinya bebas dari -penjaminan
akseptasi; tiap-tiap Klausulaa yang membebaskannya dari kewajiban penjaminan
pembayaran, dianggap tidak ditulis.
Pasal 109
Bila surat wesel yang pada waktu pengeluarannya
tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian
yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat diajukan tentang tidak
memenuhi perjanjian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh surat
wesel itu dengan itikad buruk atau disebabkan oleh kesalahan yang besar.
Pasal 109a
Penarik berkewajiban untuk menetapkan atas pilihan
penerima, apakah harus dibayarkan kepada penerima surat wesel itu, ataukah
kepada orang lain; dalam hal kedua-duanya itu kepada tertunjuk atau tanpa
tambahan kata "kepada tertunjuk ", ataupun dengan penambahan suatu
istilah seperti dimaksud dalam pasal 110 alinea kedua.
Pasal 109b
Penarik atau seseorang atas tanggungan siapa surat
wesel ditarik, berkewajiban untuk berusaha agar tertarik mempunyai dana yang
cukup guna membayar, sekalipun jika surat wesel itu harus dibayar pada pihak
ketiga, tapi dengan pengertian, bahwa penarik sendiri secara pribadi
bagaimanapun bertanggung jawab pada pemegang dan para endosan sebelumnya.
Pasal 109c
Tertarik dianggap telah mempunyai dana yang
diperlukan itu, bila pada waktu jatuh tempo pembayaran surat wesel itu, atau
pada saat di mana berdasarkan pasal 142 alinea ketiga pemegang dapat
menggunakan hak regresnya, tertarik berutang kepada penarik atau kepada orang
yang atas bebannya telah ditarik wesel, suatu jumlah uang yang sudah dapat
ditagih, paling sedikit sama dengan jumlah pada surat wesel itu.
Bagian 2
Endosemen
Pasal 110
Setiap surat
wesel, juga yang tidak dengan tegas berbunyi kepada tertunjuk, dapat
dipindahkan ke tangan orang lain dengan jalan endosemen.
Bila penarik mencantumkan dalam surat wesel itu:
"tidak kepada tertunjuk" atau pernyataan lain semacam itu, maka surat
wesel itu hanya dapat dipindahkan ke tangan orang lain dalam bentuk sesi biasa
beserta akibat-akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada surat wesel yang
demikian berlaku sebagai sesi biasa.
Endosemen itu bahkan dapat dilakukan untuk
keuntungan tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan, untuk keuntungan
penarik atau setiap debitur wesel. Orang-orang ini dapat mengendosemenkan lagi
surat wesel itu.
Pasal 111
Endosemen itu harus tidak bersyarat. Setiap syarat
yang dimuat padanya dianggap tidak ditulis.
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Endosemen atas-tunjuk berlaku sebagai endosemen
dalam blangko.
Pasal 112
Endosemen itu harus diadakan di atas surat wesel
itu atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan). Hal itu
harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang
diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen itu terdiri dari tanda tangan
belaka dari endosan (endosemen blangko).
Dalam hal yang terakhir, agar dapat berlaku sah,
endosemen itu harus dibuat di halaman belakang surat wesel itu atau pada
lembaran sambungannya.
Pasal 113
Dengan endosemen itu semua hak-hak yang bersumber
pada surat wesel itu dipindahkan ke tangan pihak lain.
Bila endosemen
itu dalam blangko, maka pemegangnya dapat:
1. Mengisi blangko itu baik dengan namanya
sendiri ataupun nama orang lain;
2. Mengendosemenkan lebih lanjut surat wesel
itu dalam blangko atau kepada orang lain;
3. Menyerahkan surat wesel itu kepada pihak
ketiga tanpa mengisi blangko itu dan tanpa mengendosemenkannya.
Pasal 114
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan
menjamin akseptasi dan pembayarannya.
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu Ia
tidak menjamin akseptasi dan pembayarannya terhadap mereka kepada siapa surat
wesel itu diendosemenkan kemudian.
Pasal 115
Barangsiapa memegang surat wesel, dianggap sebagai
pemegang yang sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperlihatkan deretan endosemen
yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai endosemen
blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak ditulis.
Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka penanda tangan
endosemen terakhir ini dianggap telah memperoleh surat wesel itu karena
endosemen dalam blangko.
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah
kehilangan surat wesel yang dikuasainya, maka pemegangnya yang menunjukkan
haknya dengan cara seperti yang diatur dalam alinea di atas, tidak diwajibkan
untuk melepaskan surat wesel itu, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan
itikad buruk, atau karena suatu kesalahan yang besar.
Pasal 116
Mereka yang ditagih berdasarkan surat wesel
terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang
berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang
terdahulu, kecuali bila pemegang tersebut pada waktu memperoleh surat wesel itu
dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur.
Pasal 117
Bila endosemen itu memuat pernyataan: "nilai
untuk inkaso", "diamanatkan", atau pernyataan lain yang membawa
arti amanat belaka untuk memungut, maka pemegangnya dapat menggunakan semua hak
yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkannya
secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur wesel hanya dapat
menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang semestinya
dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang termuat dalam endosemen inkaso tidak
berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat
menjadi tak cakap menurut hukum.
Pasal 118
Bila suatu endosemen memuat pernyataan:
"nilai untuk jaminan", “nilai untuk gadai" atau pernyataan lain
yang membawa arti pemberian jaminan gadai, maka pemegangnya dapat mempergunakan
segala hak yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi endosemen yang
dilakukan olehnya hanya berlaku sebagai endosemen dengan cara pemberian amanat.
Para debitur wesel terhadap pemegangnya tidak
dapat menggunakan alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadi mereka
terhadap endosan, kecuali bila pada waktu memperoleh surat wesel itu pemegang
dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur.
Pasal 119
Endosemen yang dilakukan setelah jatuh tempo
pembayaran, mempunyai akibat-akibat yang sama seperti endosemen yang dibuat
sebelum jatuh tempo itu. Akan tetapi endosemen yang dilakukan setelah protes
non-pembayaran atau setelah lewat jangka waktu yang ditentukan untuk membuat
protes itu, hanya mempunyai akibat-akibat sebagai sesi biasa.
Dengan kemungkinan untuk membuktikan kebalikannya,
maka endosemen tanpa tanggal dianggap dibuat sebelum lewatnya jangka waktu yang
ditentukan untuk membuat protes tersebut.
Bagian 3
Akseptasi
Pasal 120
Sampai hari jatuh tempo pembayaran, surat wesel
dapat diajukan oleh pemegang yang sah atau oleh orang yang semata-mata hanya
memegangnya belaka, kepada tertarik di tempat tinggalnya untuk akseptasi.
