PENDAHULUAN
A. Peristilahan
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN)
sedikit banyak dipengaruhi oleh Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah
Fakultas Hukum pada pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu,
dalam kurikulum minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P
dan K tanggal 30 Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan.
Meskipun istilah Hukum Tata Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut diatas,
namun dalam kenyataan penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum –
terutama fakultas hukum universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh
berbagai fakultas hukum universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang
beranekaragam itu adalah: Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara,
Hukum Administrasi Negara.
Soewarno Handayaningrat dalam bukunya Administrasi
Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional antara lain menengahkan sebagai
berikut:
Administrasi Negara merupakan bagian dari administrasi
umum. Ilmu Administrasi Negara merupakan cabang Ilmu Sosial dan (Ilmu Politik).
Pada halaman 2 juga diketengahkan pendapat Leonard D.White bahwa administrasi
negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud untuk menunaikan dan
melaksanakan kebijakan Negara. Pada halaman 3 diketengahkan pendapat Dimock dan
Koening tentang administrasi negara dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti
luas, administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan
politiknya. Dalam arti sempit, administrasi negara adalah kegiatan eksekutif
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
B. Pemerintahan
1. Definisi dan perumusan –
perumusan
Pengertian
pemerintahan dapat difahami melalui dua pengertian: disatu pihak dalam arti
“fungsi pemerintahan” (kegiatan memerintah), dilain pihak dalam arti
“organisasi pemerintahan” (kumpulan dari kesatuan–kesatuan pemerintahan). Apa
sebenarnya kandungan dari “fungsi pemerintahan” itu? Fungsi dari pemerintahan
itu dapat ditentukan sedikit banyak dengan menempatkannya dalam hubungan dengan
fungsi perundang-undangan dan peradilan. Pemerintahan dapat dirumuskan secara
negatif sebagai segala macam kegiatan penguasa yang tidak dapat disebutkan
sebagai suatu kegiatan perundang-undangan atau peradilan. Ada ahli hukum
administrasi yang mengatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan yang terdiri atas
peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih lanjut (peraturan-peraturan
umum tentang pemerintahan, peraturan-peraturan dari pihak penguasa yang lebih
rendah), tidak dapat dikategorikan dalam hukum administrasi.
Donner (A.M
Donner, Nederlands Bestuursrecht, jilid umum, Alphen aan den Rijn, Nederland,
cetakan ulang kelima tahun 1987 hal. 15-17) mengutarakan empat macam bentuk
dari penguasa :
a). Pemelihara Ketertiban
Pemeliharaan ketertiban pada tingkat
pertama ialah pengawasan supaya dapat terlaksana secara teratur. Dapat terdiri
dari penetapan peraturan bagi komunikasi timbal balik, yaitu diserahkan pada
masyarakat untuk mengadukan sendiri pelanggaran atas hukum tadi dan membuatnya
berlaku melalui suatu proses (seperti dalam hal lalu lintas). Suatu teknik lain
pemeliharaan ketertiban ialah terikatnya beberapa kegiatan atau keadaan pada
suatu perizinan, pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk pemberian kuasa yang
lain oleh karena kegiatan-kegiatan itu pada dasarnya adalah terlarang kecuali
jika dilaporkan dan memperoleh izin.
b). Pengelola Keuangan
Melalui pajak, pungutan-pungutan lain,
pendapatan sendiri umpamanya dari sumber bantuan kekayaan alam dan kredit luar
negeri, pihak penguasa menjadi yang terkaya dan yang paling boleh dipercaya
dalam negara. Dalam hal pemasukan uang pajak yang terutang, pihak pemerintah
(melalui Kantor Inspeksi Pajak = sekarang Dit.Jen Pajak) memainkan peranan yang
penting. Pendapatan pihak penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan
sendiri, namun juga mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan
negara. Dengan demikian, penguasa memberi bantuan, menyediakan subsidi,
memberi kredit dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan oleh kelompok-kelompok
tertentu atau masyarakat umum.
c). Tuan tanah
Sejak dahulu pihak penguasa merupakan
tuan tanah. Banyak jalan dan sungai, pantai, bendungan dan tentu saja
bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga memiliki
kesempatan-kesempatan juridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan tanah
itu dengan tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak.
d). Pengusaha
Beberapa kegiatan hanya dapat
dilaksanakan oleh pihak penguasa mengingat sifatnya atau karena diharuskan
sesuai dengan undang-undang. Maka kita menyebutkan “jasa-jasa” pihak penguasa:
seperti pertahanan, pekerjaan umum, polisi, pemadam kebakaran, peredaran mata
uang, pendidikan, penyediaan air minum, energi dan saluran air, dll.
Disamping
keempat jasa yang diarahkan keluar (ekstern) itu, masih ada yang diarahkan
fungsinya kedalam (intern) yakni pemerintahan sebagai badan organisasi intern.
Pemerintahan intern berbentuk segala macam aturan-aturan organisasi,
keputusan-keputusan pengangkatan dan pemberhentian, aturan-aturan dan
keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum pegawai negeri,
keputusan-keputusan tentang bidang pengawasan para pegawai yang kedudukannya
lebih tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan mengenai penyelesaian
sengketa diantara para pegawai negeri.
2. Sejarah Pemerintahan di Indonesia
Organisasi
pemerintahan setelah penyerahan oleh Raffles adalah sebagai berikut: pemerintah
pusat membentuk sebuah sekretariat yang dinamakan “Algemene Secretarie” di
Bogor. Pimpinan urusan “oorlog en marine” diserahkan kepada sebuah departemen;
urusan keuangan diserahkan kepada “Generale Directive van Financien”. Susunan
pemerintahan yang sederhana itu baru dapat dikembangkan lebih luas pada masa
Gubernur Jenderal Duymaer van Twist (1851-1856). Sesudah tahun 1904 susunan
departemen adalah sebagai berikut:
1. Pertanian
2. Perusahaan
Negara (gouvernements bedrijven)
3. Kehakiman
(pertama kali didirikan tahun 1870)
4. Keuangan
5. Pemerintahan
(binnenlands bestuur)
6. Pengajaran
dan keagamaan (onderwijs en eeredienst)
7. Perekonomian
8. Perhubungan
dan Pengairan (verkeer en waterstaat)
9. Peperangan
(oorlog)
10. Angkatan
Laut (marine)
Pada tanggal 18
Agustus 1945 dibentuknya UUD Negara RI Tahun 1945, yang dapat dipandang sebagai
akte kelahiran dari Negara Republik Indonesia. Selain itu juga diangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal 19 Agustus tahun 1945 oleh PPKI
ditetapkan susunan kementrian negara dan pada tanggal 2 September 1945 Presiden
mengangkat menteri-menteri Negara yang masing-masing mengepalai satu
departemen, yaitu: Dalam negeri, Luar negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran,
Kesehatan, Pengajaran dan Pendidikan, Sosial, Pertahanan, Penerangan,
Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Karena saat
itu, sistem pemerintahan belum dapat dilaksanakn secara penuh. Maka Belanda
berusaha kembali untuk menguasai negara RI akhirnya melahirkan suatu Negara
Serikat, yaitu Republik Indonesia Serikat dengan konstitusinya disebut dengan
Konstitusi RIS. Namun pada tanggal 17 Agustus 1950 (kurang dari satu tahun masa
RIS) bentuk negara kembali ke bentuk negara kesatuan dan lahirlah Undang-Undang
Dasar Sementara tahun 1950. tugas pemerintah di bidang eksekutif adalah
menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa berusaha supaya UUD,
Undang-undang, dan peraturan-peraturan lain dijalankan (Pasal 82). Untuk
membentuk anggota DPR dan Dewan Konstituante, dibawah UUDS tahun 1950 telah
diselenggarakan Pemilu yang pertama kali tanggal 1 April 1954 hingga tanggal 16
Juli 1956. Pada tanggal 23 Maret 1956 Presiden mengambil sumpah para anggota
DPR di Istana Negara Jakarta dan pada tanggal 10 Nopember melantik anggota
Konstituante di gedung Konstituante di Bandung.
Ternyata hasil
pemilu itu kemudian menimbulkan masalah dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia. Kemelut kabinet terus berlangsung dan akhirnya Presiden Soekarno
telah memutuskan menunjuk dirinya sendiri sebagai Kepala Negara membentukk baru
yang dilantik tanggal 9 April 1957 dipimpin oleh Ir. Djoeanda selaku PM, Mr.
Hardi selaku WAPERDAM I, K.H. Idham Khalid selaku WAPERDAM II, kabinet itu
terkenal dengan nama Kabinet karya. Berhubung kabinet karya disandarkan kepada
UUDS 1950 yang dinyatakan tidak berlaku melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
pada tanggal 6 Juli 1959 kabinet Djoeanda mengembalikan mandat kepada Presiden.
Pada tanggal 9 Juli Presiden membentuk Kabinet baru, yaitu Kabinet Kerja.
Kabinet Kerja terdiri dari tiga kelompok Menteri, yaitu: Menteri Inti, Menteri
Muda dan Menteri Ex Officio (KASAD, KSAU, KSAL, KKN, Jaksa Agung, Wakil Ketua
DPA dan Ketua Dewan Nasional). Susunan Kabinet Kerja kemudian dilengkapi dengan
Menko, Ketua DPR dan MPRS menjadi Menko, sedangkan wakil ketuanya menjadi
menteri.
Pelaksanaan
pemerintahan dengan Demokrasi Terpimpin ternyata mengarah ke pemusatan
kekuasaan di tangan presiden. Keadaan ini dibonceng oleh PKI dan akhirnya
meletus peristiwa G.30 S.PKI tahun 1965. Peristiwa ini sekaligus menarik garis
pemisah masa pemerintahan sebelumnya dengan sebutan Orde Lama dan Orde Baru.
Langkah-langkah pertama pemerintahan Orde Baru diawali dengan Supersemar tahun
1966. langkah konstitusional ditempuh melalui siding-sidang umum MPRS pada
tahun 1966, siding istimewa tahun 1967 dan sidang umum V tahun 1968.
Berdasarkan
ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 dibentuk Kabinet Ampera dengan Kep.Pres No. 163/1966.
Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Dwidharma Catur Karya. Pada tanggal
11 Oktober diadakan perubahan terhadap Kabinet Ampera. Dalam sidang istimewa,
MPRS melalui TAP No. XXXIII/MPRS/1967 kekuasaan Presiden Soekarno
ditarik/dicabut dan Jenderal Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden. Dalam
sidang umum MPRS V dengan TAP No. XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto diangkat
sebagai Presiden RI. Melalui TAP No.XLI/MPRS/1968 telah ditetapkan pembentukan
Kabinet Pembangunan. Struktur Kabinet pembangunan terdiri atas 18 menteri yang
memimpin departemen dan 5 menteri Negara.
Pada tanggal 29
Desember tahun 1986 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang No. 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lahirnya UU ini telah memberikan
penghargaan tersendiri bagi hukum administrasi.
3. Pemerintahan dalam zaman modern
Ciri-ciri yang
paling penting dari negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan
suatu ketertiban tertentu dalam kenyataan. Sebagai kelanjutannya ditemukan
“tugas-tugas negara yang lebih klasik” dan “tugas-tugas negara yang lebih
modern”.
Tugas-tugas
Klasik Negara adalah:
a. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap
serangan dari luar (pertahanan)
b. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap
kerusuhan dari dalam (pembentukan dan pemeliharaan hukum; polisi)
c. Penagihan uang pajak dan pengelolaan
dana tersebut untuk kepentingan pembiayaan tugas-tugas negara
Kementerian-kementerian “lama” yang
paling terkenal adalah: Departemen Luar Negeri dan Pertahanan, Dalam Negeri dan Kehakiman, demikian pula Departemen Keuangan.
Hukum Adminaistrasi Modern seringkali merupakan suatu akibat dari kesukaran dan
kebutuhan yang berbagai macam yang kerapkali ada kaitan langsung dengan
pertumbuhan penduduk.
Tugas-tugas
Modern Pemerintah adalah:
a. Jalan,
sungai, perhubungan, angkutan, pos, telekomunikasi
b. Pendidikan,
Pemeliharaan kesehatan
c. Lingkungan,
planologi dan Perumahan rakyat
d.
Perekonomian, pertanian dan perikanan,perdagangan, industri
e. Urusan
tenaga kerja, Jaminan sosial
f. Kebudayaan,
Pengembangan masyarakat
C. Definisi dan
Deskripsi Hukum Administrasi
Deskripsi dari
J.Oppenheim mengetengahkan perbedaan terhadap tinjauan Negara oleh hukum tata
negara dan oleh hukum administrasi. Hukum Tata Negara menyoroti negara dalam
keadaan bergerak. Pendapat selanjutnya dijabarkan oleh C.Van Vollenhoven dalam
definisi hukum tata negara dan definisi hukum administrasi. Hukum Tata Negara
adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara
dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan negara tersebut. Hukum
administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengingat alat-alat perlengkapan
negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu akan menggunakan
kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.
Prajudi
Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi Negara merumuskan definisi
kerja hukum administrasi Negara adalah hukum yang secara khas mengenai seluk
beluk daripada administrasi Negara, dan terdiri dari dua tingkatan. Hukum Administrasi
Negara Heteronom, bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah hukum yang
mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi Negara. Hukum
Administrasi Negara Otonom, adalah hukum operasional yang dicipta oleh
Pemerintah dan Administrasi Negara sendiri.
D. Perkembangan
Hukum Administrasi
Hukum
administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak pemerintah mulai
menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya
dengan menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan
sistem-sistem perizinan. Perkembangan hukum administrasi umum boleh dikatakan
baru saja tumbuh sejak Perang Dunia Kedua
Dapat dikatakan bahwa perkembangan
hukum (pemerintahan) administrasi umum yang sedang giat dilaksanakan di banyak
Negara, bergerak dalam tiga taraf secara berturut-turut.
1. Pada mulanya perkembangan hukum
administrasi umum itu hanya merupakan suatu perkembangan dalam ilmu pengetahuan
sendiri.
2. Perkembangan kedua yang penting dimulai
dengan diperkenalkannya peradilan administrasi Negara.
3. Perkembangan yang ketiga timbul
manakala pembuat UU memutuskan dengan tujuan menyelaraskan tindakan-tindakan
pemerintah untuk mengadakan “pembuatan UU umum”,
E. Lapangan
Hukum Administrasi Khusus dan Hukum Administrasi Umum
Yang dimaksudkan dengan lapangan hukum
administrasi khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan
bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Sedangkan hukum administrasi umum
adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu
dari kebijaksanaan penguasa. Dari lapangan hukum administrasi khusus itulah
kemudian dicari elemen-elemen umum yaitu elemen yang terdapat dalam tiap
lapangan khusus tersebut. Elemen yang demikian itulah kemudian membentuk hukum
administrasi umum.
1. Penelitian Lapangan Hukum
Administrasi Khusus
W.F. Prins mengemukakan bahwa perkembangan hukum
administrasi bermula dari lapangan-lapangan khusus karena kebutuhan untuk
mengatur lapangan-lapangan pekerjaan pemerintahan dalam bidang khusus tertentu.
Dalam mengadakan penelitian dan mengembangkan hukum administrasi disarankan
agar dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang menunjang Pembangunan
Nasional sesuai dengan arah Pembangunan yang digariskan oleh Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Dengan demikian dapat dikembangkan bidang-bidang hukum
administrasi yang menunjang pembangunan pertanian, perindustrian dan
bidang-bidang lainnya.
2. Penelitian Lapangan Hukum
Administrasi Umum
Untuk memperoleh gambaran dari keseluruhan aspek hukum
administrasi umum itu kita menggunakan cara pemikiran yang berikut. Hubungan
antara pihak pemerintah dengan masyarakat pada masing-masing bidang urusan
pemerintah ditandai oleh dua saluran kegiatan : pihak pemerintah mempengaruhi
masyarakat umum dan masyarakat mempengaruhi kalangan pemerintah. Pihak
pemerintah mempunyai tugas-tugas tertentu terhadap masyarakat seperti
melindungi masyarakat terhadap ancaman luar negeri atau melaksanakan suatu
kebijaksanaan lingkungan.
Beberapa keputusan pemerintah tertentu mengakibatkan
hasil-hasil pemilihan tertentu yang kembali dapat berpengaruh pada timbulnya
keputusan-keputusan pemerintah yang baru. Hukum tata negara dan hukum
administrasi memuat aturan-aturan yang menguasai jalannya lingkaran politik dan
pemerintahan.
F. Kedudukan
Hukum Administrasi dalam Lapangan Hukum
Hukum administrasi materiil terletak
diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum pidana berisi norma-norma yang
begitu penting bagi kehidupan masyarakat sehingga penegakan norma-norma
tersebut tidak diserahkan pada pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh
penguasa. Hukum privat berisi norma-norma yang penegakkannya dapat diserahkan
kepada pihak partikelir. Diantara kedua bidang hukum itu terletak hukum
administrasi (hukum antara).
Hukum administrasi juga berhubungan
dengan hukum internasional. Hubungan antara hukum administrasi dengan hukum
internasional tidak lepas dari hakekat hukum administrasi sendiri, yakni
hubungan antara penguasa dan rakyat. Pelaksanaan perjanjian-perjanjian
internasional oleh penguasa terhadap rakyat akan menyentuh lapangan hukum
administrasi, karena hukum administrasi merupakan “instrumenteel recht”. Dalam
hal ini sistem hukum kita menganut stelsel dualisme, artinya suatu perjanjian
internasional hanya mengikat negara dan tidak mengikat rakyat. Untuk dapat
mengikat rakyat diperlukan suatu Undang-undang tersendiri.