Pasal 121
Dalam setiap surat wesel dapat ditentukan oleh
penarik, dengan atau tanpa penetapan suatu jangka waktu, bahwa surat wesel itu
harus diajukan untuk akseptasi.
Ia dapat melarang dalam surat wesel itu diajukan
untuk akseptasi, kecuali dalam surat-surat wesel yang harus dibayar oleh pihak
ketiga, atau harus dibayar di tempat lain dari tempat domisili tertarik atau
yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan.
Ia dapat juga menentukan, bahwa mengajukannya
untuk akseptasi tidak dapat dilakukan sebelum suatu hari tertentu.
Setiap endosan dapat menentukan, dengan atau tanpa
penetapan jangka waktu, bahwa surat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi,
kecuali bila penarik telah menerangkan, bahwa surat wesel itu tidak dapat
dimintakan akseptasi.
Pasal 122
Surat wesel yang harus dibayar suatu waktu setelah
ditunjukkan harus diajukan untuk akseptasi dalam satu tahun setelah hari
ditandatangani.
Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang hal
itu.
Para endosan dapat memperpendek jangka-jangka
waktu tersebut.
Pasal 123
Tertarik dapat meminta untuk mengadakan pengajuan
kedua pada keesokan harinya setelah pengajuan hari pertama. Mereka yang
berkepentingan tidak akan diperkenankan untuk menggunakan sebagai dalih, bahwa
oleh mereka permintaan itu telah tidak dikabulkan, kecuali bila permintaan itu
tercantum dalam protesnya.
Pemegang tidak berkewajiban untuk melepaskan
kepada tertarik surat wesel yang diajukan olehnya untuk akseptasi.
Pasal 124
Akseptasi dibuat di atas surat wesel. Hal itu
dinyatakan dengan perkataan: "diakseptasi", atau dengan kata semacam
itu; Ia ditandatangani oleh tertarik. Sebuah tanda tangan saja dari tertarik
yang dibubuhkan di halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai akseptasi.
Bila surat wesel itu harus dibayar suatu waktu
tertentu setelah ditunjukkan, atau bila ia berdasarkan persyaratan tegas harus
diajukan untuk akseptasi dalam jangka waktu tertentu, maka dalam akseptasi
harus termuat tanggal hari penyelenggaraannya, kecuali pemegangnya minta hari
pengajuannya. Bila tanggal itu tidak tercantum, pemegangnya harus menyuruh
menetapkan kelalaian itu dengan jalan protes pada saatnya, dengan ancaman
hukuman kehilangan hak regres terhadap para endosan dan terhadap penariknya
yang telah menyediakan dananya.
Pasal 125
Akseptasi itu tidak bersyarat, akan tetapi
tertarik dapat membatasinya sampai sebagian dari jumlahnya.
Setiap perubahan lain yang diadakan oleh akseptan
berkenaan dengan hal yang dinyatakan dalam surat wesel itu, berlaku sebagai
penolakan akseptasi. Akan tetapi akseptan terikat sesuai dengan isi
akseptasinya.
Pasal 126
Bila penarik menetapkan pada surat wesel itu,
bahwa pembayarannya harus dilakukan di tempat lain dari tempat domisili
tertarik, tanpa menunjuk orang ketiga di mana pembayaran harus dilakukan, maka
tertarik dapat menunjuknya pada akseptasinya. Dalam hal kelalaian penunjukan
demikian, akseptan dianggap mengikatkan diri untuk membayar pada tempat
pembayaran.
Bila surat wesel itu harus dibayar di tempat
domisili tertarik, maka ia dalam akseptasinya dapat menunjuk alamat di tempat
itu juga di mana pembayarannya harus dilakukan.
Pasal 127
Dengan akseptasi itu tertarik mengikat diri untuk
membayar surat weselnya pada hari jatuh tempo pembayarannya.
Dalam kelalaian pembayaran, pemegang sekalipun Ia
penarik, mempunyai tagihan langsung yang timbul dari surat wesel itu terhadap
akseptan, untuk segala sesuatu yang dapat ditagih berdasarkan pasal-pasal 147
dan 148.
Pasal 127a
Barangsiapa memegang dana secukupnya yang khusus
disediakan untuk pembayaran surat wesel yang telah ditarik, diwajibkan
melaksanakan akseptasinya, dengan ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian
dan bunga terhadap penarik.
Pasal 127b
Penyanggupan untuk mengakseptasi suatu surat
wesel, tidak berlaku sebagai akseptasi, akan tetapi memberi hak kepada penarik
untuk menggugat penggantian kerugian terhadap penyanggup, yang menolak memenuhi
kesanggupannya.
Kerugian terdiri dari biaya protes dan penarikan
surat wesel baru, bila surat wesel itu telah ditarik atas beban penarik
sendiri.
Bila penarikan telah dilakukan atas beban pihak
ketiga, kerugian dan bunga itu terdiri dari biaya protes dan penarikan surat
wesel baru, dan dari jumlah yang atas kredit surat wesel itu telah dibayar
lebih dulu oleh penarik, berdasarkan penyanggupan yang diperoleh dari
penyanggup, kepada pihak ketiga itu.
Pasal 127c
Penarik berkewajiban untuk memberikan advis pada
saatnya kepada tertarik tentang surat wesel yang ditarik olehnya, dan bila
melalaikan hal itu, Ia berkewajiban mengganti biaya akibat penolakan akseptasi
atau pembayaran yang terjadi karena itu.
Pasal 127d
Bila surat wesel itu ditarik atas beban orang
ketiga, maka hanya orang inilah yang terikat pada akseptan.
Pasal 128
Bila tertarik mencoret akseptasi yang telah
dilakukan atas surat wesel sebelum penyerahan kembali surat tersebut, dianggap
akseptasinya telah ditolak. Dengan kemungkinan pembuktian sebaliknya maka
pencoretan itu dianggap telah terjadi sebelum penyerahan kembali surat wesel
itu.
Akan tetapi bila tertarik telah menyatakan secara
tertulis tentang akseptasinya kepada pemegangnya atau kepada seseorang yang
tanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu, maka Ia terikat terhadap orang
ini sesuai dengan isi akseptasinya.
Bagian 4
Aval (Perjanjian Jaminan)
Pasal 129
Pembayaran suatu surat wesel dapat dijamin dengan
perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang wesel itu.
Pesan tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga,
atau bahkan oleh orang yang tanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu.
Pasal 130
(1) Aval ditulis dalam surat wesel itu atau
pada lembaran sambungan.
(2) Hal itu dinyatakan dengan kata-kata
"baik untuk aval" atau dengan pernyataan semacam itu; hal itu
ditandatangani oleh pemberi aval.
(3) Tanda tangan saja dari pemberi aval pada
halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai aval, kecuali bila tanda tangan
itu dari tertarik atau penarik.
(4) Hal itu juga dapat dilakukan dengan naskah
tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di mana hal itu
diberikan.
(5) Dalam aval itu harus dicantumkan untuk
siapa hal itu diberikan. Bila hal itu tidak ada, dianggap diberikan untuk
penarik.
Pasal 131
(1) Pemberi aval terikat dengan cara yang sama
seperti orang yang diberi aval.
(2) Perikatannya
berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain
daripada cacat dalam bentuk.
(3) Dengan membayar, pemberi aval memperoleh
hak-hak yang berdasarkan surat wesel itu dapat digunakan terhadap orang yang
diberi aval, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat wesel itu terikat
padanya.
Bagian 5
Hari jatuh Tempo
Pasal 132
Surat wesel dapat
ditarik:
a. Pada waktu ditunjukkan;
b. Pada waktu tertentu setelah pengunjukan;
c. Pada waktu tertentu setelah hari
tanggalnya;
d. Pada
hari tertentu;
e. Surat-surat wesel dengan hari jatuh tempo
yang ditentukan lain atau dapat dibayar dengan angsuran adalah batal.
Pasal 133
Surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk
harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Surat wesel tersebut harus diajukan untuk
dibayar dalam jangka satu tahun setelah hari tanggalnya. Penarik dapat
memperpendek atau memperpanjang jangka waktu itu. para endosan dapat
memperpendek jangka waktu itu.
Penarik dapat menetapkan, bahwa suatu surat wesel
tidak boleh diajukan untuk dibayar sebelum hari tertentu. Dalam hal demikian
jangka waktu itu berjalan mulai hari itu.
Pasal 134
Hari jatuh tempo pembayaran suatu surat wesel yang
ditarik untuk dibayar pada suatu waktu tertentu setelah pengunjukan, ditentukan
oleh hari tanggal akseptasi, atau hari tanggal protesnya.
Bila tidak ada protes maka akseptasi yang tidak
bertanggal, terhadap akseptan dianggap telah dilakukan pada hari terakhir dari
jangka waktu yang ditetapkan untuk mengajukannya untuk akseptasi.
Pasal 135
(1) Surat wesel yang ditarik untuk dibayar
satu atau beberapa bulan setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan,
jatuh temponya ialah pada hari dari bulan seperti yang ditetapkan untuk
melakukan pembayaran itu. Bila tidak terdapat hari seperti yang dimaksud maka
surat wesel demikian mencapai jatuh tempo pembayarannya pada hari terakhir
bulan itu.
(2) Pada surat wesel yang ditarik dengan jatuh
tempo pembayaran pada satu atau beberapa bulan ditambah setengah bulan setelah
hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, dihitung lebih dahulu bulan-bulannya
yang penuh.
(3) Bila hari jatuh tempo itu ditentukan pada
awal, pertengahan (pertengahan Januari, pertengahan Februari dsb.) atau pada
akhir suatu bulan, maka pernyataan-pernyataan demikian harus diartikan: tanggal
satu, tanggal lima belas, hari terakhir bulan itu.
(4) Pernyataan-pernyataan: "delapan hari",
"lima belas hari", harus diartikan bukan satu atau dua minggu,
melainkan suatu jangka waktu dari delapan atau lima belas hari.
(5) Pernyataan: "setengah bulan"
berarti jangka waktu lima belas hari.
Pasal 136
Hari jatuh tempo suatu surat wesel yang harus
dibayar pada suatu hari tertentu, pada suatu tempat, di mana tarikhnya
berlainan dengan tarikh tempat pengeluarannya, dianggap telah ditetapkan
menurut tarikh tempat pembayaran.
Hari pengeluaran suatu surat wesel yang ditarik
antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dan harus dibayar pada waktu
tertentu setelah pengunjukan, dijatuhkan pada hari yang sama dari tarikh tempat
pembayaran, dan hari jatuh tempo pembayarannya ditetapkan sesuai dengan itu.
Jangka waktu pengajuan surat wesel dihitung sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dalam alinea yang lalu.
Pasal ini tidak berlaku bila dari Klausula yang
termuat dalam surat wesel itu atau dari kata-katanya dapat ditarik kesimpulan
tentang adanya maksud lain.
Bagian 6
Pembayaran
Pasal 137
(1) Pemegang suatu surat wesel, yang harus
dibayar pada hari tertentu atau pada waktu tertentu setelah pengunjukan, harus
mengajukannya untuk pembayaran, pada hari surat itu harus dibayar, atau satu
dari antara dua hari kerja berikutnya.
(2) Pengajuan suatu surat wesel kepada suatu
badan pemberesan berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. Oleh Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) akan ditunjuk badan-badan yang akan dipandang
sebagai badan pemberesan dalam arti bab ini.
Pasal 138
(1) Di luar hal seperti yang tercantum dalam
pasal 167b, tertarik sambil membayar surat wesel itu, dapat menuntut penyerahan
surat wesel itu kepadanya lengkap dengan tanda pelunasan yang sah dari
pemegangnya.
(2) Pemegang tidak boleh menolak pembayaran
sebagian.
(3) Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik
dapat menuntut, bahwa tentang pembayaran itu dinyatakan di atas surat wesel itu
dan bahwa untuk itu Ia mendapat tanda pembayaran.
Pasal 139
(1) Pemegang surat wesel tidak dapat dipaksa
untuk menerima pembayaran sebelum hari jatuh temponya.
(2) Tertarik yang membayar sebelum hari jatuh
temponya, melakukan hal itu atas tanggung jawabnya sendiri.
(3) Barangsiapa membayar surat wesel pada hari
jatuh temponya, telah terbebas dengan sempurna, asalkan dari pihaknya tidak ada
penipuan atau kesalahan yang besar. ia berkewajiban memeriksa tertibnya deretan
endosemen-endosemen, tetapi tidak terhadap tanda tangannya.
(4) Bila ia, setelah melakukan pembayaran
tanpa dibebaskan, diwajibkan membayar untuk kedua kalinya, maka Ia mempunyai
hak-menagih kepada mereka yang telah memperoleh surat wesel itu dengan itikad
buruk, atau mereka yang telah memperoleh karena kesalahannya yang besar.
Pasal 140
Surat wesel yang pembayarannya dipersyaratkan
untuk dilakukan dengan uang lain dari yang berlaku di tempat pembayarannya,
dapat dibayar dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari jatuh
temponya. Bila debitur lalai, pemegang dapat menuntut menurut pilihannya, bahwa
jumlah pada surat wesel itu dibayar dalam uang negerinya menurut kursnya, baik dari
hari jatuh temponya ataupun dari hari pembayarannya.