G. Hukum
Administrasi dan Ilmu Pemerintahan Lain
Hukum administrasi bukan satu-satunya
ilmu pengetahuan mengenai pemerintahan umum. yang termasuk ilmu pemerintahan ialah
ilmu hukum, sosiologi, ilmu politik, yang objeknya adalah pemerintahan Ilmu
pemerintahan yang terpenting adalah: soal-soal keuangan negara, hukum
administrasi, sosiologi pemerintahan, dan ilmu politik pemerintahan.
Hukum administrasi jadinya hanya merupakan
salah satu dari keseluruhan ilmu-ilmu pemerintahan, yaitu bagian yang membahas
aturan-aturan yang tertulis dan yang tek tertulis dari pemerintahan umum. dalam
ilmu pemerintahan dapat ditemukan dua macam pendekatan: pendekatan empiris dan
pendekatan normatif. Pendekatan empiris bertujuan untuk menelaah pengaruh yang
nyata dari pemerintahan umum, sementara pendekatan normatif menelaah
putusan-putusan normatif.
H. Perkembangan
Pemerintahan Umum di Masa Depan
Hukum Administrasi itu terlibat dengan
perkembangan-perkembangan yang cepat. Sebelum membahas persoalan itu, perlu
kiranya diingatkan bahwa hukum administrasi modern itu bergantung dari dua
macam dorongan :
a. Dorongan dari sudut politik dan
pemerintahan. Hukum administrasi tergantung dari apa yang dibayangkan oleh
pihak politik sebagai tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak
mengambil keputusan secara otonom (mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah.
Perubahan-perubahan dalam tugas-tugas pemerintah tercermin dalam hukum
administrasi terutama dalam perubahan-perubahan pada bagian-bagian khusus dari
hukum administrasi.
b. Perkembangan dalam bidang hukum
administrasi otonom. Dengan tumbuhnya bagian-bagian khusus dari hukum
administrasi kebutuhan juga meningkat. pertumbuhan dan penyempurnaan hukum
administrasi adalah suatu proses otonom yang dapat dicapai dengan bantuan ilmu
pengetahuan, peradilan dan perundang-undangan umum.
SUMBER-SUMBER
HUKUM ADMINISTRASI
A. Pengertian
Sumber Hukum
Hukum dapat ditinjau dari berbagai aspek. Seseorang mampu
menjelaskan hukum positif yang berlaku dan secara bersamaan mampu menjelaskan
dengan tegas sumber-sumber tempat hukum positif itu dikaji. Ketika orang
menulis suatu studi yang bersifat sejarah, maka sumber-sumber hukum kebanyakan
itu adalah sumber-sumber hukum lain seperti hasil-hasil tulisan ilmu
pengetahuan yang lama, notulen dari sidang rapat, dsb.
B. Pancasila
Sebagai Sumber Hukum
Dalam Tap MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan
Produk-Produk yang Berupa ketetapan-Ketetapan MPRS RI jo. Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 tentang perlunya penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 Tap
MPR No. V/MPR/1973, Pancasila Dinyatakan Sebagai Sumber Dari Segala Sumber
Hukum”. Yang artinya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, prikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial,
cita-cita politik mengenai sifat, bentuk-bentuk dan tujuan negara, cita-cita
moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan
dari Budi Nurani Manusia.
Dalam Tap MPRS No. XX/MPR/1966, bahwa Pancasila itu mewujudkan dirinya
dalam:
a. Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945
(Yang dimaksud adalah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno.)
b. Dekrit 5
Juli 1959
(Suatu keputusan Presiden RI, yang
isinya:
a) Pembubaran
Konstituante
b) Berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
c) Pembentukan
MPRS dan DPAS)
c.
Undang-Undang Dasar Proklamasi, dan
(Adalah UUD 1945 yang terdiri dari
Pembukaan / Preambule, batang Tubuh dan Penutup.)
d. Serat
Perintah 11 Maret 1966.
(Berisi perintah kepada Letnan Jendral
Soeharto, Mentri/Panglima AD, untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi
ABRI.)
C. Sumber hukum
dalam Arti Formal
Sumber-sumber hukum dalam arti formal diperhitungkan
terutama “bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi
Pemerintahan yang berwenang”. Dalam arti, bentuk wadah suatu badan pemerintahan
tententu dapat meciptakan badan hukum. Sumber Hukum (formal) di Indonesia,
diatur dalam MPRS No.XX/MPR/1966, berarti UUD 1945, Tap MPR, UU & PP
sebagai Pengganti UU (Perpu), PP, Keppres, Inpres, Permen, serta Instruksi
Mentri & Surat Mentri.
PENJELASAN
1. UUD 1945
UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD ini berlaku
hingga 27 Desember 1949, saat berlakunya Konstitusi RIS. Setelah itu UUD 1945
hanya berlaku di negara bagian RI. Namun Konstitusi RIS hanya berlaku selama 8
bulan, karena mayoritas rakyat daerah-daerah bagian tidak menghendaki bentuk
negara serikat. Untuk itu, akhirnya ditetapkanlah UU Federal No.7 Tahun 1950.
Meski UUD 1945 hanya terdiri dari 37
Pasal, tetapi didalamnya telah diatur hal-hal mendasar dalam berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu, ia semacam “streefgrondwet”.
2. Tap MPR
Tap MPR ini merupakan putusan majelis
yang yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar dan ke dalam MPR. Dan
memiliki arti penting di bidang hukum. Bentuk Tap MPR ini pertama kali keluar
pada 1960, yaitu Ketetapan MPRS RI No.1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik RI
sebagai GBHN. Berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan
(peraturan) MPR ini memuat:
a. Garis-garis besar dalam bidang
legislatif yang dilaksanakan dengan UU.
b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif
yang dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di
satu pihak dapat dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
3. UU / Perpu
Undang-undang adalah produk legislatif
presiden (pemerintah) bersama DPR. Untuk Perpu, harus mendapat persetujuan dari
DPR dalam persidangan. Inisiatif mengajukan usul Rancangan UU dapat berasal
dari Presiden maupun DPR. Namun, dalam hal-hal yang sifatnya memaksa, Presiden
berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
yang sama derajatnya dengan UU. Perbedaannya hanyalah bahw Perpu hanya dibuat
oleh Presiden saja, sedang DPR tidak dilibatkan. Dan Perpu itu hanya dibuat
jika negara dalam keadaan darurat saja. Namun, jika suatu Perpu tidak mendapat
persetujuan DPR, Perpu itu harus dicabut dan akibat hukum yang timbul harus
diatur.
4. PP
Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,
ditentukan bahwa PP dibuat dan dikeluarkan oleh Presiden untuk melaksankan UU.
PP memuat aturan-aturan yang sifatnya umum. MA dalam pemeriksaan tingkat kasasi
berwenang untuk menyatakan tidak sah, dengan alasan kerena PP tersebut
bertentangan dengan PP yang lebih tinggi.
5. Keppres
Keppres dikeluarkan oleh Presiden,
berbeda dengan PP, Keppres ini memuat keputusan yang bersifat khusus
(einmalig). Seperti diatur dalam Tap MPR No.XX/MPRS/1966. dalam prakteknya, ada
tiga macam Keppres, yaitu:
a. Keppres yang berisi pengangklatan
seseorang menjadi Mentri atau menjadi Duta Besar atau Guru Besar atau Dirjen
suatu Departemen.
b. Keppres yang berisi pemberian tunjangan kepada pejabat
negara tertentu.
c. Keputusan Presiden yang mengatur hal-hal tertentu.
6. Peraturan
Pelaksanaan Bawahan Lainnya
Peraturan Pelaksanaan Bawahan lainnya,
seperti:
a. Peraturan
Mentri dan Surat Keputusan Mentri
Adalah peraturan yang dikeluarkan oleh
seorang Mentri, yang berisikan ketentuan-ketentuan tentang bidang tugasnya.
Selain itu masih ada Surat Keputusan Mentri (keputusan Mentri yang sifatnya
khusus mengenai masalah tertentu di bidang tugasnya), Surat Keputusan Bersama
(dibuat oleh beberapa Mentri), Instruksi Mentri dan Surat Mentri.
b. Peraturan
Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
Indonesia merupakan Negara Kesatuan
yang menganut sistem Desentralisasi, yang terbagi-nagi dalam daerah-daerah
otonom. Perda dapat memuat Ketentuan tentang ancaman pidana kurungan
selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya lima puluh ribu rupiah,
dengan atau tidak dengan merampas barang tertentu untuk negara. Perda ditangani
oleh Kepala Daerah dan ditanda tangani serta oleh Ketua Dewan Perwkilan Rakyat
Daerah. Selain itu ada juga Keputusan Kepala Daerah yang ditetapkan untuk
melaksanakan Perda atau Urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan.
c. Hukum Tidak
Tertulis
Adalah hkum yang tidak dibentuk oleh
sebuah badan legislatif (unstatutory law), yaitu hukum yang hidup sebagai
konvensi di badan-badan hukum negara, hukum yang timbul karena putusan hakim,
dan hukum kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat. Singkatnya adalah “Hukum
Adat” yang dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum.
d. Hukum
Internasional.
Adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan
asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara, yaitu antar negara-negara, atau antar negara denga subyek hukum bukan
negara satu sama lain.
7. Keputusan
Tata Usaha Negara (administratieve beschikking): norma penutup
Keputusan ini dibuat baik untuk
menyelenggarakan hubungan dalam lingkungan alat-alat perlengkapan negara yang
membuatnya dengan seorang partikelir.
8. Doktrin
Adalah pendapat pendapat para pakar
dalam bidangnya amsing-masing yang berpengaruh. Pendapat ini sering digunakan
sebagai sumber dalam pengambilan keputusan, terutama oleh para hakim.
D. Sumber Hukum
dalam Pengertian Sosiologis
Sumber-sumber hukum dalam artian sosiologis merupakan
lapangan pekerjaan bagi seorang sosiolog hukum. Namun penelaahan sumber-sumber
hukum juga dapat relevan bagi seseorang yang mempelajari hukum dalam sisi yang
formal yang akhir-akhir ini sering dibandingkan dengan sumber-sumber sosiologis
hukum.
Macam-macam faktor sosiologis, yaitu:
1. Situasi sosial-ekonomis menetukan isi
perundang-undangan dalam bidang-bidang harga, hubungan tenaga kerja,
penggajian, dll.
2. Hubungan-hubungan politik dalam corak
penting dalam menentukan apakah suatu tugas umum tertentu dilakukan oleh
provinsi atau kota praja atau oleh pemerintah pusat atau badan-badan swasta.
E. Sumber Hukum
dalam Pengertian Sejarah
Dalam arti
sejarah, istilah sumber memiliki dua makna:
1) Sebagai sumber pengenal dari hukum yang
berlaku pada suatu saat tertentu
2) Sebagai sumber tempat asal pembuat UU
yang menggalinya dalam sistem suatu aturan menurut UU.
Menurut para sejarawan hukum, hal yang paling penting
adalah sumber pertama., yaitu dokumen-dokumen resmi kuno, buku-buku ilmiah,
majalah-majalah, dsb.
SUSUNAN PEMERINTAH
A. Tinjauan Umum
Dalam membuat struktur dalam dan hubungan pemerintahan
umum mutlak bahwa yang digunakan adalah bahasa yang sama dan tingkat pengertian
yang sama. Perlu didapatkan suatu gambaran yang baik dalam berbagai macam
kelembagaan pemerintah. Karena di banyak negara orang melihat bahwa
lembaga-lembaga pemerintah selalu berubah-ubah. Untuk badan-badan yang
terpenting dari Pemerintah Pusat, propinsi-propinsi dan kotapraja-kotapraja
umumnya cukup stabil (tidak berubah), akan tetapi untuk badan-badan pemerintahan,
BUMN, dan sebagainya terlihat dinamika/perubahan yang cukup besar. Misalnya
BUMN yang diswastakan atau perusahaan swasta yang dinasionalisasikan.
Dalam menciptakan tata tertib dalam banyaknya
bentuk-bentuk organisasi itu dapat dilakukan paling baik dengan pndekatan pada
struktur formal dari organisasi pemerintahan seperti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dengan cara pendekatan bersifat yuridis
pemerintahan. Pendekatan yang bersifat yuridis pemerintahan menyangkut hal
bahwa kita bertolak dari istilah-istila dan pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat yuridis. Ada 4 macam pembedaan yang penting dalam hal ini, yaitu :
a. Pembedaan antara Wewenang yang sifatnya Hukum Publik
dengan Wewenang Hukum Perdata.
Wewenang hukum
publik adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang sifatnya
hukum publik, seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil kaputusan-keputusan
atau menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum. Badan-abadan yang
memiliki hukum publik dan dewan-dewan yang memiliki wewenang ini disebuta ”
badan-badan pemerintahan administratif dan yang mengeluarkan aturan-aturan.”
Wewenang hukum
perdata dimiliki oleh orang-orang pribadi dan badan-badan hukum. Suatu lembaga
pemerintahan hanya dapat melakukan wewenang hukum perdata, jika merupakan badan
hukum sesuai dengan hukum perdata : negara, propinsi, kotapraja, badan-badan
umum atau lembaga yang memiliki wewenang hukum secara eksplisit/nyata.
Wewenang hukum
publik hanya dapat dimiliki dan harus dimasukkan dalam golongan penguasa. Badan
yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh UU, tetapi
dapat juga suatu badan pemerintahan dari yayasan/lembaga yang sifatnya hukum
perdata yang memiliki wewenang hukum publik. Akan tetapi ini tidak berlakuk
bagi lembaga-lembaga yang punya wewenang hukum perdata. Akan tetapi perlu
dibuat suatu ukuran tambahan untuk menyaring lembaga-lembaga mana dengan
wewenang hukum perdata yang harus digolongkan dalam pihak Pemerintah, karena
memang badan-badan swasta punya wewenang itu, sehingga lembaga-lembaga dengan
hukum perdata termasuk dalam desentralisasi (fungsional).
b. Pembedaan antara Surat Keputusan Pembentukan Badan yang
bersifat Hukum Publik dengan yang bersifat Hukum Perdata.
Jika pembentukn
suatu organisasi/badan hukum terjadi sesuai atau menurut UU atau ditetapkan
dalam suatu putusan organisasi yang bersifat hukum publik, maka badan hkum itu
memiliki wewenang yang tergolong organisasi pemrintah. Selain itu suatu
organisasi fungsional dapat didirikan dalam bentuk yayasan atau perseroan
terbatas ini yang disebut badan hukum atas dasar surat keputusan pendirian
menurut hukum perdata.
Bentuk
organisasi fungsional (badan hukum) yang tidak termasuk negara, kotapraja atau
propinsi yang pendiriannya berdasarkan surat keputusan organisasi hukum publik,
harus digolongkan dalam desentralisasi fungsional. Walau suatu kembaga yang
demikian tidak memiliki wewenang hukum publik dan hanya memiliki wewenang hukum
perdata, masih saja harus ditentukan bahwa lembaga itu bagian dari organisasi
pemerintahan.
c. Pembedaan antara para Pegawai dan
Pejabat Negara.
Wewenang yang
sifatnya hukum publik justru yang bersifat hukum perdata dapat dilaksanakan
oleh para pegawai yang secara hirarkis masih pegawai rendahan yang memiliki
wewenang sesuai dengan undang-undang atau yang disebut dekonsentrasi.
Yang
digolongkan dalam desentralisasi di Belanda adalah :
Provinsi dan Kota Praja
Badan-badan yang mewakili wewenang
hukum publik
Badan-badan/Badan-badan hukum yang mewakili wewenang
hukum perdata yang ditetapkan dengan atau berdasarkan UU
Lembaga pemerintahan yang menurut surat
keputusan organisasi mereka memperoleh otonomi tertentu terhadap mentri
Yang tidak
tergolong dalam desentralisasi adalah pelaksanaan wewenang oleh para pegawai
(dekonsentrasi) dan penggunaan bentuk yayasan dan perseroan terbatas oleh pihak
pemerintah (jika perlu disebut juga sebagai desentralisasi fungsional yang
sifatnya hukum perdata). Dengan membuat pembedaan antara badan-badan hukum yang
didirikan dengan atau berdasarkan undang-undang dengan badan-badan hukum yang
lain, maka tanggung jawab pemerintah sudah ditandai dengan jelas. Berbeda
dengan desentralisasi fungsional yang bersifat hukum perdata,
pertanggungjawaban itu juga diuraikan dengan jelas dalam satu atau lebih
perundang-undangan yang dapat diketahui oleh setiap orang.
B. Hubungan
Antara Tingkat-Tingkat Dalam Pemerintahan
Mengenai
hubungan diantara tingkat-tingkat dalam pemerintahan harus dibedakan diantara :
a. Hubungan Vertikal (Pengawasan,
Kontrol)
Pengawasan
dilaksanakan oleh badan-badan Pemerintah yang bertingkat lebih tinggi terhadap
badan-badan yang lebih rendah. Untuk pengawasan ada beberapa alasan, sbb:
1. Koordinasi: mencegah atau mencari
penyelesaian konflik/perselisihan kepentingan, misalnya diantara
kotapraja-kotapraja.
2. Pengawasan Kebijaksanaan:
disesuaikannya kebijaksanaan dari aparat pemerintah yang lebih rendah terhadap
yang lebih tinggi.