Nilai uang asing itu, ditetapkan menurut kebiasaan
di tempat pembayarannya. Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah
uang yang harus dibayar harus dihitung menurut kurs yang ditetapkan dalam surat
wesel tersebut.
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku bila
penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan dalam uang tertentu
yang ditunjuknya (klausula pembayaran sungguh dalam uang asing).
Bila jumlah dalam wesel itu dinyatakan dalam uang
yang mempunyai nama sama, akan tetapi mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri
pengeluarannya dan negeri tempat pembayarannya, maka dianggap bahwa yang
dimaksud adalah uang dari tempat pembayarannya.
Pasal 141
Bila tidak terjadi pengunjukan surat wesel untuk
pembayaran, dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal 137, maka tiap-tiap
debitur mempunyai wewenang untuk menyerahkan jumlah itu kepada yang berwajib
untuk disimpan atas biaya dan tanggung jawab pemegangnya.
Bagian 7
Hak Regres Dalam Hal Nonakseptasi Atau
Nonpembayaran
Pasal 142
Pemegang surat wesel dapat melakukan hak regresnya
terhadap para endosan, terhadap penarik dan para debitur wesel lainnya:
Pada hari jatuh
temponya:
Bila
pembayarannya tidak terjadi.
Bahkan sebelum
hari jatuh temponya:
1. bila akseptasi ditolak seluruhnya atau
sebagian;
2. dalam hal pailitnya tertarik, baik sebagai
akseptan ataupun bukan dan sejak saat berlakunya penundaan pembayaran;
3. dalam hal pailitnya penarik dari surat
wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasinya.
Pasal 143
(1) Penolakan akseptasi atau pembayaran harus
ditetapkan dengan akta otentik (protes nonakseptasi atau nonpembayaran).
(2) Protes nonakseptasi harus diselenggarakan dalam
jangka waktu yang ditetapkan untuk pengajuan untuk akseptasi. Bila dalam hal
seperti yang diatur dalam pasal 123 alinea pertama, pengajuan pertama dilakukan
pada hari terakhir dari jangka waktu itu, maka protes itu masih dapat dilakukan
pada hari berikutnya.
(3) Protes
nonpembayaran suatu surat wesel yang harus dibayar pada hari tertentu, atau
pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, harus
dilakukan pada salah satu dari dua hari kerja yang berikut dari hari surat
wesel itu harus dibayar. Bila ini mengenai surat wesel yang harus dibayar
atas-tunjuk, maka protesnya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan dalam alinea di atas untuk membuat protes nonakseptasi.
(4) Protes nonakseptasi menjadikan Pengajuan
untuk pembayaran dan protes nonpembayaran tidak perlu lagi.
(5) Dalam pengangkatan para pengurus atas
permintaan tertarik, akseptasi atau bukan akseptan, untuk penundaan pembayaran,
maka pemegangnya tidak dapat melakukan hak regresnya, sebelum surat wesel itu
diajukan kepada tertarik untuk pembayaran dan dibuat protes.
(6) Bila tertarik, akseptan atau bukan
akseptan, telah dinyatakan pailit, atau bila penarik surat wesel yang tidak
dapat dimintakan akseptasi, dinyatakan pailit, maka untuk melakukan hak
regresnya, pemegangnya cukup dengan memperlihatkan keputusan hakim, di mana
dinyatakan kepailitan itu.
Pasal 143a
Permintaan pembayaran surat wesel dan protes yang
menyusulnya kemudian, harus dilakukan di tempat tinggal tertarik.
Bila surat wesel itu ditarik untuk dibayar di
tempat tinggal lain yang ditunjuk, atau oleh orang yang ditunjuk, baik di dalam
afdeling (kini dapat disamakan dengan kabupaten) yang sama maupun dalam
kabupaten lain, maka permintaan pembayaran dan pembuatan protes harus dilakukan
di tempat tinggal yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar surat wesel itu
tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka protes itu harus
dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan
bila di sana tidak ada kantor pos, di daerah Gubernemen di Jawa dan Madura
kepada asisten-residen dan di luar itu kepada Kepala Pemerintahan Daerah
setempat. Demikianlah juga harus dilakukan seperti itu, bila surat wesel
ditarik untuk dibayar di luar kabupaten yang bukan tempat tinggal tertarik, dan
tidak ditunjuk tempat tinggal untuk melakukan pembayarannya.
Pasal 143b
Semua protes, baik protes nonakseptasi maupun
protes nonpembayaran harus dibuat oleh notaris atau oleh juru sita. Hal itu
harus disertai dua saksi.
Protes-protes itu
memuat:
1. Salinan
kata demi kata dari surat weselnya, dari akseptasinya, dari
endosemen-endosemen, dari avalnya dan dari alamat-alamat yang dibuat di
atasnya;
2. Pernyataan, bahwa mereka telah memintakan
akseptasi itu atau pembayarannya kepada orang-orang atau di tempat yang disebut
dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
3. Pernyataan
tentang alasan yang telah dikemukakan tentang nonakseptasi atau nonpembayaran;
4. Peringatan untuk menandatangani protes itu, dan
alasan-alasan penolakannya;
5. Pernyataan, bahwa ia, notaris atau juru
sita, karena nonakseptasi atau nonpembayaran itu telah memprotes.
Bila protes itu mengenai surat wesel yang hilang,
cukuplah dengan uraian yang seteliti-telitinya dari isi surat wesel itu, untuk
mengganti apa yang ditentukan dalam 10 dari alinea yang lalu.
Pasal 143c
Para notaris atau juru sita dengan ancaman untuk
mengganti biaya-biaya, kerugian dan bunga, wajib untuk membuat salinan protes
tersebut dan memberitahukan hal itu dalam, dan membukukannya dalam register
khusus, menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua
raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van
justitie itu berada, dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila
ini tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubernemen di
Jawa dan Madura oleh asisten-residen dan di luar itu oleh Kepala Pemerintahan
Daerah setempat. Mereka juga berkewajiban, bila dikehendaki, untuk menyerahkan
selembar atau lebih dari salinan-salinan protes itu kepada mereka yang
berkepentingan.
Pasal 143d
Sebagai protes nonakseptasi, dan berturut-turut
juga sebagai protes nonpembayaran, berlakulah keterangan yang dibuat di atas
surat wesel dengan izin pemegangnya, ditanggali dan ditandatangani oleh orang
yang diminta akseptasinya atau pembayarannya, yang berisi bahwa ia menolak,
kecuali bila penarik telah mencatat, bahwa ia menghendaki protes otentik.
Pasal 144
Pemegangnya harus memberitahu kepada endosannya
dan kepada penariknya tentang nonakseptasi atau nonpembayaran itu dalam empat
hari kerja berikut dari hari protes, atau bila surat wesel itu telah ditarik
dengan klausula tanpa biaya, berikut pada hari pengajuan. Setiap endosan harus
memberitahukan tentang pemberitahuan yang diterimanya dalam dua hari kerja berikut
pada hari penerimaan pemberitahuan tersebut, dengan menunjukkan nama dan alamat
mereka yang telah melakukan pemberitahuan yang terdahulu, dan demikian
selanjutnya kembali pada penariknya. Jangka-jangka waktu ini berjalan mulai
hari penerimaan pemberitahuan-pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan
pemberitahuan kepada seseorang yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel
itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam jangka waktu itu juga
kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak menyatakan alamatnya
atau menyatakannya dengan cara yang sukar dibaca, sudah cukuplah dengan
pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat
melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan dapat dengan hanya mengirimkan
kembali surat weselnya.
Ia harus membuktikan, bahwa ia telah melakukan
pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu
tersebut dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu
dalam jangka waktu tersebut telah disampaikan dengan pos.
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak
dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan dirinya kehilangan hak;
bila ada alasannya, ia bertanggung jawab atas segala kerugian yang disebabkan
oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu tidak mungkin
melampaui jumlah pada wesel tersebut.
Pasal 145
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi
aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes nonakseptasi atau
nonpembayaran, untuk melaksanakan hak regresnya, dengan jalan klausula
"tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula lain semacam
itu yang ditulis dan ditandatangani di atas surat wesel itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari
pengajuan surat wesel itu dalam jangka-jangka waktu yang ditetapkan ataupun
dari penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak diindahkannya jangka
waktu itu harus diberikan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal itu
terhadap pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal
itu berakibat terhadap mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat
wesel itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau pemberi aval, maka hal ini
hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Bila pemegang mengadakan
juga protes, meskipun ada Klausula itu yang dibuat oleh penarik, maka
biaya-biayanya untuk itu adalah atas bebannya. Bila Klausula itu berasal dari
seorang endosan atau seorang pemberi aval, maka bila diadakan protes, biayanya
dapat ditagih pada mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel
itu.
Pasal 146
Semua orang yang menarik, mengakseptasi,
mengendosemen, atau menandatangani surat wesel untuk aval, terikat pada
pemegangnya secara tanggung-renteng. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas
bebannya telah ditarik surat wesel itu dan telah menikmati nilainya,
bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik
masing-masing tersendiri, maupun bersama-sama, tanpa berkewajiban untuk
mengindahkan urutan waktu mereka mengikatkan diri.
Hak itu pun diberikan juga kepada setiap orang
yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu dan telah membayarnya untuk
memenuhi kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang
debitur wesel, tidak menghalangi gugatan kepada debitur lainnya, meskipun
mereka mengikatkan diri lebih belakangan daripada yang digugat paling Pertama.
Pasal 146a
Pemegang surat wesel yang diprotes tidak mempunyai
hak apa pun atas uang cadangan penarik yang ada pada tertarik.
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka dalam
hal kepailitan penarik, uang wesel termasuk harta bendanya.
Dalam hal akseptasi, tetaplah dana itu pada
tertarik sampai jumlah dalam surat wesel itu, dengan tidak mengurangi
kewajibannya terhadap pemegang untuk memenuhi akseptasinya.
Pasal 147
Pemegang
melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa Ia melaksanakan hak regresnya:
1. Jumlah
surat wesel yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar dengan bunganya bila hal
ini dipersyaratkan;
2. Bunga
sebesar enam persen, terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya;
3. Biaya-biaya protes,
pemberitahuan-pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya-biaya lainnya.
Bila penggunaan hak regres dilaksanakan sebelum
hari jatuh tempo, maka dilakukan pemotongan terhadap jumlah uang wesel itu.
Potongan ini dihitung menurut diskonto resmi (diskonto bank) yang berlaku di
tempat tinggal pemegang, pada hari pelaksanaan hak regres.
Pasal 148
Barangsiapa telah
membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menagih kepada
orang yang mempunyai kewajiban regres terhadapnya:
1. seluruh jumlah uang
yang telah dibayarnya;
2. bunga sebesar enam
persen terhitung dari hari pembayarannya;
3. biaya-biaya yang
telah dikeluarkannya.
Pasal 149
Setiap debitur wesel, terhadap siapa dilakukan
atau dapat dilakukan hak regres, dapat menuntut dengan pembayaran sebagai
pemenuhan kewajiban regresnya, untuk penyerahan surat wesel itu dengan
protesnya beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai tanda pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar surat wesel
untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat mencoret endosemennya sendiri dan
endosemen-endosemen berikutnya.
Pasal 150
Dalam hal akseptasi sebagian dapatlah orang yang
telah membayar bagian nilai wesel yang tidak diakseptasi untuk memenuhi
kewajiban regresnya, menuntut, bahwa pembayaran itu disebutkan dalam surat
wesel itu dan padanya diberi tanda pelunasan. Di samping itu pemegang harus
menyerahkan kepadanya salinan surat wesel itu yang sama bunyinya beserta
protesnya, untuk memungkinkannya melaksanakan hak-hak regres selanjutnya.
Pasal 151
Setiap orang yang dapat melakukan hak regres,
kecuali dipersyaratkan kebalikannya, dapat mendapatkan bagi dirinya penggantian
kerugian-kerugian itu dengan jalan surat wesel baru (surat wesel ulangan) yang
ditarik sebagai surat wesel untuk salah seorang dari mereka yang berkewajiban
regres terhadapnya, dan harus dibayar di tempat tinggalnya.
Wesel ulangan itu meliputi kecuali jumlah-jumlah
uang yang disebut dalam pasal-pasal 147 dan 148, juga jumlah-jumlah uang
provisi dan meterai dari wesel ulangan.
Bila wesel ulangan itu ditarik oleh pemegang, maka
jumlah uangnya ditentukan menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk, yang ditarik
dari tempat surat wesel asli harus dibayar, di tempat tinggal wajib regres.
Bila wesel ulangan itu ditarik oleh seorang endosan, maka jumlah uangnya
ditentukan menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk yang ditarik dari tempat
tinggal penarik wesel ulangan itu di tempat tinggal wajib regres.
Pasal 152
Setelah lewat jangka waktu yang ditetapkan:
untuk pengajuan sebuah surat wesel yang ditarik
atas-tunjuk atau untuk waktu tertentu setelah pengunjukan;
untuk membuat protes nonakseptasi atau
nonpembayaran;
untuk pengajuan buat pembayaran dalam hal ada
persyaratan tanpa biaya,
gugurlah hak pemegang terhadap endosan, terhadap
tertarik dan terhadap para debitur wesel lainnya, dengan pengecualian terhadap
akseptan.