3. Pengawasan Kualitas: kontrol atas
kebolehan dan kualitas teknis pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan
aparat pemerintah yang lebih rendah.
4. Alasan-alasan Keuangan: peningkatan
kebijaksanaan yang tepat dan seimbang dari aparat pemerintah yang lebih rendah.
5. Perlindungan hak dan kepentingan warga: dalam situasi
tertentu mungkin diperlukan suatu perlindungan khusus utnuk kepentingan dari
seorang warga.
Beberapa bentuk pengawasan (kontrol) :
1. Pengawasan
Represif, yaitu pengawasan yang dilakukan kemudian.
2. Pengawasan
Preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelumnya.
3. Pengawasan
Positif.
4. Kewajiban
untuk memberi tahu.
5. Konsultasi
dan Perundingan
6. Hak Banding
Administratif
7. Dinas-Dinas
Pemerintah yang didekonsentrasi
8. Keuangan
9. Perencanaan
10.
Pengangkatan untuk Kepentingan Pemerintah Pusat
Aturan-aturan
tentang pengawasan dalam Undang-Undang Tertulis, misalnya yang terwujud dalam
tuntutan bahwa suatu persetujuan hanya dapat ditolak dengan alasan-alasan
tertentu dalam yurisprudensi di negeri Belanda ditemukan asas-asas pemerintahan
yang baik yang tertulis. Asas-asas yang penting, sbb:
- Asas Legalitas (pelaksanaan pengawasan harus
berdasarkan kewenangan menurut UU)
- Asas Pengawasan Terbatas (pengawasan
yang dibatasi pada sasaran yang telah dijadikan pedoman pada waktu kewenangan
itu diberikan)
- Asas Motivasi (pengawasan harus dapat
mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan dan keputusan yang
harus dimotivasi kepada masyarakat luas)
- Beberapa asas tentang prosedur seperti
asas kecermatan
- Asas Kepercayaan
b. Hubungan Horizontal (Kerjasama)
Banyak tugas
pemerintah hanya dapat dilaksanakan secara memuaskan melalui jalan kerjasama.
Ada beberapa negara yang dapat ditemukan adanya kemungkinan kerjasama yang
sifatnya hukum pubik diantara para pejabat instansi berdasarkan UU.
Undang-Undang ini terdiri dari tiga macam kerjasama, yaitu:
1. Fungsi yang dipusatkan
Beberapa wewenang dari kotapraja yang ikut ambil bagian,
diserahkan/dikuasakan pada salah satu dari yang mengambil bagian, yaitu suatu
kotapraja yang merupakan suatu sentrum(pemusatan) yang besar.
2. Badan/Lembaga untuk Bersama
Lembaga ini hanya memiliki wewenang untuk melaksanakan
wewenang yang sifatnya hukum publik.
3. Badan Hukum Untuk Bersama
Suatu badan hukum menurut undang-undang hukum perdata
dengan adanya lembaga-lembaga yang bersifat hukum publik.
C. Susunan
Pemerintah Negara Indonesia (Umum)
Susunan
organisasi RI terdiri dari dua susunan utama, yaitu susunan organisasi negara
tingkat pusat dan tingkat daerah.
Badan-badan
kenegaraan yang diatur dalam UUD 1945 yaitu MPR, Presiden, DPA, DPR, BPK, dan
MA. Sebagai konsekuensi sistem desentralisasi yang dianut oleh NKRI, tidak
semua urusab pemerintahan diselenggarakan sendiri oleh pemerintah pusat.
Berbagai urusan pemerintahan dapt diserahkan atau dilaksanakan atas bantuan
satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah dalam bentuk otonomi atau tugas
pembantuan. Susunan pemerintahan tingkat pusat diatur dalam UUD dan dalam
bebagai peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan urusan pemerintahan
yang yang diserahkan kepada daerah, menjadi urusan rumah tangga daerah. Dan
terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan itu, daerah mempunyai kebebasan
untuk mengatur dan mengurus sendiri dengan pengawasan dari pemerintah pusat
atau satuan pemerintahan yang lebih tinngi tingkatannya dari daerah yang
bersangkutan.
Susunan
pemerintahan tingkat daerah diatur dalam UU dan terdiri dari berbagai tingkat
seperti Daerah Tk.1 dan Daerah TK.2.
D.
Lembaga-Lembaga Negara
(1). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang tugasnya
menetapkan UU, menetapkan GBHN, dan memilih serta mengangkat presiden dan wakil
pesiden. Sedangkan kekuasaan mengubah UUD dikelompokkan sebagai wewenang.Selain
mengubah UUD, ketetapan MPR tersebut mementukan juga wewenang lain yang diatur
secara tegas dalam UUD.
(2). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Sistem ketatanegaraan RI memiiki 2 badan perwakilan
tingkat pusat yaitu MPR dan DPR. Tiap UU menghendaki persetujuan DPR. Presiden
yang embentuk UUD dengan persetujuan DPR akan tetapi persetujuan DPR bukanlah
menunjukkan bahwa presiden mempunyai kekuasaan lebih besar dari DPR dalam
membentuk UU. DPR mempunyai hak inisiatif ntuk mengajukan Rancangan UU. Tugas
umum lain DPR adalah mengawasi jalannya pemerintahan.
(3). Dewan Perwakilan Agung (DPA)
Susunan DPA diatur dengan UUD sedangkan hak an
kewajibannya adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintah. Menurut Tap MPR No.III/MPR/1978 (Tap MPR
No.VI/MPR/1973) menegaskan bahwa:
a. DPA adalah sebuah badan penasehat
pemerintah
b. DPA berkewajiban memberi jawaban atas
pertanyaan presiden.
c. DPA berhak mengajukan usul dan wajib
memberkn pertimbangan kepada pemerintah akan tetapi sifatnya tidak mengikat
secara hukum.
(4). Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang menjalankan
kekuasaan kehakiman teritinggi di negara RI serta penadilan negara tertinggi
dari semua badan peradilan di Indonesia.
Wewenang Mahkamah Agung adalah :
a. Memeriksa dan memutuskan:
b. Menguji secaramateril peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang.
c. Memutuskan dalam tingkat pertama dan
terakhir semua sengketa yang timbul
d. Memberikan nasehat hukum kepada
presiden dalam rangka pemberian grasi.
e. Memberikan pertimbangan dalam bidang
hukum baik diminta atau tidak diminta kepada lembaga tinggi negara lain.
f. Melaksanakan pengawasan tertinggi
terhadap peradilan, meminta keterangan mengenai hal-hal teknis peradilan,
memberi petunjuk, peringatan pada semua lingkungan peradilan.
(5). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah lembaga negara yang diadakan
untuk memeriksa tanggungjawab tentang keuangan negara dan dalam menjalankan
tugasnya, BPK harus terjamin lepas dari pengaruh dan campur tangan pemerintah
termasuk dari seua unsur-unsur kekuasaan negara lain.
E.
Penyelenggaraan Pemerintah Pusat
(1). Presiden
Presiden ialah penyelenggara pemerintah tertinggi dibawah
majelis. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab
adalah di tangan presiden. Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif)
tertinggi,presiden menjalankan kekuasaan:
a. Kekuasaan Dalam Bidang Pemerintahan (Eksekutif)
Presiden beserta seluruh unsur administrasi negara
lainnya, menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari. Penyelenggaraan
pemerintahan sehari-hari mencakup semua lapangan administrasi negara, baik yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan tak tertulis maupun
berdasarkan kebebasabbertindak untuk mencapai tujuan pembentukan pemerintahan
seperti diamanatkan oleh pembukaan UUD.
b. Kekuasaan presiden di bidang perundang-undangan
Kekuasaan ini terdiri dari berbagai bentuk :
Pembentukan
Undang-Undang
Pembentukan
peraturan pemerintah (sebagai) pengganti UU.
Peraturan
pemerintah
Keputusan
Presiden
c. Kekuasaan di bidang kehakiman
Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi.
(2) Wakil Presiden
Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Wakil
presiden bisa dianggap sebagai yang membantu presiden. Wk.presiden
bertanggngjawab kepada presiden tidak kepada MPR dimana presidenlah yang
menentukan bidang tugas wakil Presiden.
(3). Menteri dan Departemen
Menteri adalah pembantu presiden dan memimpin departemen
pemerintahan. Susunan organisasi Departemen terdiri Menteri sebagai pimpinan
Departemen
(4). Lembaga Pemerintah Non Departemen
Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah badan
pemerintahan tingkat pusat yang menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawab
menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif) di bidang-bidang tertentu, seperti
pertahanan, statistik, perencanaan dsb. Badan pemerintahan ini berada dibawah
dan bertanggungjawab langsung di bidang tertentu dan langsung kepada presiden
dengan kedudukan yang lebih rendah dari departemen. Badan pemerintahan ini sama
sebagai lembaga pemerintah non departemen, selain perbedaan dalam tugas dan
fungsi terdapat juga perbedaan-perbedaan lain seperti :
a. Perbedaan penamaan kelembagaan
b. Perbedaan penyebutan pimpinan
c. Perbedaan kewenangan dalam pengangkatan
ejabat dalam lingkungan lembaga
d. Keuangan
e. Susunan organisasi secara vertikal
Lembaga Pemerintah Non Departemen,
antara lain :
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
nasional (BAKORSURTANAL), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Lembaga Sandi
Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Lembaga Penerbangan
dan antariksa Nasional (LAPAN), Arsip Nasional Republik Indonesia (Arsip
Nasional), Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Dewan Hankamnas), Badan Urusan
Logistik (Bulog), Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7), Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN),
Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPP Tekhnologi), Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pusat Statistik (BPS)
F.
Penyelenggaraan Pemerintah Tingkat Daerah
a. Daerah
Otonom Tingkat I dan Tingkat II
Negara Republik
Indonesia merupakan negara kepulauan. Dewasa ini, sistem ketatanegaraan RI
adalah Desentralisasi, tidak hanya dihadapkan pada kenyataan wilayah RI yang
luas dan beragam dan keinginan untuk memelihara kesatuan susunan ketatanegaraan
RI tetapi didorong pula pertimbangan untuk membentuk pemeritahan di daerah yang
didasarkan pada permusyawaratan dn perwakilan serta sistem pemerintahan. Maka
penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik sangat dibatasi.
(1).
Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh
pemerintah pusat, akan tetapi penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah
atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari
pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tinkat atasnya
kepada pejabat-pejabatnya di daerah.
(2). Pemerintah
Daerah
Pemerintah daerah terdiri dari kepala
daerah dan DPRD. Kepala daerah merupakan alat perlengkapan (unsur-unsur
pemerintah daerah) yang berdiri sendiri disamping DPRD dimana kepala daerah
sebagai pemegang kekuasaan eksekutif daerah.
Kepala Daerah
DPRD
Alat
Perlengkapan Daerah lainnya
Keuangan
Daerah
Pengawasan
(umum, preventif dan represif)
Kerjasama
Antar daerah
b. Pemerintahan
Wilayah
Pemerintah
wilayah adalah perwujudan asas dekonsentrasi yang merupakan salinan berjenjang
dari pusat hingga ke daerah. Ada 2 macam pemerintahan wilayah yaitu pertama
yang menjlankan fungsi-fungsi pemerintahan umum adalah provinsi,
kabupaten/kotamadya dan kecamatan. Yeng kdua menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan adalah kantor perwakilan departemen atau kantor perwakilan
diretorat jenderal
c. Pemerintahan
Desa
Pemerintahan
desa yang asli diselenggarakan brdasarkan hukum adat akan tetapi saat ini
pemerintahan desa diatur menurut undang-undang, salah satunya adalah UU No.5
Thun 1979 dimana dalam UU ini menegaskan bahwa desa sebagai satuan pemerintahan
terbawah yang mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangga seniri atau desa
sebagai daerah otonom disamping daerah otonom tingkat I dan II. Susunan
pemerintahan daerah teriri dari kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (BESCHIKKING)
A. Ciri- Ciri
Keputusan Tata Usaha Negara/Keputusan Administratif
Keputusan administratif dalam praktiknya tampak dalam
bentuk keputusan-keputusan yang sangat berbeda namun memiliki ciri-ciri yang
sama. Keputusan ini diperlukan untuk dapat mengenal dalam praktek
keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu sebagai keputusan administratif
karena hukum positif mengikatkan akibat-akibat hukum tertentu pada
keputusan-keputusan tersebut, contohnya suatu penyelesaian hukum melalui hakim
tertentu.
Dalam praktek pemerintahan di Indonesia bentuk keputusan
tata usaha negara diantaranya : SK Pengangkatan pegawai, Akte Kelahiran, Surat
Izin Mengemudi (SIM),dll. Dalam rangkaian norma hukum, keputusan tata usaha
negara merupakan norma tertutup. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang izin
mendirikan bangunan. Dengan adanya perda tentang bangunan, seseorang tidak
dibenarkan mendirikan bangunan tanpa adanya izin.
Apabila kita melihat dampak suatu keputusan terhadap
orang, maka kita dapat melakukan pembagian sebagai berikut :
a) Keputusan
dalam rangka ketentuan larangan atau perintah.
Sistemnya adalah bahwa Undang-Undang
melarang suatu tindakan tertentu atau tindakan-tindakan tertentu yang saling
berhubungan. Terdapat bentuk hukum dalam keputusan ini yaitu dispensasi
dan konsesi. Dispensasi berbicara tentang larangan dalam Undang-Undang
yang bersangkutan memang secara tegas dimaksudkan sebagai larangan dan
kekecualian saja yang dapat memberikan kebebasan. Konsesi berarti kepentingan
umum justru menuntut kegiatan-kegiatan dari si penerima konsesi.
b) Keputusan
yang menyediakan sejumlah uang.
Subsidi yang diberikan atau dikeluarkan
oleh penguasa karena penguasa ingin melancarkan kegiatan-kegiatan masyarakat
tertentu. Contohnya di Belanda, orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidup mereka, mempunyai hak atas suatu pembayaran tunjangan berdasarkan
Algemene Bijstandswet (Undang-Undang Bantuan Umum) juga berbagai asuransi
sosial dan asuransi rakyat memberikan hak atas tunjangan dalam keadaan
tertentu. Selanjutnya Undang-Undang Tata Ruang Belanda dapat memberikan hak
atas pemberian ganti rugi kepada orang yang menderita kerugian.
c) Keputusan
yang membebankan suatu kewajiban keuangan.
Sebagai contoh yang paling penting adalah penetapan
pajak.
d) Keputusan
yang memberikan suatu kedudukan.
Diartikan sebagai keputusan-keputusan
yang menyebabkan dapat diperlakukannya beberapa peraturan yang saling berkaitan
bagi seseorang tertentu atau suatu denda tertentu. Misalnya, pengangkatan
seorang pegawai negeri dalam arti dari Undang-Undang Kepegawaian.
e) Keputusan
penyitaan
Suatu organ penguasa melalui jalan
hukumpublik dapat menadakan penyitaan atas barang-barang dari warga atau untuk
digunakan demi kepentingan umum,dll.
Ada juga pembagian-pembagian lain
karena saling berkaitan antara akibat hukum tertentu dimana ada kewenangan
untuk menarik kembali atau membuat peraturan, antara lain :
a) Keputusan
yang bebas dan yang terikat.
b) Keputusan
yang memberi keuntungan dan yang memberi beban.
c) Keputusan
yang seketika akan berakhir dan yang berjalan lama.
d) Keputusan
yang bersifat perorangan dan yang bersifat kebendaan.
B. Kompetensi :
Atribusi, Delegasi, Mandat
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan
(pasal 1 angka 6 UU no. 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan
atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang
dilimpahkan). Delegasi dalam hal ada pemindahan atau pengalihan suatu
kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna berarti bahwa
keputusan yang berdasarkan kewenangan itu kurang sempurna, berarti keputusan
berdasarkan kewenangan itu tidak sah menurut hukum. Pemikiran negara hukum
menyebabkan bahwa penguasa ingin meletakkan kewajiban kepada para warga maka
kewenangan itu harus ditemukan dalam suatu Undang-Undang formal. Sedangkan
mandat, tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihan kewenangan.
Disini menyangkut janji-janji kerja intern antara penguasa dan pegawai.
C. Susunan
Intern
Terdapat unsur-unsur yang sama dalam jenis-jenis
keputusan, adalah sebagai berikut :
a) Nama dari
organ yang berwenang
b) Nama dari
yang di alamatkan dan nama dari suatu objek tertentu
c) Kesempatan
yang menimbulkan suatu keputusan
d) Suatu
ikhtisar dari peraturan perundang-undangan yang cocok
e) Penetapan
fakta-fakta yang relevan
f)
Pertimbangan-pertimbangan hukum
g) Keputusan
h) Motivasi
dalam arti yang sempit
i)
Pemberitahuan-pemberitahuan lebih lanjut
j)
Penandatanganan oleh organ yang berwenang
D. Keputusan
menurut Wet AROB (Belanda)
Keputusan-keputusan disini masih ada yang secara lisan
namun di kemudian hari dibuat suatu keputusan yang tertulis dan harus berasal
dari suatu organ administratif. Pengertian organ administratif ada kaitannya
dengan kekuasaan pemerintah jadi suatu keputusan secara definisi berasal dari
suatu organ pemerintahan.