Bila terjadi kelalaian mengajukan untuk akseptasi
dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh penarik, gugurlah hak regres Pemegang,
baik karena nonpembayaran maupun nonakseptasi, kecuali bila dari kata-kata
surat wesel itu ternyata, bahwa penarik hanya menghendaki untuk membebaskan
diri dari kewajiban untuk menjamin akseptasinya.
Bila ketentuan jangka waktu untuk mengajukan
dimuat dalam endosemen, maka hanya endosan itu saja yang dapat menggunakannya
sebagai landasan.
Pasal 152a
Surat wesel nonakseptasi atau nonpembayaran yang
diprotes, namun penarik berkewajiban untuk membebaskan, walaupun protes itu
dilakukan tidak pada saatnya, kecuali bila penarik membuktikan, bahwa pada hari
jatuh tempo pembayarannya pada tertarik ada tersedia dana untuk pembayaran
surat wesel itu. Bila dana yang harus disediakan hanya ada sebagian, maka
penarik bertanggung jawab untuk kekurangannya.
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka
jikalau protes dilakukan tidak pada saatnya, penarik yang dengan ancaman wajib
membebaskan, berkewajiban untuk melepaskan dan menyerahkan kepada pemegangnya
tagihan terhadap dana itu, yang telah diterima dari padanya oleh tertarik pada
hari jatuh tempo pembayaran, dan meliputi jumlah wesel itu; dan ia harus
memberikan kepada pemegang atas biayanya, bukti-bukti secukupnya untuk
memungkinkan berlakunya tagihan itu. Bila penarik dinyatakan pailit, maka para
pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap
lebih baik untuk mengizinkan pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah
surat wesel itu.
Pasal 153
Bila pengajuan surat wesel atau penyelenggaraan
protesnya dalam jangka waktu yang ditentukan terhalang oleh rintangan yang
tidak dapat diatasi (peraturan undang-undang dari suatu negara atau lain hal di
luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya berkewajiban untuk segera
memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar kekuasaannya itu,
dan mencantumkan pemberitahuannya pada surat wesel itu atau halaman
sambungannya dengan tanggal dan tanda tangannya; untuk selebihnya berlaku
ketentuan pasal 144.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar
kekuasaannya, pemegangnya harus segera terus mengajukan surat wesel itu untuk
akseptasi atau pembayaran, dan mengajukan protes bila ada alasannya.
Bila keadaan di luar kekuasaannya itu berlangsung
lebih dari tiga puluh hari terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya, maka
dapatlah dilakukan hak regresnya tanpa memerlukan pengajuan atau pembuatan
protes.
Untuk surat-surat wesel yang ditarik sebagai wesel
atas-tunjuk atau dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah
penunjukan, berjalannya jangka waktu tiga puluh hari itu mulai hari ketika
pemegang memberitahukan tentang keadaan di luar kekuasaannya itu kepada
endosannya, meskipun belum berakhir jangka waktu pengajuan; untuk surat-surat
wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah
pengajuan, maka jangka waktu tiga puluh hari diperpanjang dengan jangka waktu
pengunjukannya yang dinyatakan dalam surat wesel itu.
Fakta-fakta yang bersifat pribadi bagi
pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya untuk mengajukan surat
wesel itu atau untuk mengadakan protes, tidak dianggap sebagai hal-hal yang ada
di luar kekuasaannya.
Bagian 8
Perantaraan
Sub 1
Ketentuan Umum
Pasal 154
Penarik, seorang endosan, atau seorang pemberi
aval dapat menunjuk seseorang yang dalam keadaan darurat untuk mengakseptasi
atau membayar.
Surat Wesel itu dapat diakseptasi atau dibayar
dengan syarat-syarat yang ditetapkan di bawah ini oleh seseorang yang memberi
perantaraan untuk seorang debitur yang terhadapnya dapat dilakukan hak regres.
Perantara itu bisa seorang ketiga, bahkan
tertarik, atau orang yang telah terikat berdasarkan surat Wesel itu, kecuali
akseptan.
Perantara itu memberitahukan dalam jangka waktu
dua hari tentang perantaraannya kepada orang yang diberi perantaraan olehnya.
Bila ia tidak Memperhatikan jangka waktu itu, maka bila ada alasan untuk itu,
ia bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan
tetapi biaya, kerugian dan bunga tidak dapat melebihi jumlah uang dalam surat
Wesel itu.
Sub 2
Akseptasi Dengan Perantaraan
Pasal 155
Akseptasi dengan perantaraan dapat terjadi dalam
segala keadaan, di mana Pemegang surat Wesel yang dapat diakseptasi, sebelum
hari jatuh tempo pembayaran dapat melakukan hak regres,
Bila pada surat Wesel ditunjuk seseorang untuk
mengakseptasinya atau membayar di tempat pembayarannya, dalam keadaan darurat,
maka pemegang tidak dapat melakukan haknya terhadap orang yang telah melakukan
penunjukan dan terhadap mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tanda
tangannya pada surat Wesel itu, sebelum hari jatuh tempo pembayarannya, kecuali
bila ia telah mengajukan surat Wesel tersebut kepada orang yang ditunjuk itu
dan telah dibuat protes tentang penolakannya untuk mengakseptasi.
Dalam keadaan-keadaan lainnya tentang perantaraan,
pemegang dapat menolak akseptasi dengan perantaraan. Akan tetapi bila ia
menerimanya, ia kehilangan hak regresnya yang ia miliki sebelum hari jatuh
tempo terhadap orang untuk siapa telah dilakukan akseptasi itu, dan terhadap
mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tanda tangannya pada surat Wesel itu.
Pasal 156
Akseptasi dengan perantaraan dicantumkan pada
surat Wesel; hal itu ditandatangani oleh perantara. Hal itu menunjuk orangnya
untuk siapa akseptasi itu telah diberikan; bila tidak ada penunjukan itu,
dianggap hal itu telah dilakukan untuk penarik.
Pasal 157
Akseptan dengan perantaraan terhadap pemegang dan
terhadap para endosan yang telah mengendosemenkan surat Wesel itu setelah orang
untuk siapa perantaraan itu diberikan, terikat dengan cara yang sama seperti
mereka yang tersebut di atas ini.
Meskipun ada akseptasi dengan perantaraan, orang
untuk siapa hal itu telah dilakukan dan mereka yang wajib regres terhadap orang
itu dapat menuntut dari pemegangnya penyerahan surat Wesel itu, protesnya dan
perhitungan yang ditandatangani sebagai pelunasan, dengan pembayaran kembali
jumlah uang yang dimaksud dalam pasal 147, bila ada alasan untuk itu.