Dalam hukum Belanda pada umumnya tidak terbuka banding
yang langsung pada seorang hakim (administratif). Hal inidikarenakan sebagian
hukumnya mempunyai dasar-dasar historis. Berdasakan ketentuan-ketentuan
delegasi juga organ-organ penguasa seringkali berwenang untuk membuat peraturan
perundang-undangan dalam arti material dan harus terbuka untuk hukum jabatan
yang langsung. Akan tetapi kita harus menyadari, bahwa AROB tidak pernah hanya
melangkah berdasarkan bentuk luar dari suatu keputusan namun merupakan sebagai
suatu keputusan yang berdasarkan suatu keputusan yang bertujuan umum atau
tindakan hukum menurut hukum perdata. Kebanyakan keputusan itu sifatnya
individual yang berarti bahwa ditujukan kepada satu oarang atau suatu kelompok
tertentu.
E. Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang No. 5
Tahun 1986
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 4 UU No. 5 Tahun 1986,
bahwa sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
Tata Usah Negara , baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi KTUN adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam kaitannya dengan KTUN, di samping keputusan
pelaksanaan juga ada keputusan bebas. Di Belanda untuk keputusan terikat diatur
dengan peraturan perundang-undangan hukum tertulis, namun untuk keputusan bebas
dapat diatur dengan hukum tak tertulis.
Hukum Tata Usaha Negara = Hukum
Administrasi
Hukum Administrasi = Hukum publik
Tindakan Hukum TUN = Tindakan Hukum
Publik
Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan perbuatan hukum
publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan
memperoleh wewenang melalui 3 sumber yakni : atribusi, delegasi dan mandat akan
melahirkan kewenangan. Sedangkan, dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat
adalah adanya kecakapan bertindak dari subyek hukum. Dengan perbedaan tersebut,
tanggung gugat sehubungan dengan suatu hukum perbuatan dalam perbuatan hukum
publik adalah pada para pejabat, sedangkan tanggung gugat sehubungan dengan
suatu perbuatan hukum privat yang dilakukan pemerintah adalah badan hukum.
F. Macam-Macam
Keputusan Tata Negara
Keputusan menurut pendapat Van der Wel, membedakan
diantaranya :
a) De
rechtsvastellende beschikkingen
b) De
constitutieve beschikkingen, terdiri atas
Belastende Beschikkingen (keputusan yg
memberi beban)
Begunstigende Beschikkingen (keputusan
yg menguntungkan); Stasus Verleningen (penetapan status)
c) De
Afwijzende Beschikkingen (keputusan penolakan)
SARANA TATA USAHA NEGARA II
(SARANA-SARANA HUKUM LAINNYA)
A. Peraturan Perundangan-undangan
(Algemeen Verbindende Voorschriften) Dan Keputusan keputusan
Tata Usaha Negara yang memuat Pengaturan bersifat Umum
(Besluiten Van Algemen Strekking)
Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
RI Nomor XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR GR mengenai sumber tata tertib
hukum republik Indonesia dan tata urutan peraturan peraturan perundangan RI
menggunakan istilah peraturan perundang-undangan selaku penamaan bagi semua
produk hukum tertulis yang dibuat dan diberlakukan oleh Negara berdasarkan tata
urutan peraturan perundangan menurut UUD 1945.
Tap MPRS RI. Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan pelbagai
bentuk peraturan perundangan-undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945,sebagai
berikut:
- UUD 1945,
- Ketetapan
MPR.
- Undang-undang
+ peraturan pemerintah pengganti undang-undang,
- Peraturan
pemerintah,
- Keputusan
presiden
-
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya,seperti:
- Peraturan
menteri,
- Instruksi
menteri,
- Dan
lain-lainnya.
Sebagaimana ternyata,tidak semua peraturan
perundang-undangan dibuat badan kekuasaan legislatif, pemerintah pusat, dan
badan-badan pembuat peraturan pada pemerintahan daerah di tingakt I dan II.
Penjelasan Pasal 1 angka 2, Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986 merumuskan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan adan atau
pejabat tata usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang
juga mengikat secara umum”.
Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan
dari badan atau pejabat tata usaha negara yang merupakan penaturan yang
bersifat umum (besluit van algemene strekking) termasuk peraturan
perundang-undangan (algemen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan tata
usaha negara (besluiten van algemene strekking) tidak merupakan bagian dari
perbuatan keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi
termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang pembuatan peraturan (regelend
daad van de administratie).
Pasal 2 huruf (b) dari Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986
secara tegas menentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan
pengautan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking) tidak termasuk
keputusan tata usaha negara dalam arti beschikking,yang berarti bahwa terhadap
poerbuatan badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
yang merupakan pengautran yang bersifat umum tidak dapat digugat di hadapan
hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha
negara, seperti halnya departemen,lembaga pemerintah non departemen, pemerintah
daerah tingkat 1 dan tingkat II menetapkan bentuk tertentu yang membedakan
keputusan tata usaha ngara dalam yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
disebut dengan judul keputusan seperti halnya keputusan menteri, keputusan
direktur jenderal, keputusan gubernur sementara keputusan tata usaha negara
dalm arti beschiking disebut dengan judul surat keputusan, seperti halnya
keputusan menteri, surat keputusan gubernur/KDH, surat keputusan
bupati/KDH,dst. Keputusan yang dikeluraka oleh badan atau pejabat tata usaha
negara (dalm arti beschiking) harus sesuai dengan peraturan perundangan
undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan.
B. Peraturan
_peraturan Kebijaksanaan (BeleidsregelsPolicy Ruler)
Pelaksanaan pemerintahan sehari hari menunjukan btapa
badan atau pejabat negara acapkali menempuh pelbagai langkah kebijaksanaan
tertentu antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan
kebijaksaan (beleidsregels, polici rule). Produk semacam peraturan
kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen, yaitu
badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan
kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk “jurisdische regeis”, seperti halnya
peraturan, pedoman, pengumuman surat edaran dan mengumumkan kebijaksanaan itu.
Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan
tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebrachi schrifielijk beleid
(menampakan keluar suatu kebijakan tertulis)” namun tanpa disertai kewenangan
pembuatan peraturan dari badab atau pejabat tat usaha negra yang menciptakan peraturan
kebijaksanaan tersebut. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada
kenyataanya telah merupakan bagian dari kegiatan pemrintahan(bestuuren)dewasa
ini.
Peraturan peraturan kebijaksanaan bukan praturan
perundang undangan. Badan yang mengeluarkan peraturan peraturan kebijaksanaan
adalah in casu tidak memilki kewenangan pembuatan peraturan(wetgevende
bevoegdheid). Pesturan peraturan kebijaksanaan jiga tidak mengikat hokum secar
langsung namun mempunyai revelansi hikum. Peraturan peraturan kebijaksanaan
memberi peluang bagaimana suatu badab suatu usah negara menjalankan kewenangan
pemrintahan (beschikingbevoegdheid). Hal tersebut dengan sendirinya harus
dikatiakan ndengan kewenangan pemrintahan atas dasr penggunaan discretionaire
karena jika tidak demikian kan tidakada tempat bagi peraturan peraturan
kebijaksanaan.
C. Rencana (Het
Plan)
Pada negara hukum kemasyarakatan mdren rencana selaku
figure hukum dari hubungan hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari
pemikiran. Rencana rencana dijimpai pada pelbagai bidang kegiatan pemrintahan
misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan dan pendidikan. Rencana
merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usah negara yang
mengupayakan terlaksnanya keadaan tertentu yang tertib (teratur)
Suatu rencana perumusan terdiri dari bagian berikut ini:
Peta
Perencanaan
Disini terdapat peruntukan dari tanah
dimaksud. Peta perncanaan itu dapat dipandang sebagai suatu himpunan keputusan
yang saling berlainan.
Peta
Berkenaan Dengan Penggunaan (Pemanfaatan)
Peraturan berkenaan penggunaan
(pemanfaatan) ini dapat dipanadang sebagai peraturan perundang undangan. Bagi
wilayah dari rencana itu dapat diberlakukan secara berulang kali.
Pada dasarnya rencana rencana
pembangunan yang dibuat oleh badan badan tata usah negara didasarkan pada
besarnya porsi belanja dan subsidi dalam anggaran pendapatan belanja
negara(APBN) bagi kegiatan tiap sector dari departemen /non departemen dan
jawaban yang bersangkutan. Besarnya anggaran pendap[atan dan belanja negara
(APBN) dari tiap tahun anggaran ditetapkan dengan undang undang.
Terdapat beberapa rencana pembangunan
yang secara langsung menimbulkan akibat hukum bagi seorang warga atau badab
hukum perdata. Adakalanya suatu rencana peruntukkan kepentingan umum dapat
menyebabkan seseorang warga atau badan hukum perdata kehilangan hak atas
tanahnya sendiri manakala hak tanah itu dicabut guna kepentingan umum.
Dikemukakan bahwa setiap rencana
kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup wajib
dibuatkan penyajian informasi lingkungan apabila kegiatan itu merupakan:
a.
Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
b.
Eksploitasi simber daya alam baik yang sudah diperbaharui
maupaun yang tidak diperbaharui
c.
Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, kerusakan dan kemerosotan pemanfaatan sumber daya alam
d.
Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan social dan budaya.
D. Penggunaan
Sarana sarana hukum keperdataan (Gebruik Van privaatrecht/civil instruments)
Badan hukum atau pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua macam
peranan, yakni :
Selaku pelaku hukum publik yang menjalankan kekuasaan
public yang dijelmakan dalam kualitas penguasa sepeti badan badan tata usaha
negara dan pelbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan kekuasaan
politik.
·
Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan pelbagai
perbuatan hukum keperdataan seperti halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa
menyewa, pemborosan dan sebagainya yang dijelmakan dalam kualitas badan hukum.
Selaku pelaku hukum publik badan atau pejabat tata usaha
negara memiliki hak dan wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan
kekuasaan public. Berdasarkan penggunaan kekuasaan public dimaksud badan atau
pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak menetapkan pelbagai peraturan
dan keputuasn yang mengikat warga dan peletakkan hak dan kewajiban tertentu
dank arena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka itu.
UU No 5 Tahun 1986 menegaskan bahwa keputusan tata usaha
negara yang merupakan perbuatan hukum perdata tidak termasuk keputusan tata
usaha negara dalam arti beschikingyang dapat dibawakan ke hadapan hukum
pengadilan tata usaha negara (pasal 2 butir b).
Pelaksanaan pemborongan untuk suatu proyek dan pembelian
dalam jumlah barang tertentu atau jasa dilakukan melalui :
- Pelelangan
Umum
- Pelelangan
Terbatas
- Penujukan
Langsung
- Pengadaan
Langsung.
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA
A. Milik
Pribadi Pemerintah (Negara) dan Milik Publik
Badan-badan yang bersifat publik, seperti halnya negara,
propinsi, kotapraja, dan wilayah pengairan berbadan hukum berdasarkan hukum
publik. Dengan demikian merek memiliki hak milik dan hak-hak lainnya secara
sama dan dibawah asas pembatasan-pembatasan serta syarat-syarat serupa, seperti
halnya waraga dan badan-badan hukum publik dapat pula manjual, menyewakan,
menyewakan tanah, memanfaatkan tanah pekarangan, dan sebagainya.
Di Belanda, pembuat undang-undang telah meletakkan
kejelasan bagi sekelompok barang-barang umum, yakni jalan-jalan untuk
selanjutnya kejelasan hanya terdapat pada patokan beberapa putusan hoge raad
selaku hakim perdata.
Wewenang yang bersumber pada hak mnguasai diri negara
tersebut digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakatdan
negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai
negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah swatantra dan
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (pasal 2 ayat 4).
Surat Keputusan Menteri Keuangan, nomor:
kep-225/MK/V/4/1971 bertanggal 13 april 1971, dimaksudkan menetapkan
penggolongan barang-barang milik negara/ kekayaan negara, sebagai berikut ini:
1.
barang-barang tidak bergerak
2.
barang-barang bergerak
3. hewan-hewan
4.
barang-barang persediaan
Surat Keputusan Menteri keUangan, nomor:
Kep-225/MK/V/4/1971 dimaksudkan melengkapi pelbagai lampiran yang memuat
petunjuk-petunjuk pengisian daftar inventaris barang.
Seperti halnya dengan pemerintah pusat maka pemerintah
daerah juga memiliki barang dan kekayaan. Pasal 1 dari pusat keputusan menteri
keuangan, sebagaimana dimaksud dalam instruksi presiden, nomor 3 tahun 1971.
pasal 63 ayat 1 dari undang-undang nomor 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah memuat pengaturan dan penanganan terhadap barang milik
daerah yang digunakan untuk memenuhi dan melayani kepentingan umum.
B. Hak-Hak Pemerintah (Tata Usaha Negara) Untuk Mengambil
Dan Mengguakan Milik Pribadi Seseorang.
Berdasarkan ketentuan-undang-undang, nomor 20 tahun 1961
tenang pencabuta hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, maka
yang dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya hanya
presidan RI pada pasal 1 dari undang-undang nomor 20 tahun 1961 ditetapkan
bahwa;
”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari dari
rakyat, demiian pula kepentingan pembangunan maka presiden dalam keadaan yang
memaksa setelah mendegar menteri agraria, mentri kehakiman, dan menteri yang
bersangkutan dapat mencbut hak-hak atas dan benda-benda yang ada diatasnya.”
Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan
tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dengan segara, atas permintaan
yang berkepentingan kepala inspeksi agraria menyampaikan permintaan untuk
melakukan pencabutan hak kepada menteri agraria, tanpa disertai taksiran ganti
rugi dari paniti penaksir dan jika pelu juga dengan tidak menunggu diterimanya
pertimbangan kepala daerah (pasal 6 ayat 1). Pada bagian penjelasan umum
undang-undang nomor 20 tahun 1961 dikemukakan contoh-contoh yang dimaksudkan
dari keadaan yang sangat mendesak itu yakni terjadi wabah atau bencana alam
yang memerlukan penampungan para korbannya dengan segera.
C. Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)
Pemerintah seperti halnya dengan subyek hukum lainnya
juga menginvestasikan sejumlah modal dalam bentuk usaha perniagaan. Pelbagai
bentuk badan usaha milik negara lebih dikenal dengan perusahaan negara. Sebelum
tahun 1960, terdapat beberapa bentuk perusahaan negara yang diatur dalam
peraturan produk pemerintah hindia belanda. Seperti halnya jawatan penggadaian,
jawatan kereta api, perusahan garam dan soda negeri, perusahan percetakan
negara, perusahan listrik negara dan air minum negara. Terdapat pula bank
indutri negara. Yang dibentuk berdasarkan udang-undang darurat nomor lima tahun
1952. juga terdapat perisahan negara yang bebentuk perseroan terbatas. Misalnya
PT. Pertambangan timah belitung.
Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan instruksi
presiden, nomor 17 tahun 1967, tentang pengarahan dan peyederhanaan perusahaan
negara kedalam tiga bentuk pokok usaha negara, yakni :
1. perusahaan
(negara) jawatan (departemen agency), disingkat perjan
2. perusahaan
(negara) umum (public corporation), disingkat perum
3. perusahaan
(negara) persero (public/state company), disingkat persero.
Dari tiga usaha negara dimaksudkan, trdapat pula beberapa
perusahaan negara yange mempunyai status khusus, sperti halnya PN. Pertamina
yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1968 dan
beberapa bank negara seperti bank indonesia berdasarkan undang-undang nomor 13
tahun 1968.Diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 tentang
perusahaan perseroan. Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 ini mengatur
tentang penyetaraan modal negara dalam perseroan.
Kemudian diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 3
tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan perusahaan jawatan,
perusahaan umum, dan perusahaan persero. Peraturan pemerintah ini secara khusus
mengatur pembinaan, pngelolaan, pengawasan, dan biri tata usaha dari ketiga
bentuk usaha negara. Ditegaskan, bahwa sifat-sifat badan usaha negara adalah
sebagai berikut:
- perjan
berusaha dibidang penyediaan jasa-jasa bagi msyarakat, termasuk pelayanan
kepada masyarakat.
- Perum
berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping
mendapatkan keuntungan.
- Persero
bertujuan untuk memupuk keuntungan dan berusaha dibidang-bidang yang dapat
mendorong berkembangnya sektor swasta dan atao koperasi diluar bidang
usaha perjan dan perum.
D. Perusahaan
Barang Milik Publik
Pada prinsipnya tiap departemen, lembaga negara, lembaga
pmerintahan non-departemen diserahi wewenang dan tanggung jawb guna mengurus
barang-barang publikyang terdpat didalam penguasaan departmen dan lembaga yang
bersangkutan. BUMN & BUMD berwenang dan bertanggung jawab mengurus
barang-barang publik yang menjadi bagian dari kegiatan perniagaannya selaku
perusahaan negara atau peusahaan daerah. Karenanya pemda pun diserahi wewenang
dan wewenang untuk mengurs barang-barang publik yang berada dilingkungan
kekeuasan otonominya.
Ketentuan instruksi presiden RI nomor 3 tahun 1971
tentang inventaris baranga-barang milik negara atau kkeyaan negara yang
memerintahkan pada tiap depatemen atau lembaga negara atau lembaga pemerintahan
non departemen untuk melaksanakan invntaris fisik dan penyusunan daftar
inventarisasi milik negara atau kekayaan negara menunjukkan betapa semakin
pentingnya peranan pengurusan dan pengawasan termasuk terhadap barang-barang
milik negara, termasu barang publik.
Salah satu barang milik publik yang berdaya guna dan
menyangkut hajat hidup para warga negara masyarakat adalah jalan. Peranan jalan
selaku prasarana perhubungan darat sungguh pentig bagi upaya pembangunan.
Hampir semua warga masyarakat merupakan pemakai jasa jalan. Undang-undang nomor
13 tahu 1980 tentang jalan mengemukakan bahwa jalan mempunyai peranan penting
dalam bidang ekonomi, sosial, politik sosial budaya dan pertahanan keamanan,
serta digunakan untuk sebersar-besarnya kemakmuran rakyat. Jalan mempunyai
peranan untk medorong pengembangan semua satuan wilayah didalam usaha mencapai
tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata, dikemukakan pula bahwa
jalan merupakan kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada didalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
KEDUDUKAN
HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)
B. Para Pejabat
Politik (Political Office Holders)
Beberapa jabatan tertentu pada struktur pemerintahan RI
merupakan jabatan politik. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok
Kepegawaian tidak menggunakan istilah jabatan politik. Menurut Sastra Djatmika
(1964: 22) berpendapat bahwa istilah jabatan politik dimaksud “ sangat mungkin
diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai negara“. Pada pasal 11 UU No.8
Tahun 1974 menetapkan bahwa seorang pegawai negeri yang diangkat menjadi
pejabat negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama
menjadi pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Pada
bagian penjelasan Pasal 11 tersebut dikemukakan bahw ayang dimaksud pejabat
negara ialah:
- Presiden
- Anggota
MPR
- Anggota
BPK
- Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim MA
- Anggota
DPA
- Menteri
- Kepala
Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar
biasa dan berkuasa penuh
- Gubernur
- Bupati /
Walikotamadya
- Pejabat
lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan.
Apabila pegawai negeri yang bersangkutan berhenti sebagi
pejabat Negara maka ia akan kembali kepada departemen/lembaga yang bersangkutan.
Dalam hall penggajian dan pemberian pension bagi para pejabat Negara diatur
secara tersendiri, misalnya penggajian dan pemberian pension bago Presiden dan
Wakil Presiden diatur dalm UU No.7 Tahun 1978 tentang hak keuangan/
administrative Presiden dan Wakil Presiden.
C. Para Pegawai
Negeri (Civil Servants)
Pada umumnya pejabat public berstatus pegawai negeri
namun tidak semua pejabat public berstatus pegawai negeri, seperti haknya
pemegang jabatan dari suatu jabatan Negara. Sebaliknya tidaklah setiap pegawai
negeri merupakan pemegang jabatan public. UU No. 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok Kepegawaian merumuskan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalamperaturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan dugaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 huruf a). dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1974 bahwa pegawai negeri
terdiri dari:
1. Pegawai
negeri sipil
2. Anggota
Angkatan Bersenjata RI
Pegawai Negeri sipil terdiri pula dari:
- Pegawai
Negeri Sipil Pusat
- Pegawai
Negeri Sipil Daerah
- Pegawai
Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Kewajiban Pegawai Negeri ditetapkan, berikut ini:
- Wajib,
setia, dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan
Pemerintah (Pasal 4)
- Wajib
menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan denganpenuh pengabdian, kesadaran dan
tanggung jawab (Pasal 5)
- Wajib
menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
kepada dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang
(Pasal 6)
Bagi para Pegawai Negeri Sipil diberlakukan larangan,
sebagai berikut:
- Melakukan
hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah
atau pegawai negeri sipil
- Menyalahgunakan
wewenangnya
- Tanpa izin
pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing
- Menyalahgunakan
barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara
- Memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun meminjamkan
barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara
tidak sah
- Melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahn atau orang lain
dialam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara
- Melakukan
tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap
bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya
- Menerima
hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang
diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan
jabatan atau pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan
- Memasuki
tempat-tempat yang dapat mencerminkan kehormatan atau martabat pegawai
negeri sipil kecuali untuk kepentingan jabatan
- Bertindak
sewenag-wenang terhadap bawahannya
- Melakukan
suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya
sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani
- Mengahalangi
jalanya tugas kedinasan
- Membocorkan
dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan
jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atu pihak lain
- Bertindak
selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintahan
- Memiliki
saham/ modal dalamperusahaan yang kegiatan usahanya berada dala ruang
lingkup kekuasaannya
- Memiliki
saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang
lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak
langsung menentukan penyelenggaraanatau jalannya perusahaan
- Melakukan
kegiatan uasaha dagang, baik resmi maupun sambilan, menjadi direksi,
pimpinan atau komisaris perusahaan swata bagi yang berpangkat Pembina
golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I
- Melakukan
pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya
untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 menetapkan hak bagi pegawai
negeri sipil, sebagai berikut:
1. Hak atas
gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya (Pasal 7)
2. Hak atas
cuti (Pasal 8)
3. Hak
memperoleh perawatan dikala ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya (Pasal 9 ayat 1)
4. Hak
memperoleh tunjangan dikala menderita cacat jasmani atu cacat rohani dalam dank
arena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan pegawai negeri yang
bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat
2)
5. Hak
memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai negeri yang tewas yang tewas
(Pasal 9 ayat 3)
6. Hak atas
pensiun (Pasal 10)
Pada Pasal 3 dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1980
bahwa pangkat-pangkat yang dapat diberikan untuk pengangkatan pertama adalah:
- Juru Muda
golongan ruang I/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat
tanda tamat belajar Sekolah Dasar
- Juru Muda
tingkat I golongan ruang I/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki
surat tanda tamat belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama atau surat
tanda tamat belajar Sekolah Menengah Kejuruan Tingakt Pertama 3 Tahun
- Juru
Golongan ruang I/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat
tanda tamat belajr Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat Pertama 4 Tahun
- Pengatur
Muda golongan ruang II/a bagi mereka yang sekurang-kurungnya memiliki
Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, STTB
Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat atas Non Guru 3 tahun, Ijazah Diploma
I, STTB Sekolah Kejuruan Tingkat atas Non Guru 4 Tahun, STTB Sekolah
Menengah Kejuruan Tingkat atas Guru 3 Tahun, atau Akta I.
- Pengatur
Muda Tingkat golongan ruang II/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Sarjana Muda, ijazah Diploma II, ijazah Sekolah Guru
Pendidikan Luar Biasa, ijazah Diploma III, ijazah akademi, ijazah
Bakaloreat, Akta II, atau ijazah Diploma III Politeknik
- Pengatur
Golongan ruang II/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki Akta III
- Penata
Muda Golongan ruang III/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki
ijazah sarjana, ijazah dokter, ijazah Apoteker, ijazah Pasca Sarjana,
ijazah Spesialis I atau Akta IV.
- Penata
Muda Tingkat I golongan ruang III/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Doktor, ijazah Spesialis II, Akta V atau memperoleh gelar
doktor dengan mempertahankan disertasi pada suatu perguruan tinggi negeri
yang berwenang.
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1
Oktober tiap tahun. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 mengenal berbagai
macam kenaikan pangkat pegawai negeri sipil adalah:
- Kenaikan
pangkat reguler
- Kenaikan
pangkat pilihan
- Kenaikan
pangkat istimewa
- Kenaikan
pangkat pengabdian
- Kenaikan
pangkat anumerta
- Kenaikan
pangkat dalam tugas belajar
- Kenaikanpangkat
selama menjadi pejabat negara
- Kenaikan
pangkat selama dalam penugasan
- Kenaikan
pangkat selama menjalankan wajib militer
- Kenaikan
pangkat sebagai penyesuaian ijazah
- Kenaikan
pangkat lainnya
Pada Pasal 23 ayat 1 dari UU No.8 tahun 1974 menetapkan bahwa Pegawai
Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena:
- Permintaan
sendiri
- Telah
mencapai usia pensiun
- Adanya
penyederhanaan organisasi pemerintah
- Tidak
cakap jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai pegawai negeri sipil
Pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap
diberhentikan dengan hormat (Pasal 23 ayat 2). Pasal 23 ayat 3, UU No. 8 tahun
1974 juga menetapkan bahwa pegawai negeri sipil dapat diberhentikan tidak
dengan hormat karena:
- melangar
sumpah atau janji pegawai negeri sipil, sumpah atau janji jabatan negeri
atau peraturan disiplin pegawai negeri sipil
- dihukum
penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara setingi-tingginya 4 (empat)
tahun atau diancam dengan hukuman yang lebihberat juga, pegawai negeri sipil diberhentikan tidak dengan
hormat, karena:
- dihukum
penjara atau hukuman
- ternyata
melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara Pancasila, Undang-Undang
dasar 1945, atau terlibat kegiatan yang menentang negara dan atau
pemerntah (Pasal 23 ayat 4)
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979 mengenai pelbagai macam Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil, berikut ini:
- Pemberhentian
atas permitaan sendiri
- Pemberhentian
karena mencapai batas usia pensiun
- Pemberhentian
karena adanya penyederhanaan organisasi
- Pemberhentian
karena melakukan pelanggaran atau tindak pidana/penyelewengan (Pasal 8,9,
dan 10)
- Pemberhentian
karena tidak cakap jasmani atau rohani
- Pemberhentiaan
karena meninggalkan tugas
- Pemberhentian
karena meninggal dunia atau hilang (Pasal 13)
- Pemberhentian
karena hal-hal lain (Pasal l5)
C. Hakim
(Judges)
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hakim adalah hakim
pengadilan di lingkungan peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
Pasal 24 UUD 1945 mengemukakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
mahkamah Agus dan lain0lain badan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945
ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah Kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. UU No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian menetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, ketua muda dan hakim
Mahkamah Agung adalah pejabat Negara dan karena itu tidak termasuk pegawai
negeri. Selain itu juga dalam UU No. 8 Tahun 1974 menetapkan bahwa hakim pada
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan lain-lain adalah termasuk pegawai
negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan bagian penjelasannya).
Pada Pasal 13 ayat 1 UU No 2 TAhun 1986 ditetapkan bahwa
pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim sebagi pegawai negeri dilakukan
oleh Menteri Kehakiman. Pembinaan dan pengawasan dimaksud tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa perkara. Pasal 14 ayat 1 UU No. 2
Tahun 1986 menetapkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan
Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Warga Negara
Indonesia
b. Bertaqwa
kepada Tuhan YME
c. Setia kepada
Pancasila dan UUD 1945
d. Bukan bekas
anggota organisasi terlarang partai komunis indonesia, termasuk organisasi
masanya atau bukan seorang yang terlibat langsung dalam “gerakan kontra
revolusi g.30.s/pki” atau organisasi terlarang lainnya
e. Pegawai
Negeri
f. Sarjana
Hukum
g. Berumur
serendah-rendahnya 25 tahun
h. Berwibawa,
jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Sedangkan untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi maka
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:
- syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf a,b,c,d,e,f dan h
- berumur
serendah-rendahnya 40 tahun
- berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai ketua atau wakil ketua Pengadilan
Negeri atau 15 tahun sebagi hakim Pengadilan Negeri (Pasal 15 ayat 1).
SANKSI-SANKSI
A. Sanksi-Sanksi Pada Umumnya
Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting di
dalam hokum, juga dalam hukum administrasi. Pada umumnya tidak ada gunamya
memasukkan kewajiban atau larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan
perundang-undangan tata usaha Negara, manakala aturan-aturan tingkah laku itu
tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha Negara. Peran penting pada pemberian
sanksi di dalam hukum administrasi memenuhi hukum pidana. Bagi pembuat
peraturan penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan yang tanpa
disertai izin, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan pada suatu izin, termasuk
sanksi-sanksi hukum administrasi yang khas, antara lain :
1.
Bestuursdwang (paksaan penerintah)
2. Penarikan
kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi)
3. Pengenaan
denda administratif
4. Pengenaan
uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan
yang nayta dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu
kaidah hokum administrasi atau melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh
para warga karena bertentangan dengan undang-undang. Sanksi-sanksi lainnya
lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda administratif menyerupai
penggunaan duatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif dan uang
paksa, mutlak harus atas dasar peraturan perundang-undangan yang tegas.
Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan tidak terlalu
perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan suatu
sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputusan yang memberi beban.
Perbedaan antara sanksi adninistrasi dan sanksi pidana
dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi
ditujukan untuk perbuatan pelanggarannya, sedangkan sanksi pidana ditujukan
kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi administrasi
dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan.
1. Pengawasan
dan Pengusutan
Pengawasan di dalam praktek merupakan
syarat dimungkinkannya pengenaan sanksi. Sekaligus menurut pengalaman dari
pengawasan itu sendiri telah mendukung penegakan hukum. Para warga melihat
penguasa dengan sungguh-sungguh menegakkan peraturan perundang-undangan.
Kebanyakan peraturan perundang-undangan
negeri Belanda memuat bagi para pegawai pengawas/pegawai pengusut satu atau
lebih kewenangan, sebagaimana berikut ini :
- Kewenangan memasuki setiap tempat,
kecuali rumah-rumah kediaman
- Kewenangan memasuki rumah-rumah
kediaman dalam keadaan-keadaan luar biasa dengan suatu kuasa khusus
- Kewenangan menghentikan kendaraan dan
memeriksa muatannya
- Kewenangan memeriksa barang-barang dagangan dan
mengambil contoh-contoh
- Kewenangan memeriksa buku-buku dan surat-surat arsip
- Kewenangan untuk meminta keterangan dan bantuan
Bagi para pegawai pengusut berlaku
ketentuan bahwa mereka di samping itu memiliki kewenangan berdasar Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (misalnya menyita barang-barang). Menghalangi
seorang pegawai pengawas atau tidak memberikan bantuan senantiasa merupakan
perbuatan pidana sendiri.
Yurisprudensi Hakim-AROB mengharuskan
beberapa sayarat bagi peringatan tertulis/perintah tertulis, sebagaimana
berikut ini :
Peringatan itu tidak dapat di adakan
secara tanpa ikatan. Badan pemerintah harus telah mempunyai niat yang tetap,
yang jika perlu melaksanakan suatu bestuursdwang.
Perintah tertulis/peringatan tertulis
harus memuat perintah yang jelas. Harus ditetapkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh warga yang mendapat surat pemberitahuan guna mencegah pemerintah
mengambil tindakan-tindakan nyata.
Surat perintah harus memuat
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan man yang dilanggar.
Harus ditentukan suatu jangka waktu
perintah harus dilaksanakan.
Perintah harus ditujukan pada yang
berkepentingan yang menurut kenyataan memang juga mampu mengakhiri pelanggaran
itu.
Eksplisit atau implisit harus nyata
bahwa biaya-biaya dalam hal tata usaha Negara harus bertindak, akan dibebankan
pada pelanggar.
B. Penerapan Kembali
Keputusan-Keputusan (Ketetapan-Ketetapan Selaku Sanksi)
Terdapat dua hal yang terhadapnya suatu keputusan
(ketetapan) yang menguntungkan dapat ditarik kembali sebagai sanksi:
a. Yang berkepentingan tidak mematuhi
pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran.
b. Yang berkepentingan pada waktu
mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah
memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila
data itu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan akan berlainan.
Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) pada
kenyataannya juga merupakan perbuatan keputusan/perbuatan ketetapan. Penarikan
kembali atas suatu keputusan tidak lain, adalah suatu keputusan (ketetapan)
baru yang menarik kembali (dan masyarakat tidak berlakunya lagi) keputusan yang
terdahulu. Sebagai suatu keputusan (ketetapan), maka keputusan tersebut
niscaya menimbulkan akibat hukum yang baru bagi seorang warga atau badan hukum
perdata yang dikenakan keputusan (ketetapan) itu. Dalam hal seorang warga atau
badan hukum perdata marasa dirugikan oleh akibat hukum yang timbul dari
keputusan (ketetapan) penarikan kembali itu, maka ia berhak mengajukan banding
administrasi atau menggunakan upaya hukum yang tersedia di dalam Undang-Undang
Nomor 5, Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yakni dengan cara
membawakan permasalahannya ke hadapan hakim (tata usaha Negara).
C. Sanksi Administrasi Lainnya
Sanksi lain yang untuk dikaji adalah sanksi administrasi
yang dikenal dan (diberlakukan) dalam hokum perpajakan. Undang-undang Nomor 6,
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberi penamaan
terhadap sanksi dimaksud dengan penyebutan sederhana, yakni sanksi
administrasi. Sanksi administrasi dikenakan kepada wajib pajak yang terhutang
setelah kepadanya dikeluarkan suatu Surat Ketetapan Pajak.
Ditetapkan pula bahwa sanksi administrasi berupa bunga,
denda administrasi, dan kenaikan tidak dapat di kreditkan dari jumlah pajak
yang terhutang. Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pajak juga dimuat dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
D. Sanksi Pidana
Salah satu upaya pemaksaan hukum itu adalah melalui
pemberlakuan sanksi pidana terhadap pihak pelanggar mengingat sanksi pidana
membawa serta akibat hokum yang berpaut dengan kemerdekaan pribadi.
Suatu sanksi pidana tidak dapat dikenakan kepada pihak
pelanggar dengan cara penggunaan bedtuursdwang. Penegakan sanksi pidana
dilaksanakan menurut “due process of law” yang telah ditentukan di dalam kaidah
hukum acara pidana dan pengenaan sanksi itu hanya dapat dinyatakan dalam suatu
putusan hakim pidana. Tak dapat disangkal bahwa pemberlakuan sanksi pidana
turut berperan pada efektivitas penegakan dan pentaatan kaidah-kaidah hokum
administrasi, termasuk pada pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.