Sub 3
Pembayaran Dengan Perantara
Pasal 158
Pembayaran dengan perantaraan dapat dilakukan
dalam semua keadaan, di mana pemegang mempunyai hak regres, baik pada hari
jatuh tempo, maupun sebelum hari jatuh tempo.
Pembayaran itu harus meliputi seluruh jumlah uang
yang harus dilunasi oleh orang untuk siapa hal itu dilakukan.
Hal itu harus berlangsung paling lambat pada hari
terakhir, di mana protes nonpembayaran dapat diselenggarakan.
Pasal 159
Bila Surat Wesel itu diakseptasi oleh perantara,
yang mempunyai domisili pada tempat pembayaran, atau bila disebut orang dengan
domisili di tempat itu juga yang dalam keadaan darurat akan membayar, pemegang
harus mengajukan surat Wesel itu kepada mereka semua, dan bila ada alasan untuk
itu, harus menyelenggarakan protes nonpembayaran paling lambat pada hari yang
berikut pada hari terakhir waktu hal ini dapat dilakukan.
Bila tidak terjadi protes dalam jangka waktu
tersebut, maka orang yang telah memberikan alamat darurat atau untuk siapa
surat Wesel itu diakseptasi, dan endosan yang kemudian, terbebas dari segala
ikatan mereka.
Pasal 160
Pemegang yang menolak pembayaran dengan
perantaraan, kehilangan hak regresnya terhadap mereka yang seharusnya akan
terbebas oleh itu.
Pasal 161
Pembayaran dengan perantaraan harus dinyatakan
dengan tanda pelunasan, dibubuhkan pada surat Wesel dengan menunjuk kepada
orang, untuk siapa hal itu dilakukan. Bila penunjukan itu tidak ada, maka
dianggap pembayaran itu dilakukan untuk penarik.
Surat Wesel dan protesnya, bila ini diadakan,
harus diserahkan kepada orang yang membayarnya selaku perantara.
Pasal 162
Barangsiapa membayar selaku perantara, memperoleh
hak yang bersumber dari surat Wesel itu terhadap orang untuk siapa ia telah
melakukan pembayaran, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat Wesel terikat
pada orang yang tersebut terakhir ini. Akan tetapi dia tidak boleh
mengendosemenkannya kembali.
Para endosan yang berikut untuk siapa telah
dilakukan pembayaran, terbebas dari segala ikatan.
Bila ada beberapa orang yang mengajukan untuk
pembayaran dengan perantaraan, didahulukan pembayaran yang menyebabkan jumlah
pembebasan yang terbesar. Perantara yang dengan sadar melanggar ketentuan ini,
kehilangan hak regresnya terhadap mereka yang seharusnya sudah terbebas.
Bagian 9
Lembaran Wesel, Salinan Wesel Dan Surat Wesel yang
Hilang
Sub 1
Lembaran Wesel
Pasal 163
Surat Wesel dapat ditarik dalam beberapa lembaran
yang bunyinya sama.
Lembaran itu harus dibubuhi nomor dalam teks
sendiri dari atas-hak, dan bila hal ini tidak ada, maka setiap lembar dianggap
sebagai surat Wesel tersendiri.
Tiap pemegang suatu surat Wesel, di mana tidak
dicantumkan, bahwa hal itu ditarik dalam satu lembar saja, dapat menuntut atas
biayanya untuk menyerahkan beberapa lembar. Untuk hal itu ia harus menghubungi
endosan yang langsung mengendosemenkan padanya, yang wajib memberikan
bantuannya untuk meminta kepada endosannya sendiri, dan demikian seterusnya
sampai kembali pada penariknya. para endosan juga wajib menulis endosemen itu
pada lembaran yang baru.
Pasal 164
Pembayaran yang dilakukan atas salah satu lembar
mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan, bahwa pembayaran tersebut
menggugurkan kekuatan berlakunya lembaran-lembaran lainnya. Akan tetapi
tertarik tetap terikat oleh setiap lembaran yang diakseptasi dan tidak
diserahkan kepadanya.
Endosan yang telah menyerahkan lembaran itu kepada
berbagai orang, demikian pula endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang
memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan.
Pasal 165
Barangsiapa telah mengirimkan salah satu lembaran
untuk akseptasi, harus menunjukkan pada lembaran yang lain, nama orang pada
siapa lembaran itu berada. Orang ini berkewajiban untuk menyerahkan lembaran
itu kepada pemegang yang sah dari lembaran lain.
Bila ia menolak,
maka pemegang baru dapat melakukan hak regresnya, setelah dia dengan protes
mengatakan:
1. Bahwa
lembaran yang dikirimkan untuk akseptasi setelah diminta tidak diserahkan;
2. Bahwa
ia telah tidak berhasil memperoleh akseptasi atau pembayaran atas lembaran
lain.
Sub 2
Salinan Wesel
Pasal 166
Setiap pemegang surat wesel mempunyai hak untuk
membuat beberapa salinannya. Salinannya harus dengan saksama menggambarkan
aslinya dengan endosemennya dan semua penyebutan lainnya, yang terdapat
padanya. Salinan tersebut harus menunjukkan, di mana salinan itu berakhir.
Salinan dapat diendosemenkan dan di tanda tangan
untuk aval dengan cara dan dengan akibat yang sama seperti aslinya.
Pasal 167
Salinan harus menyebutkan orang pada siapa
lembaran aslinya berada.
Orang ini wajib menyerahkan lembaran aslinya
kepada pemegang yang sah dari salinannya.
Bila ia menolak hal ini, maka pemegang baru hanya
dapat melakukan hak regresnya terhadap mereka, yang telah mengendosemenkan
salinannya atau menandatanganinya untuk aval, setelah dengan protes ia
menyelenggarakan pernyataan, bahwa lembaran asli yang telah diminta tidak
diserahkan kepadanya.
Bila setelah endosemen yang terakhir diadakan di
atasnya, sebelum salinannya dibuat, lembaran aslinya memuat klausula; “mulai
dari sini endosemen hanya berlaku pada salinannya”, atau Klausula lain semacam
itu, maka endosemen yang kemudian diadakan pada lembaran aslinya adalah batal.
Sub 3
Surat Wesel yang Hilang
Pasal 167a
Barangsiapa kehilangan surat wesel yang
pemegangnya adalah ia, hanya dapat meminta Pembayaran dari tertarik dengan
mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun.
Pasal 167b
Barangsiapa kehilangan surat wesel yang
pemegangnya adalah ia, dan sudah jatuh tempo pembayarannya dan di mana perlu
telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap akseptan dan terhadap
penarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun.