E. Sanksi-Sanksi Kumulasi
Suatu kaidah peraturan perundang-undangan di bidang hukum
administrasi sering tidak hanya memuat satu macam sanksi tetapi terdapat
beberapa macam sanksi yang diberlakukan secara kumulasi. Adakalanya suatu
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hanya mengancam pelanggarnya
dengan sanksi tapi juga pada saat yang sama mengancamnya dengan sanksi
administrasi. Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (yang kemudian berdasar Undang-Undang
Nomor 1, Tahun 1961 disahkan menjadi undang-undang) tidak hanya mengancam
seorng pemakai tanah tanpa izin dengan saqnksi pidana berupa pidana berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.5000,-.
Tapi pada saat yang sama memuat pula sanksi administrasi,
yang memberi kewenangan kepada penguasa daerah untuk melaksanakan pengosongan
tanah dengan disertai beban biaya dari pemakai tanah yang bersangkutan.
Bagaimanapun juga pengenaan sanksi-sanksi yang kumulasi niscaya akan menimbulkan
pula akibat hukum yang jamak bagi warga yang dikenakan sanksi-sanksi itu.
KAIDAH-KAIDAH
DAN ASAS-ASAS PEMBUATAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)
Aturan-aturan yang mengikat badan-badan pemerintahan
dalam memberikan KTUN. Aturan-aturan itu dapat menyangkut acara atau isi.
Disini pembuat undang-undang memberikan kepada administrasi satu ruang
kebijaksanaan bebas, yang dilihat dari sudut rangka perundangan dapat diisi
menurut lebih dari satu cara. Ini kita sebut wewenang menetapkan bebas.
Baik ruang kebijaksanaan sebagai akibat wewenang bebas,
maupun yang timbul dari ruang penilaian yang di berikan kepada pemerintah,
harus di hormati oleh hakim. Para warga yang berkepentingan dan juga hakim,
pada dasarnya harus menghormati pilihan itu.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat di pandang
sebagai aturan-aturan hukum tidak tertulis terutama untuk pengambilan KTUN
dalam hal-hal pemerintahan memiliki ruang kebijaksanaan tidak ada pertentangan
asasi antara ABBB (algemene beginselenn van behoorlijik bestuur) tidak tertulis
dan hokum tertulis. Namun ABBB dirumuskan sebagai asas-asas. Arti kongkretnya
untuk tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dilihat dengan mudah
sebelumnya.
A. Pengaturan
dan praktek Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara di Indonesia
Tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang tata cara
pembuatan keputusan tata usaha Negara. Tiap bidang mempunyai prosedur
tersendiri, dan persyaratan tersendiri. Dalam bidang perijinan saja
masing-masing perijinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri. Dengan
demikian perlu study tersendiri untuk masing-masing bidang hukum administrasi
khusus untuk dapat mamahami prosedur dan segala persyaratan yang di butuhkan.
Suatu prosedur yang baik hendaknya memenuhi 3 landasan utama hukum administrasi
yaitu landasan Negara hukum, landasan demokrasi, landasan instrumental yaitu
daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan hasil guna (efektif, doeltrffenheid).
B. Asas-Asas
Pemerintahan Yang Baik (AUPB) di Belanda
1. Tinjauan atas Asas-Asas
Lambat laun telah diterima pendapat
bahwa ABBB harus di pandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis yang
senantiasa harus di taati oleh pemerintah. Meskipun arti yang tepat dari ABBB
bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat di jabarkan dengan teliti. Dapat
pula dikatakan bahwa ABBB adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana untuk
keadaan-keadaan tertentu dapat di tarik aturan-aturan hukum yang dapat di
terapkan. Dalam praktek hukum di Neaderland ABBB berikut ini telah mendapat
tempat yang jelas :
a. Asas Persamaan
Asas persamaan memaksa pemerintah untuk
menjalankan kebijaksanaan. Bila pemerintahan di hadapkan pada tugas baru, yang
dalam rangka itu harus di ambil banyak sekali KTUN. Maka pemerintah memerlukan
aturan-aturan atau pedoman-pedoman. Bila ia sendiri menyusun aturan-aturan
(pedoman-pedoman) itu untuk memberi arah pada pelaksanaan (pada dasarnya)
wewenang bebasnya, maka itu disebut aturan- aturan kebijaksanaan. Jadi, tujuan
aturan-aturan kebijaksanaan ialah menunjukan perwujudan asas perlakuan yang
sama atau asas persamaan.
Dalam peradilan kita lihat bahwa
relatif jarang suatu pendalilan asas persamaan diterima. Ini terutama
disebabkan oleh karena dua atau lebih keadaan kongkret tidak pernah sepenuhnya
sama satu sama lain. Jika suatu badan pemerintah tidak memperhatikan hal ini
atau bila penjelasan tidak meyakinkan, maka biasanya hakim tidak akan
membatalkan karena bertentangan dengan asas persamaan, tetapi karena
bertentangan dengan asas pemberian alasan. Jadi pemikirannya ialah, bahwa tidak
cukup alasan mengapa tidak di anggap sama. Tetapi asas persamaan pada dasarnya
tidak memaksa badan pemerintah untuk mengulangi suatu KTUN yang salah atau
mengulangi suatu kekeliruan.
b. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan juga termasuk kedalam
asas –asas hukum yang paling mendasar dalam hukum public dan hukum perdata.
Asas ini terutama penting sebagai dasar bagi arti yuridis dari janji-janji,
keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan bentuk-bentuk rencana
(yang tidak diatur dengan perundang-undangan). Bila suatu badan pemerintah atau
seorang pejabat yang berwenang bertindak atas nama pemerintahan itu memberikan
janji kepada seorang warga, asas kepercayaan menuntut supaya badan pemerintahan
itu (antara lain pada pelaksanaan suatu wewenang memberikan ketetapan) terikat
pada janjinya.
Asas kepercayaan juga masyarakat bahwa
pemerintah harus pula memperhatikan aturan-aturan kebijaksanaan sendiri,
setidak-tidaknya tidak menyimpanginya untuk kerugian yang berkepentingan.
Penyimpangan yang merugikan yang berkepentingan hanya mungkin, bila tujuan
suatu peraturan kebijaksanaan membenarkannya atau di dalam peraturan itu telah
diadakan pengecualian yang jelas.
Asas kepercayaan tidak menghalangi
pemerintah mengubah kebijaksanaan, tetapi asas ini menghalangi perubahan
kebijaksanaan di berlakikan surut. Asas ini dapat pula membawa serta bahwa pada
perubahan kebijaksanaan yang merugikan harus diadakan masa peralihan yang
pantas.
c. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hikim mempunyai dua
aspek yang satu lebih bersifat hukum materiil yang lain bersifat formil. Aspek
hukum material berhubungan erat dengan asas kepercayaan. Harus di ingat bahwa :
Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan
kembali atau perubahan suatu ketetapan, bila sudah sekian waktu di paksa oleh perubahan
keadaan atau pendapat.
Penarikan kembali atau perubahan juga
mungkin bila ketetapan yang menguntungkan di dasarkan pada kekeliruan, asal
saja kekeliruan itu dapat di ketahui oleh yang berkepentingan.
Demikian pula penarikan kembali atau
perubahan mungkin, bila yang berkepentingan dengan memberikan keterangan yang
tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya ketetapan
yang keliru.
Penarikan kembali atau perubahan mungkin bila
syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang di kaitakn pada suatu ketetapan
yang menguntungkan tidak di tati. Dalam hal ini dikatakan ada penarikan kembali
sebagai sanksi.
Sisi formal
dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan-ketetapan yang
memberatkan dan ketentuan-ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang
menguntugkan (antara lain izin) haris di susun dengan kata-kata yang jelas.
Asas kepastian hukum memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui
dengan tepat apa yang di kehendaki dari padanya.
d. Asas Kecermatan
Asas Kecermatan mengandung arti bahwa
suatu keputusan harus di persiapkan dan di ambil dengan cermat. Badan
pemerintahan dalam memepersiapkan dan mengambil ketetapan dapat dengan berbagai
cara melanggar asas ini.
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan
pemerintahan sebelum mengambil ketetapan meneliti semua fakta yang relevan dan
memasukan pila semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya.
e. Asas Pemberian Alasan
Asas Pemberian alasan berarti bahwa
suatu keputusan harus dapat di dukung oleh alasan-alasan yang di jadikan
dasarna. Dapat di bedakan tiga sub varian :
(1). Syarat
bahwa suatu ketetapan harus di beri alasan.
Dari Pemerintahan di harapkan suatu
penyusunan yang rasional. Jadi pemerintahan senantiasa haris dapat memberi
alasan mengapa ia telah mengambil suatu ketetapan tertentu. Yang berkepentingan
berhak mengetahui alasan-alasan itu. Kepitisan yang diambil berdasarkan surat
keberatan atau banding senantiasa harus segera diiringi oleh pemberian alasan.
(2). Ketetapan
harus memiliki dasar fakta yang teguh.
Bagian dari asas pemberian alasan ini
mengandung arti bahwa kelompok fakta yang menjadi titik tolak dari ketetapan
harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok berbeda dari apa yang di
kemukakan atau diterima oleh badan pemerintahan maka dasar fakta yang teguh
dari alasan-alasan tidak ada. Perlu di catat, bahwa dalam hal ini biasanya juga
terdapat cacat dalam kecermatan.
(3). Pemberian
alasan harus cukup dapat mendukung.
Alasan–alasan yang di kemukan harus
cukup meyakinkan. Pemberian alasan tidak saja harus masuk akal, tetapi secara
keseluruhan harus sesuai dan memiliki kekuatanb yang meyakinkan.karena banyak
pemberian alasan yang mungkin kurang baik.
f. Asas Larangan Detournment de Pouvoir
(penyalahgunaan wewenang)
sebagai asas umum pemerintahan yang
layak di pandang pula aturan bahwa suatu wewenang tidak boleh di gunakan untukk
tujuan lain selain untuk tujuan ia di berikan. Pada umumnya penyalahgunaan
suatu wewenang juga akan bertentangan dengan suatu peratiran
perundang-undangan. Dewasa ini para hakim lebih condong pada kesimpulan
terakhir.
2. Asas-Asas Pemerintahan Yang
Formal Dan Material
Asas Kecermatan dan asas pemberian
alasan di pandang sebagai asas-asas pemerintah yang baik yang lebih formal,
sebab kedua asas itu tidak segera mengatakan sesuatu tentang isi dari keputusan
yang akan diambil tetapi lebih tentang persiapannya. Asas pemberian alasan
menetapkan syarat-syarat pinggiran, tetapi tidak menetukan isinya. Juga asas
kepastian hukum menyagkut sisi formal.
Asas persaman, asas kepercayaan, asas
kepastian hukum dapat di pandang sebagai asas-asas material pemerinatah yang
layak.
Tetapi jika penolakan suatu izin di
batalkan karena pelanggaran terhadap asas persamaan maka pada dasarnya
konklusinya ialah bahwa yang berkepentingan haris mendapat izin. Tetapi sebagai
penisbian perlu di ingat disini bahwa pemerintahan jika harus memikirkan apa
yang harus atau boleh di lakukan setelah ada pembatalan, tidak semestinya hanya
memperhatikan dasar pembatalan yang di sebut oleh hakim. Juga pertimbangan-pertimbangn
hukum lainnya dari hakim dapat memuat petunjuk-petunjuk tentang
tindakan-tindakan apa yang selanjutnya harus diambil. Demikianlah biarpun ada
pembatalan di sebabkan adanya cact pemberian alasan, tetapi dari lain
pertimbangan dapat diambil kesimpulan bagaiman seharusnya keputusan itu.
3. Indonesia
Kepustakaan berbahasa Indonesia belum
banyak membahas asas ini. Prof. Kuntjoro purbopranoto mengetengahkan 13 asas
yaitu :
1) Asas
kepastian hukum
2) Asas
keseimbangan
3) Asas
kesamaan
4) Asas
bertindak cermat
5) Asas
motivasi untuk setiap keputusan pangreh
6) Asas jangan
mencampuradukan kewenangan
7) Asas
permainan yang layak
8) Asas
keadilan atau kewajaran
9) Asas
menanggapi penghargaan yang wajar
10) Asas
meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
11) Asas
perlindungan atas pandangan hidup
12) Asas
kebijaksanan
13) Asas
penyelenggaraan kepentingan umum
4. Pengumuman
Dokumen-Dokumen
Dengan keterbukaan pemerintah para
warga memperoleh lebih banyak pengertian tentang rencana-rencan kebijaksanan
dan tentang kenyataan-kenyataan yang mendasari kebijaksanaan yang di jalankan.
Sebagai fungsi-fungsi penting dari keterbukaan di dalam kepustakaan masih di
sebut :
- fungsi
partisipasi, keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut serta dalam
proses pemerintahan secara mandiri
- fungsi
pertanggung jawaban umum dan pengawasan, keterbukaan pada satu sisi
sebagai alat bagi penguasa untuk memberi pertanggung jawaban di muka umum
pada sisi lain sebagi alat bagi warga untuk mengawasi penguasa
- fungsi kepastian
hukum, keputusan-keputusan penguasa tertentu yang menyagkut kedudukan
hukum para warga demi kepentingan kepastian hukum harus dapat di ketahui
jadi harus terbuka
- fungsi hak
dasar, keterbukaan dapat memajukan penggunaan hak-hak dasar seperti hak pilih,
kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak untuk berkumpul
Kewajiban keterbukaan umum bagi
penguasa dirinci lebih lanjut dalam wet openbaarheid van bestuur dan besluit
openbaarheid van bestuur. Sebelum itu, bagi penguasa hanya ada kewajiban untuk
mengumumkan, bila disyaratkan oleh suatu peraturan khusus.
WOB berpangkal tolak bahwa informasi
dari dokumen-dokumen penguasa pada dasrarnya harus dapat di ketahui oleh setiap
orang. Openbarheidswet nederland membedakan dua jenis wajib informasi :
- Wajib
informasi akif dari penguasa yakni kewajiban penguasa untuk memberi
informasi atas inisiatif sendiri
- Wajib
informasi pasif, yakni kewajiban penguasa untuk memberikan informasi atas
permintaan warga.
Suatu permintaan warga untuk memperoleh
informasi harus di luluskan. Dasar-dasar pengecualian ini berlaku juga bagi
wajib informasi aktif penguasa yaitu :
- dapat membahayakan kesatuan mahkota atau,
- dapat merugikan keamanan negara juga tidak di
lakukan bila mengenai
- data usaha dan proses pabrik sejauh ini oleh
manusia-manusia alami atau badan-badan hukum di beriatahukan kepada
penguasa secara rahasia. Pun tidak di lakukan bila dan sejauh
kepentingannya tidak dapat melebihi kepentingan-kepentingan berikut,
- hubungan neaderland dengan negar-negar lain
- kepentingan ekonomis dan finansial negara dan
badan-badan hukum piblik lain,
- pengusutan dan penuntutan tindak-tindak pidana,
- inspeksi, kontrol, dan pengawasan oleh satu atau
atas nama badan-badan penguasa
- hak tiap orang agar suasana hidup pribadi di
hormati dan perlindungan hasil-hasilk pemeriksaan kedokteran dan
psikologis yang menyangkut keadaan-keadaan tersendiri
- menghindari terjadinya keuntungan atau kerugian
yang tidak seimbang bagi manusia-manusia alami atau badan-badan hukum
atau pihak ketiga yang terkait pada masalah bersangkutan.
Selain dasar-dasar pengecualian umum
permohonan untuk memperoleh informasi demikian di luluskan terkecuali
menyangkut :
a. data yang
masih sedang di kerjakan atau yang tidak lengakap sehingga dengan demikian
dapat memberi gambaran yang keliru
b.
pendapat-pendapat pribadi dari anggota-anggota pemerintahan, para pengurus atau
pejabat- pejabat mengenai kebijaksanaan.
TINJAUAN
UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
A. Hakim dan Pemerintah
Pada dasawarsa terakhir kita melihat di Nederland
penggeseran tekanan dari pemerintah ke hakim. Setiap hakim dapat mengalami
perubahan-perubahan, yang penting adalah bahwa hakim juga boleh mengambil jalan
formal untuk menguji ketentuan-ketentuan perjanjian, sedangkan hakim tidak
boleh menguji UU yang formal terhadap UU dasar. Menguji perundang-undangan yang
lebih rendah terhadap yang lebih tinggi dengan kekecualian larangan UU dasar
untuk menguji UU formal terhadap UU dasar, maka dalam hal itu orang melihat
betapa pentingnya tempat yang diduduki hakim itu dalam kmetatanegaraan. Apabila
orang juga mengingat bahwa pembuat undang-undang tidak selalu mampu untuk
menangani perkembangan-perkembangan social barumaka dapat dibayangkan bahwa
dalam literature istilah pengganti pembuat undang-undang mulai tampil ke muka.
Hal itu dPt ditambah dengan istilah hakim sebagai pengganti pemerintah. Namun
istilah pengganti pembuat undang-undang sebagai penunjukan seorang hakim tidak
menggambarkan perkara itu secara tepat. Pertama-tama, seorang hakim tidak
pernah dapat mengambil keputusan-keputusan sendiri. Kedua, seorang hakim hanya
dapat mengambil keputusan-keputusan dalam perkarar-perkara yang konkrit.
Ketiga, hakim itu terbatas untuk pengujian menurut hukum.
B. Syarat-syarat untuk Suatu Peradilan
yang Baik (Tinjauan atas Grodwet Belanda)
Suatu negara menginginkan peradilan yang berkualitas
baik, yang diterima oleh lapisan-lapisan masyarakat yang luas, harus didasarkan
UU dasar dan perundang-undangan yang dijadikan dasar itu sejumlah jaminan. Ciri
khas yang paling pokok dari kedudukan para hakim adalah ketidaktergasntungan
(kebebasan) mereka. Hakim memutuskan sendiri, memberi interpretasi sendiri atas
kewenangannya sendiri, dan dia tidak terikat pada hukum. Untuk menjamin
ketidaktergantungan dan ketidak-sepihakan telah diciptakan ketentuan-ketentuan
barikut:
“anggota-anggota dari kekuasaan kehakiman yang ditugaskan pada peradilan
dan Jaksa Agung pada Mahkamah Agung diangkat untuk seumur hidup dengan
penetapan raja.”
Untuk suatu peradilan yang baik selanjutnya dibutuhkan:
- hakim-hakim yang berkualitas baik.
Seleksi dan penggajian adalah penting sekali
- kemungkinan bagi si warga untuk selalu
mempunyai jalan (minta bantuan) ke seorang hakim
- pemutusan dalam persengketaan itu dalam
waktu yang wajar
- penetapansuatu hukum acara yang baik, yang mana
dasar-dasar tata cara yang elementer (seperti didengar dan mendengarkan) telah
ditentukan
- kemungkinan-kemungkinan naik banding
dan atau kasasi untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dari
hakim-hakim rendahan
jaminan-jaminan
bahwa keputusan-keputusan para hakim juga sungguh-sungguh dilaksanakan.
C. Undang-undang Dasar 1945 dan
Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Dasar 1945 mengatur 3 hal yang bersifat
pokok yaitu jaminan terhadap adanya hal-hal dan kewajiban-kewajiban asasi warganya,
susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar serta pembagian dan pembatasab
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat mendasar. Dalam UUD 1945 terdapat
pula ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Bab IX,
Pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945. Dalam kedua pasal UUD itu, kita dapat menemukan
adanya tiga kaidah hukum:
a. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
Badan-badan Kehakiman yang berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung
b. Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu akan
diatur lebih lanjut
c. Syarat-syarat untuk menjadi hakim dan
pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut.
Dalam penjelasan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945
dikemukakan bahwa “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu, harus
diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim.
D. Kekuasaan Kehakiman (di Indonesia)
Undang-undang yang mengatur secara umum tentang kekuasaan
kehakiman Indonesia ialah UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini dalam diktum pertamanya mencabut
Undang-undang No.19 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman yang berisi ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945.
Ada tiga alasan yang tercantum dalam pasal 19 yang memungkinkan Presiden
turun tangan atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan, yaitu:
a. Demi
kepentingan Revolusi
b. Demi
kehormatan Negara dan Bangsa
c. Demi
kepentingan masyarakat mendesak
Undang-undang No.14 Tahun 1970 terdiri dari 8 Bab, yang terbagi dalam 42
pasal. Adapun pengaturan dalam bab-bab meliputi:
a. Ketentuan
umum
b. Badan-badan
Peradilan dan asas-asasnya
c. Hubungan
pengadilan dan lembaga negara lainnya
d. Hakim dan
kewajibannya
e. Kedudukan
pejabat peradilan (pengadilan)
f. Pelaksanaan
putusan pengadilan
g. Bantuan
hukum
h. Penutup
E. Badan-Badan
Peradilan
Sebagai pelaksanaan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945, dalam
UU No.14 Tahun 1970 diatur adanya 4 lingkungan peradilan yang meliputi:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan
Agama
c. Peradilan
Militer, dan
d. Peradilan
Tata Usaha Negara
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10
ayat (1) diatas telah dikeluarkan berturut-turut:
a.
Undang-undang No.14, tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
b. Undang-undang
No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum
c.
Undang-undang No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
d.
Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
PENJELASAN:
1. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi
terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera (griffier), dan sekretaris
Jenderal Mahkamah Agung.
2. Peradilan Umum
Dalam undang-Undang No.2 tahun 1986 yang dimaksud dengan
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum adalah pengadilan negeri sebagai
pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat dua
atau pengadilan banding. Peradilan ujmum itu berpuncak pada Mahkamah Agung
sebagai pengadilan Negara Tertinggi.
Dalam undang-undang dikenal adanya dua macam pembinaan,
yaitu; pembinaan teknis peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
Pembinaan Organisasi, administaasi dan keuangan pengadilan yang dilakukan oleh
Menteri Kehakiman. Pengadilan Negeri dibentuk dengan keputusan Presiden,
sedangkan Pengadilan Tinggi dibentuk dengan Undang-undang.
Baik hakim Pengadilan Negeri maupun hakim Pengadilan
Tinggi diangkat oleh Presiden dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara atas
usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan.
3. Peradilan Agama
Undang-undang baru yang mengatur Peradilan Agama adalah
UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menjadi dasar hukum adanya
pengadilan ini.
4. Peradilan Militer
Peradilan Militer ini mengadili pelanggaran terhadap
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Mliter dan
Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara. Peraturan tentang Peradilan Militer
terdiri dari:
a. Undang-Undang No. 7 tahun 1946
b. Undang-Undang No. 7 tahun 1947
c. Undang-Undang No. 19 tahun 1948
d. Undang-Undang No.14 tahun 1964
e. Undang-Undang No.14 tahun 1970
f. Undang-Undang No. 2 tahun 1988
5. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara diatur
dengan Undang-Undang No.54 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Yang
menjadi pertimbangan adanya Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah:
a. Negara RI sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara
dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib, yang menjamin persamaan
kedudukan warga masyarakat dalam hukum, dan yang menjamin terpeliharanya
hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata
usaha negara dengan para warga masyarakat
b. Adanya kemungkinan timbulnya benturan kepentingan,
perselisihan atau sengketa antara badan atau pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat yang dapat merugikan atau menghambat jalannya pembangunan
nasional.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
F. Ombudsman
Sejak 1 januari 1982 Negeri Belanda mengenal Obbudsman
Naasional. Pendiriannya, kewenang-wenangannya dan cara kerjanya adalah
berdasarkan UU Ombudsman National 1981. setiap orang mempunyai hak untuk
meminta kepada Omudsman secara tertulis untuk memerikasa cazra suatu organ
administrasi telah bertindak dalam suatu keadaan tertentu terhadap seseorang
atau suatu badan hukm. Ombudsman juga berwenang untuk atau atas prakarsa sendiri
mengadakan suatu pemeriksaan. Dalam rangka pemeriksaan itu Ombudsman memiliki
kewenangan tertentu. Sampai sekarang wewenang Ombudsman adalah terbatas pada
tindakan menteri-menteri, sejauh itu berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas
yang diwajibkan menurut Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
Polisi, Para Konisaris dari Ratu di Provinsi dan para Walikota.
G. Perbuatan Melanggar Hukum oleh
Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad)
1. Di
Belanda
Dalam bidang tindakan penguasa yang
melanggar hukum di negeri Belanda dalam tahhun-tahun terakhir telah terjadi
banyak perkembangan. Secara kasar kita dapat membuat pembagian dalam
kategori-kategori yang berikut:
a. Hakim perdata menganggap bahwa telah
terjadi suatu tindakan yang melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman
suatu keputusan adalah melanggar hukum
b. Hakim perdatamenganggap bahwa telah
terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena seorang pejabat telah membatalkan
suatu keputusan
c. Hakim perdata menganggap bahwa telah
terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman suatu
undang-undang dalam arti materil adalah melanggar hukum
d. Hakim perdata menganggap bahwa telah
terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena dia menganggap suatu tindakan
nyata dari penguasa adalah melanggar hukum.
2. Perbuatan Melanggar Hukum oleh
Penguasa di Indonesia
Tentang perbuatan melanggar hukum oleh
penguasa akan dibahas dua aspek utama yhakni: dasar kompetensi absolut
peradilan umum dan criteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa
3. Dasar Kompetensi Absolut
Peradilan Umum
Pada zaman Hindia Belanda, pengadilan
perdata di Hindia Belanda dengan berpegang pada azas konkordansi. Pada masa
setelah proklamasi kemerdekaan, peradilan perdata tetap menyatakan dirinya
kompeten menangani gugatan terhadap pemerintah. Dari putusan-putusan pengadilan
yang pernah ada ternyata ada beberapa dasar yang dijadikan dasar hukum oleh
peradilan perdata untuk menyatakan kompetensinya. Ada tiga hal yang
diketengahkan secara tidak konsisten, yakni: pertama, masih menunjuk pasal 2 RO
sebagai dasar hukum, kedua, dinyatakan sebagai dasar ialah karena belum adanya
peradilan tata usaha negara, ketiga, menyatakan sebagai dasar ialah
yurisprudensi.
H. Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum oleh
Penguasa menurut Mahkamah Agung
Menelaah putusan-putusan Mahkamah Agung yang menyangkut criteria perbuatan
melanggar hukum oleh penguasa, dfitemukan dua putusan, yang pertama putusan
Mahkamah Agung dalam perkara Kasum dan yang kedua dalam perkara Josopandojo. Di
samping itu terdapat dua langkah usaha Mahkamah Agung untuk menegaskan rumusan
kriteria perbuatan melanggar hukumoleh penguasa, yang pertama melalui Surat
Edaran Mahkamah Agung dan yang kedua melalui kegiatan lokakarya tentang
Pembangunan Hukum melalui Peradilan.
1. Undang-undang dan Peraturan Formal yang
Berlaku
Kriteria pertama
“rechtmatigheid”tindakan penguasa menurut Mahkamah Agung adalah undang-undang
dan peraturan-peraturan formal yang berlaku.
2. Kepatutan yang harus diperhatikan oleh
Penguasa
Kriteria kedua adalah kepatutan yang
harus diperhatikan oleh penguasa
3. Perbuatan Kebijaksanaan Penguasa
Yang ketiga Mahkamah Agung menegaskan
bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan
untuk menilainya.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
A.
Karakteristik dan Prinsip-Prinsip Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara peradilan tata usaha Negara
terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu :
a. Asas Praduga Rechmatig ( vermoeden van
rechtmatigheid= praesumptio iustae causa ). Asas ini mengandung makna bahwa
setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechmatig sampai ada
pembatalannya.
b. Asas Pembuktian Bebas. Hakim yang
menetapkan beban pembuktian.
c. Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ).
Yaitu untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat
tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata.
d. Asas Putusan Pengadilan mempunyai
kekuatan mengikat “erga omnes“. Sedangkan TUN adalah sengketa hukum
publik. Dengan demikian putusan pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja-tidak
hanya bagi para pihak yang bersengketa.
Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan
hukum publik, yakni hukum administrasi sebagaimana ditegakkan dalam
Undang-Undang PTUN Pasal 47 bahwa sengketa yang termasuk lingkup kewenangan
PTUN adalah sengketa tata usaha negara.
Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No 5 Tahun 1986
tidak hanya melindungi hak individu tetapi juga melindungi hak masyarakat.
pasal-pasal yang langsung menyangkut perlindungan hak-hak masyarakat adalah
Pasal 49, pasal 55, dan pasal 67.
B. Organisasi
Peradilan Tata Usaha Negara ( PTUN )
Dalam kaitannya dengan organisasi, ada baiknya kita
tinjau struktur PTUN itu sendiri secara sepintas. berdasarkan ketentuan Pasal 8
UU No 5 Tahun 1986, pengadilan tata usaha negara terdiri atas PTUN sebagai
pengadilan tingkat pertama, dan PT TUN ( Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ).
struktur yang demikian mirip dengan struktur peradilan umum berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 ( vide Pasal 6 ). Meskipun dengan
struktur yang sama, namun alur perkara dalam lingkungan peradilann umum berbeda
dengan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. perbedaan itu disebabkan karena
dalam jalur Peradilan Tata Usaha Negara terdapat saluran upaya administratif (
vide pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 ).
Pengadilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan
Presiden ( Pasal 9 UU No 5 Tahun 1986 ), Sedangkan pengadilan tinggi tata usaha
negara dibentuk dengan undang-undang.
Pada waktu pertama kali diterapkan UU No 5 Tahun 1986
melalui PP No 7 Tahun 1991 yang menyatakan bahwa PTUN mulai diterapkan tanggal
14 Januari 1991, telah dibentuk 5 pengadilan TUN melalui Kepres No 52 Tahun
1990 dan 3 pengadilan tinggi TUN melalui UU No 10 tahun 1990. Lima pengadilan
TUN tersebut adalah : PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung
Pandang. Sejalan dengan ketentuan pasal 10 ayat 2 UU No 14 tahun 1970,
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keempat
lingkungan peradilan kita berpuncak pada Mahkamah Agung ( sistem piramide ).
Mahkamah
Agung
Peradilan
Umum Peradilan Agama Peradilan Militer Peradilan Tata Usaha Negara
C. Upaya
Administratif
Terhadap KTUN ( KTUN ) mengenal adanya upaya
administratif disyaratkan untuk menggunakan saluran peradilan tata usaha
negara. Tentang hal ini, pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 menyatakan :
1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata
usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu,
maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
2. Pengadilan baru wewenang memeriksa, memutuskan,
dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Ada 2 macam upaya administratif, yaitu ” banding
administratif ” dan prosedur ” keberatan ”. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan
oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan KTUN, maka prosedur yang ditempuh disebut ” keberatan ”. Dalam hal
ini penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka
prosedur ini disebut ” banding administratif ”.
D. Kompetensi
Absolut Peradilan Tata Usaha Negara
KTUN merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha negara.
Dalam pasal 1 angka 3 merumuskan KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Tindakan hukum tata usaha negara tidaklah sama maknanya
dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha negara. Tidak setiap
tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha negara.
E. Tenggang
Waktu Menggugat
Berdasarkan ketentuan pasal 55, tenggang waktu mengajukan
gugatan adalah :
Bagi yang
dituju dengan sebuah KTUN ( pihak II ) : 90hari sejak saat KTUN itu diterima;
Bagi pihak II
yang berkepentingan : 90 hari sejak saat KTUN itu diumumkan.
F. Hak Gugat
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 yang dapat
bertindak sebagai penggugat adalah :
- Orang atau
badan hukum perdata
- Yang
berkepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN
Dengan demikian harus ada hubungan kausal antara KTUN
dengan kerugian/kepentingan.
G. Petitum
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1,
petitum pokok adalah KTUN tersebut dinyatakan tidak sah atau batal. Sebagai
petitum tambahan adalah ganti rugi dan rehabilitasi.
Tuntutan ganti rugi dibatasi jumlahnya.
Berdasarkan ketentuan PP no 43 tahun 1991 ganti rugi berkisar antara Rp. 250.000,00-Rp.5.000.000,00
Rehabilitasi hanya berlaku untuk
sengketa kepegawaian, yaitu pemulihan hak sebagai pegawai negeri. Dalam hal
rehabilitasi dapat dibebani suatu kewajiban kompensasi sebesar antara
Rp.100.000,00-Rp.2.000.000,00.
H. Alasan
Menggugat ( Beroepsgronden )
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2,
dasar pengujian oleh pengadilan terhadap keputusan tata usaha negara yang
digugat, adalah :
a. KTUN yang
digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan undang-undang ini mengetengahkan 3 hal dalam pengertian bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni :
(1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam peraturan perundang undangan yang bersifat
prosedural/formal;
(2). Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersifat material/substansial;
(3). Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang tidak berwenang.
b. Badan atau
pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari
maksud diberikannya wewenang tersebut.
c. Badan atau
pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
I. Alat Bukti
Pasal 100 UU No 5 Tahun 1986 menyebutkan alat-alat bukti
:
Keterangan
ahli
Keterangan
saksi
Pengakuan
para pihak
Pengetahuan
hakim
Ketentuan tersebut dikaitkan dengan
pasal 107 :...untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat
bukti berdasarkan keyakinan hakim.
Keabsahan ( rechtmatigheid ) suatu KTUN
diukur dengan peraturan perundang-undangan dan /atau hukum tidak tertulis
berupa asas-asas umum pemerintahan yang baik. aspek-aspek yang diukur adalah :
- Wewenang
- Prosedur
- Substansi
J. Hukum Acara
Istilah hukum acara untuk PTUN
hendaknya HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA dan bukan HUKUM ACARA TUN.
Penyebutan hukum Acara PTUN untuk menunjukkan sifat contentieux, karena dalam
hukum acara TUN ada aspek contentieux dan ada aspek non contentieux berupa
prosedur pemerintahan, misalnya prosedur perizinan.
Hukum Acara PTUN dibedakan atas :
a. Hukum Acara
Materiil yang meliputi :
- Kompetensi
absolut dan relatif
- Hak gugat
- Tenggang
waktu menggugat
- Alasan
menggugat
- Alat bukti
b. Hukum Acara
Formal ( hukum acara dalam arti sempit ) berupa langkah-langkah atau tahapan
yang terbagi atas :
- Acara biasa ( pasal 68 dst ), dengan
ciri : diawali dengan pemeriksaan persiapan dan majelis hakim 3 orang.
- Acara cepat/versnelde behandeling (
pasal 98,99 ), dengan ciri : tidak ada pemeriksaan persiapan, hakim tunggal,
dan waktu dipercepat, kepentinagn mendesak, menyelesaikan pokok sengketa, dan
bentuk akhir putusan ( vonis ).