Bagian 10
Perubahan
Pasal 168
Bila ada perubahan dalam teks suatu surat wesel,
maka mereka yang kemudian membubuhkan tanda tangannya pada surat wesel itu,
terikat menurut teks yang telah diubah; mereka yang telah membubuhkan tanda
tangannya sebelum itu terikat menurut teks yang asli.
Bagian 11
Daluwarsa
Pasal 168a
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal berikut,
maka utang wesel dihapus oleh segala ikhtiar pembebasan utang wesel yang
tercantum dalam Kitab Undang -undang Hukum Perdata.
Pasal 169
Semua tuntutan hukum yang timbul dari surat wesel
terhadap akseptan, kedaluwarsa karena lampaunya waktu tiga tahun, terhitung
dari hari jatuh temponya.
Tuntutan hukum pemegang terhadap para endosan dan
terhadap penariknya kedaluwarsa karena lampaunya waktu satu tahun, terhitung
dari tanggal protes yang dilakukan pada saatnya atau, dari hari jatuh temponya
bila ada Klausula tanpa biaya.
Tuntutan hukum endosan yang satu terhadap endosan
yang lain dan terhadap penarik kedaluwarsa karena lampaunya waktu enam bulan
terhitung dari hari pembayaran surat wesel itu oleh endosan untuk memenuhi
wajib regresnya, atau dan hari endosan sendiri digugat di depan pengadilan.
Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama tidak
dapat digunakan oleh akseptan, bila atau sejauh ia telah menerima dana atau
telah memperkaya diri secara tidak adil; demikian pula daluwarsa yang dimaksud
dalam alinea kedua dan ketiga tidak dapat digunakan oleh penarik, bila dan
sejauh ia selama tidak menyediakan dana, dan tidak dapat pula digunakan oleh
penarik atau para endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil,
semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 1967 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.
Pasal 170
Pencegahan daluwarsa hanya berlaku terhadap orang
yang terhadapnya dilakukan tindakan pencegahan daluwarsa itu.
Menyimpang dari pasal 1987 dan 1988 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal
yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada
dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi
hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap wali atau
pengampu mereka.
Bagian 12
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 171
Pembayaran suatu surat wesel yang hari jatuh
temponya pada hari raya resmi, baru dapat ditagih pada hari kerja berikutnya.
Demikian pula semua tindakan lain berkenaan dengan surat wesel, yaitu
pengajuannya untuk akseptasi dan protesnya, tidak dapat dilakukan selain pada
hari kerja.
Bila salah satu tindakan itu harus dilakukan dalam
jangka waktu tertentu yang hari terakhirnya adalah hari raya resmi, maka jangka
waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama berikut pada akhir jangka
waktu tersebut. Hari raya yang terdapat di antara itu dimasukkan dalam
perhitungan jangka waktu.
Pasal 171a
Yang dianggap hari raya resmi menurut bagian ini
ialah: Minggu, Tahun Baru, Paskah Kristen kedua dan Pantekosta, kedua hari
Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari raya lainnya yang setiap tahun
kembali yang ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan. Penunjukan tanggal
semua hari raya dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap
tahun dengan surat ketetapan yang dimuat dalam dalam surat kabar resmi sebelum
permulaan tahun.
Pasal 172
Dalam jangka waktu yang ditetapkan undang-undang
atau Perjanjian, tidak termasuk hari permulaan jangka waktu itu.
Pasal 173
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik
menurut undang-undang, maupun menurut keputusan hakim.
Bagian 13
Surat Sanggup (Order)
Pasal 174
Surat sanggup
memuat:
1 Baik
Klausula tertunjuk, maupun sebutan, “surat sanggup“ atau promes kepada
tertunjuk, yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa
yang digunakan dalam atas-hak itu;
2. Penyanggupan
tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. Penunjukan
hari jatuh tempo;
4. Penunjukan
tempat pembayaran harus dilakukan;
5. Nama
orang yang kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang kepada tertunjuk
pembayaran itu harus dilakukan;
6. Penyebutan tanggal, serta tempat surat
sanggup itu ditandatangani;
7. Tanda
tangan orang yang mengeluarkan atas hak itu (penandatanganan).
Pasal 175
Atas-hak yang tidak memuat salah satu pernyataan
yang ditetapkan dalam pasal yang lalu, tidak berlaku sebagai Surat sanggup,
kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Surat sanggup yang hari jatuh tempo pembayarannya
tidak ditunjuk, dianggap harus dibayar atas-tunjuk.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat
penandatanganannya Surat itu dianggap sebagai tempat pembayarannya dan juga
sebagai domisili penandatangan.
Surat sanggup yang tidak menyebutkan tempat
penandatangannya, dianggap ditandatangani di tempat yang disebut di samping
nama dari penandatangan.
Pasal 176
Selama tidak menyalahi sifat Surat sanggup, maka
terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan mengenai Surat Wesel tentang:
endosemen;
hari jatuh tempo;
pembayaran;
hak regres dalam hal nonpembayaran;
pembayaran dengan perantaraan;
salinan Surat Wesel;
Surat Wesel yang hilang;
perubahan;
daluwarsa;
hari-hari raya, perhitungan jangka waktu dan
larangan hari penangguhan.
Demikian pula terhadap Surat sanggup berlaku
ketentuan tentang Surat Wesel yang harus dibayar oleh Pihak ketiga atau di
tempat lain dari domisili penarik, Klausula bunga, Perbedaan pernyataan
berkenaan dengan jumlah uang yang harus dibayar, akibat pembubuhan tanda tanpa
adanya keadaan dimaksud dalam pasal 106, akibat dari tanda tangan seseorang
yang bertindak tanpa wewenangnya dan Surat Wesel blangko.
Demikian pula terhadap surat sanggup berlaku
ketentuan mengenai aval; bila sesuai dengan apa yang ditentukan pada pasal 130
alinea terakhir, aval itu tidak menyebutkan kepada siapa aval itu diberikan,
dianggap diberikan atas tanggungan penandatangan surat sanggup itu.
Pasal 177
Penandatangan Surat sanggup terikat dengan cara
yang sama seperti akseptan Surat Wesel.
Surat sanggup yang harus dibayar pada waktu
tertentu setelah pengunjukan, harus diajukan kepada penandatangan untuk
ditandatangani sebagai tanda "telah dilihat " dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam pasal 122. Jangka waktu pengunjukan berlangsung mulai pada
tanda itu, yang harus dibuat oleh penandatangan pada Surat sanggup itu.
Penolakan untuk memberikan tanda tangan itu,
harus dinyatakannya dengan protes (pasal 124) yang tanggalnya merupakan
permulaan berlangsungnya jangka, waktu pengunjukan.
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.