- Acara singkat/kortgeding, dengan ciri :
perlawanan ( pasal 62 ayat 4 ) , penundaan pelaksanaan tun ( pasal 67 ayat
2,3,4 ) tidak untuk menyesaikan pokok sengketa, dan bentuk akhir penetapan.
Dalam acara biasa, Tahapan Penanganan Sengketa adalah :
I. Prosedur “
dismisal “ ( pasal 62 ) : pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah
suatu gugatan dapat diterima atau tidak dapat diterima.
II. Pemeriksaan
persiapan ( pasal 63 ) : tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas.
III.
Pemeriksaan di sidang pengadilan ( pasal 68 dst )
* Acara Formal
1. Acara Biasa
Secara garis besar proses tertib
beracara menurut acara biasa dapat dibagi atas tindakan sebelum pemeriksaan di
sidang pengadilan dan pada pemeriksaan di muka sidang pengadilan dengan
berbagai ragam pentahapan yang harus dilalui.
2. Tindakan Sebelum Pemeriksaan di
Sidang Pengadilan
Tindakan ini dilakukan sebelum
pemeriksaan di sidang pengadilan yang dinyatakn terbuka untuk umum. Untuk itu
dilakukan beberapa pentahapan dalam proses yang dilakukan oleh petugas
pengadilan baik ketua, maupun majelis hakim dan panitera.
Tindakan-tindakan
dalam pentahapan itu bersifat justisial, maupun administratif.
K. Pengajuan
Gugatan ( Pasal 53 sampai dengan Pasal 56 )
Pasal 1 angka 5 menentukan, bahwa
gugatan adalah : ”...permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau
pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
” ( garis bawah penulis ).
Yang berhak mengajukan gugatan hanyalah
orang, dan atau badan hukum perdata, atau subyek hukum perdata semata-mata,
karena itu penggugat berhak menentukan sipa yang akan digugat. sedangkan badan
atau pejabat administrasi negara atau subyek hukum publik dilarang mengajukan
gugatan ( pasal 1 angka 4,5 angka 6 jo Penjelasan pasal 53 ayat 1 ).
Surat-surat harus ditandatangani ( atau
cap jempol ) oleh penggugat atau kuasanya. Bilamana surat gugat itu
ditandatangani oleh kuasanya maka harus disertai dengan surat kuasa yang sah.
Dengan demikian maka surat-surat dapat ditandatangani
atau cap jempol oleh :
1. ( para )
penggugat sendiri;
2. ( para )
kuasa penggugat, yaitu subyek hukum yang diberi kuasa khusus oleh para
penggugat untuk membuat dan menandatangani surat-gugat.
3. gugatan
diajukan karena para penggugat merasa kepentingannya dirugikan disebabkan
tindakan-tindakan administrasi yang dituangkan dalam meputusan atau tidak
mengeluarkan keputusan itu.
L. Biaya
Perkara
Pada umumnya diperlukan biaya untuk
berpekara yang harus dibayar ( pasal 59 ). Walaupun demikian adakalanya
dibebaskan dari biaya perkara atau berperkara sevara prodeo ( pasal 60 dan
pasal 61 ). Penggugat dalam mengajukan surat-gugatannya diwajibkan untuk
membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh penitera.
Uang muka biaya perkara ialah biaya
yang dibayar terlebih dahulu sebagai uang panjar oleh pihak penggugat terhadap
perkiraan biaya berperkara yang diperlukan dalam proses sengketa. Sebagai
contoh yang termasuk ke dalam biaya perkara antara lain, seperti baiya-biaya
kepaniteraan, materai, saksi, alih bahas, dab biaya pemeriksaan di tempat lain
dari ruang sidang ( pasal 111 ).
Penggugat tidak diwajibkan membayar
biaya perkara, maupun imbalan jasa kepada para kuasanya yang memberikan bantuan
hukum. Umumnya bantuan hukum di sini dititikberatkan sebagai litigasi, dan
disarankan sebaiknya dilakukan terus oleh para kuasanya untuk semua tingkatan
peradilan tata usaha negara ( untuk menghindari pergantian kuasa dan
berulangkali menceritakan judex facti yang serupa kepada kuasa baru oleh klien
).
M. Pencatatan
Perkara dalam Daftar ( pasal 59 ayat 2 )
Perkara dicatat dalam daftar oleh
panitera setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara ( pasal 59 ayat 2
), sebagai bukti bahwa gugatan sudah terdaftar dan uang muka sudah dibayar,
dapat diketahui dari tanda bukti penerimaan uang yang mencantumkan juga nomor
register perkara. Sesuai SE Mahkamah Agung no 2 tahun 1991 tanggal 9 juli 1991
uang muka perkara ditaksir oleh panitera sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-
N. Pemeriksaan
Pendahuluan ( pasal 62 dan pasal 63 )
Sebelum hari persidangan ditentukan dan
sengketa diperiksa di persidangan untuk diputuskan, ternyata terdapat kewenangan
pengadilan untuk melakukan semacam ” pemeriksaan pendahuluan ” itu dikemukakan,
karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak menyebutnya.
Pemeriksaan termaksud dapat berupa
rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan.
(1). Rapat
Permusyawaratan ( prosedur dismisal )
Gugatan yang diajukan sebelum diperiksa
dipersidangkan dapat dinyatakan tidak diterima atau tidak mempunyai dasar. Hal
itu disebabkan :
Pokok gugatan ( fakta yang dijadikan
dasar gugatan ) itu nyata-nyata tidak termask wewenang pengadilan;
Syarat-syarat gugatan ( pasal 56 tidak
dipenuhi oleh penggugat, sekalipun telah diberitahukan dan diperinagtkan;
Gugatan tersebut tidak didasarkan
kepada alasan-alasan yang layak;
Apa yang dituntut dalam gugatan
sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan adnministrasi negara yang digugat;
Gugatan diajukan sebelum waktunya atau
telah kadaluarsa.
(2).
Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa
dimulai, hakim wajib mengadakan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang
jelas ( pasal 63 ). Dalam hal ini hakim bertindak :
ü
memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki
gugatan dan melengkapi dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;
ü
dapat diminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata
usaha negara yang bersangkutan.
Pemeriksaan persiapan ini merupakan
pengkhususan dalam proses pemeriksaan sengketa administrasi dan di dalam
kesempatan ini hakim dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat
administrasi negara yang bersangkutan, demi lengkapnya data yang diperlukan
untuk gugatan.
Penyederhanaan itu dimungkinkan karena
pada hakikatnya kedua hal di atas itu termasuk dalam ” pemeriksaan pemdahuluan
” dan menunjuk kepada karakteristik hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,
yang dalam hal ini demi kesempurnaan gugatan yang akal diperiksa dan diputuskan
di persidangan.
1.5 Penetapan Hari Sidang (Pasal 59 ayat 3
Pasal 64)
Penetapan hari sidang selalu berhubungan
dengan panggilan, waktu dan jarak antara tempat para pihak yang bersengketa
dengan tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari seelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.
1.6 Panggilan Para Pihak Yang Berperkara (Pasal 59 ayat 3, 4 Pasal 64 ayat
2, Pasal 65 dan Pasal 66)
Pemanggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan setelah selesai
pentahapan tindakan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini berarti
setelah gugatan dianggap cukup lengkap dan sempurna serta telah ditentukan
majelis hakim, yang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara itu.
Jangka waktu pemanggilan dan hari persidangan tidak boleh kurang dari 6
(enam) hari, kecuali bila sengketa itu diperiksa berdasarkan acara cepat.
11.6.1.2 Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan
Setelah ”pemeriksaan pendahuluan” selesai, maka ditetapkanlah hari, jam,
dan tempat persidangan. Kemudian kedua belah pihak atau para kuasanya dipanggil
untuk mulai bersidang yang harus diperlakukan sama dan didengar. Untuk
keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakannya
terbuka untuk umum (Pasal 70 ayat 1). Sifat terbuka sidang untuk umum itu
merupakan syarat mutllak karena kalau tudak putusan hakim diancam batal menurut
hukum, kecuali bila ditentukan lain (Pasal 17 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor
14 tahun 1970). Sangatlah penting tertib acara dalam pemeriksaan berikut berita
acaranya. Oleh karena itu dalam sengketa tata usaha negara, tertib acara
pemeriksaan dan berita acaranya di pengadilan tata usaha negara (setelah
berfungsi) pun merupakan salah satu hal yang penting dalam proses beracara.
2.1 Intervensi
Intervensi adalah ikut sertanya pihak
lain ke dalam sengketa. Ini dapat dilakukan oleh seseorang atau badan hukum
perdata, baik pada waktu pemeriksaan di sidang pengadilan maupun dalam
pelaksanaan putusan. Intervensi dalam taraf pemeriksaan di sidang pengadilan,
dapat terjadi karena prakarsa administrasi itu masuk pihak ketiga, maka ia akan
memanggilnya dengan resmi sebagaimana mestinya. Sedangkan atas prakarsa
sendiri, ialah bilamana pihak ketiga dengan jalan memasukkan permohonan sendiri
untuk maksud mempertahankan hak dan kepentingannya jangan sampai dirugikan oleh
putusan atas sengketa itu.
Ketentuan intervensi menurut pasal 83
sangatlah dipengaruhi oleh ketentuan hukum acara perdata. Dalam hukum acara
perdata, intervensi perlu diatur karena sifat putusan pengadilan perdata hanya
berlaku bagi para pihak yang berperkara.
2.2 Pemeriksaan Berkas
Semenjak perkara itu dicatat di kepaniteraan
pengadilan tata usaha negara, sampai proses sengketa itu selesai dilaksanakan,
dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan pemeriksaan dan mempelajari
berkas-berkas sengketa termaksud serta membuat kutipan-kutipan seperlunya.
Bilamana ada berkas yang dibawa keluar, haruslah terlebih dahulu mendapat izin
dari ketua pengadilan. Panitera bertanggung jawab sepenuhnya atas berkas-berkas
perkara, termasuk titipan baik barang maupun uang dari pihak ketiga.
2.3 Putusan Pengadilan
Suatu putusan pengadilan diambil untuk
memutuskan suatu perkara, yang diserahkan kepadanya dalam rangka yang dinamakan
jurisdictio contentiosa. Sebelum putusan itu dijatuhkan, terlebih dahulu
majelis hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan
putusan perkara itu.
Dalam perkara perdata, ternyata hakim
berwenang mengubah putusan-sela, karena terdapat kesalahan di dalamnya,
sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Menurut sifatnya, amar atau
diktum putusan itu dibedakab dalam 2 macam, yaitu :
1.
Putusan condemnatoir, yaitu yang amrnya berbunyi :
”Menghukum dan seterusnya..”
2.
Putusan yang konstitutif, yaitu yang amarnya menimbulkan
suatu keadaan hukum baru, atau meniadakan keadaan hukum baru.
Adapun amar putusan itu seperti gugatan
ditolak, gugatan dikabulkan, gugatan tidak diterima dan gugatan gugur.
11.6.2 Acara Luar Biasa
Pemeriksaan perkara di pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) dapat
dilakukan dengan acara biasa dan bukan acara biasa. Apabila kedua acara itu
dibandingkan ternyata masing-masing memiliki proses tersendiri yang berbeda
terutama dilihat dari faktor waktu. Oleh karena itu kita dapat menyebut acara
luar biasa untuk bukan acara biasa.
11.12 Banding
Arti banding yaitu merupakan pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua
oleh sebuah pengadilan atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang
mengenai fakta-faktanya, maupun penerapan hukum atau undang-undang. Permohonan
pemeriksaan banding itu dapat dicabut oleh pemohon selama hal itu belum
diputus. Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh mengajukan lagi
walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau.
11.13 Kasasi
Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung, tidak terkecuali untuk pengadilan tata usaha
negara. Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan di
Lingkungan Pengadilan Agama atau yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan menurut ketentuan undang-undang.
11.14 Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada
galibnya baru dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan
tanpa hasil. Syarat-syaratnya ditetapkan dalam hukum acara pada umumnya,
peninjauan kembali putusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat nova, yaitu
fakta-fakta atau keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan peradilan yang
dahulu, tidak tampak atau memperoleh perhatian.
11.15 Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
dapat dilaksanakan, terlebih dahulu salinan putusan tadi dikirimkan dengan
surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan
tata usaha negara yang mengadilinya selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak
putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
11.16 Peranan Pejabat/Badan TUN dalam
Sengketa TUN
Sebagai salah satu pihak yang bersengketa, pejabat TUN hanya mungkin
berkedudukan sebagai tergugat, dan tidak mungkin sebagai penggugat. Dalam hal
pejabat/badan TUN mempunyai kepentingan terkait dengan suatu sengketa TUN dia
bisa bertindak sebagai intervenient yang mempertahankan/membela kepentingannya.
Sebagai intervenient mestinya tidak harus bergabung dengan salah satu pihak
yang bersengketa, tetapi sebagai pihak yang mandiri dengan kepentingannya
sendiri.
RANGKUMAN
MENUJU
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA YANG MENSEJAHTERAKAN dan MELINDUNGI
Prof. Dr. Yos
Johan Utama SH MHum
BAGIAN PERTAMA
What is State administration?
Menurut Leonard D. White
- (Public Administration consist C,.,, all those
operations having for the purpose the fulfillment and enforcement of
public Policy
- “Administrasi Negara terdiri atas semua kegiatan Negara
dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan Negara”
Menurut Dimock & Koenig
- Pengertian yang luas Administrasi Negara didefinisikan
sebagai “kegiatan dari pada Negara dalam melaksanakan kekuatan politik
nya”,
- Pengertian sempit, “Administrasi Negara di definisikan
sebagai suatu kegiatan dari pada badan eksekutif dalam penyelenggaraan pe
merintahan
Menurut Prajudi Atmosudirdjo
- sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau
sebagai institusi politik (kenegaraan)-,
- administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai
aktivitas melayani Pemerintah yakni sebagai kegiatan “pemerintah
operasional”
- administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan
Undang-undang
Prajudi Atmosudirdjo
- a)melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi,
policy) serta keputusan-keputusan Pemerintah secara nyata
(implementasi).
- (b)menyelenggarakan undangundang (menurut
pasal-pasainya) sesuai dengan peraturan-peraturan pe laksanaan yang di tetapkan
EPICENTRUM ?
- HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI TITIK PANGKAL DARI
SETIAP ADMINISTRASI NEGARA (ADMINISTRATIVE LAW EPICENTRUM)
- HUKUM ADMINISTRASI BERTUGAS SEBAGAI LAW BELT ATAS
SEGALA TINDAKAN ADMINISTRASI (ADMINISTRATION EPICENTRUM)
Beberapa permasalahan baru yang
berkaitan dengan Hukum Administrasi negara
- Belum adanya Peraturan Payung sistem administrasi
negara
- Munculnya pola administrasi negara yang tidak standar
- Munculnya lembaga -lembaga baru non departemen
(bersifat adhoc) yang mempunyai tugas-tugas reguler dari lembaga-lembaga
yang sudah ada, sehingga mengurangi luas kewenangannya, dan cenderung
menimbulkan saling tindih kewenangan tersebut.
- Masih adanya urusan pemerintahan yang seharusnya
diserahkan kepada daerah, akan tetapi justru masih ditangani oleh
pemerintah pusat.
- Akibat adanya pemaknaan yang keliru terhadap otonomi
daerah , arogansi daerah dalam bentuk munculnya berbagai peraturan daerah
yang bertentangan dengan ketentuan pusat, atau menghambat
kebijakan-kebijakan utama pemerintah pusat.
- Pembangkangan daerah terhadap beberapa kebijakan dan
peraturan di tingkat menengah, dengan alsasan telah menginduk dengan
ketentuan yang lebih tinggi.
- Terjadinya tumpang tindih kebijakan administrasi untuk
penanganan pengaturan suatu masalah,
- Malfungsi peradilan administrasi maupun akses-akses
penyelesaian sengketa di bidang administrasi negara, sehingga tidak mampu
melindungi warga negara
- Sistem Hukum Administrasi keuangan. Tidak/kurang
mendukung progresivitas pencapaian pembangunan
- PENALISASI HUKUM ADMINISTRASI
- Lebih menitikberatkan kepada procedure daripada
outcome
- Pengembangan Hukum administrasi negara lebih
mengedepankan sisi suspect di banding trust
- Hukum administrasi negara yang lebih banyak sebagai
pengaturan, dan bukan yang memotivasi peran masyarakat.
PERGESERAN PARADIGMA HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
- Pergeseran Paradigma Hubungan Negara Dan Rakyat
- Pergeseran Paradigma Politik Dan Ketatanegaraan
- Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
- Perubahan Cara Pandang Hukum
- Transparansi Dan Ham
PERUBAHAN PARADIGMA HUBUNGAN NEGARA
DAN RAKYAT ?
- Masa Absolutisme
- Masa Negara Penjaga Malam (Nacht Waker Staat)
- Masa Negara Kesejahteraan
- (Welfare State)
PERGESERAN PARADIGMA POLITIK DAN
KETATANEGARAAN
- Otonomi Daerah
- Multi Partai
- Pola Pemilu Legislatif Dan Presiden
- Lembaga-Lembaga Baru
- Posisi Rakyat Dalam Pemilu
- Posisi Aparatur Publik Dalam Pemilu
- Tuntutan Ham Dan Tranparansi
PERGESERAN PARADIGMA ADMINISTRASI
NEGARA
- Paradigma dikotomi antara politik dan administrasi
negara
- Paradigma prinsip-prinsip administrasi
- Paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik
- Paradigma administrasi publik sebagai ilmu administrasi
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.