Bab I
Menikmati dan Hehilangan
Hak-hak Kewargaan
Hukum
perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan
larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban
disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang
hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum
yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada
hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KTHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Hukum
Pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu
hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg
mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg
mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan
bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum
pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang
penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia,
pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan
hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah
disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Hukum
Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara,
yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan
lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga
negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara
dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara
tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi
lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti
yang abstrak.
Hukum Tata Usaha (administrasi) Negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang
mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata
pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara
memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal
kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih
mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara
dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara
dimana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara
juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
Hukum
Acara Perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan
Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
Hukum
Acara Pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas
dalam Hukum Acara Pidana
Asas di dalam hukum acara pidana di
Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
Hukum
Antar Tata Hukum
Hukum
antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau
lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
Hukum
Adat di Indonesia
Hukum
Islam di Indonesia
Hukum Islam
di Indonesia
belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang
penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu
atau referendum
maupun amandemen
terhadap UUD 1945 secara
tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan
hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam
di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Istilah Hukum
Advokat
Sejak
berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi
memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai
sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah
advokat.
Advokat
dan Pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada
beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun
2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari
istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya.
Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang
yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor
secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai
penegak hukum plat hitam di pengadilan.
Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai
konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya
UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi
advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah
seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk
"beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara
Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktik / beracara berdasarkan
Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah
"hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik
tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk
mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan
Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus)
Konsultan
Hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at
law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan
pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku
di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003
berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan
lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah
distandarisasi menjadi advokat.
Jaksa
dan Polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan
hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima,
menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup
wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku
(tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan.
Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya
mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga
memeriksa saksi-saksi
dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan.
Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan
(BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan
untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan
menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk
diajukan ke pengadilan.
Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang
mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian,
untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses
penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya
menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan
putusan, maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.
1.
Penikmatan hak-hak kewargaan tidak
tergantung pada hak-hak kenegaraan.
2.
Anak dalam kandungan seorang wanita
dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah
mati waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348,
489, 758, 836, 899, 1679)
3.
Tiada suatu hukuman apapun dapat
mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya seluruh hak-hak kewargaan (ISR.
144.)
Bab
II
Akta-akta catatan sipil
Bagian 1
Daftar Catatan Sipil pada umumnya
Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum
Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan Eropa di seluruh Indonesia
ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan
dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd.
5; BS. 1.) Pegawai yang ditugaskan
menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.
Pemerintah (Gouverneur-Generaal),
setelah mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof), dengan peraturan
tersendiri, menentukan tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut,
demikian pula cara menyusun akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus
diindahkan. Dalam peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap
pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum
atau tidak akan diatur dengan ketentuan undang-undang hukum pidana. (KURP 436,
556 dst. lihat peraturan BS. golongan Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen
dan catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahan nama depan
Anak sah, dan juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh
ayahnya, menyandang nama keturunan ayahnya; anak yang tidak diakui oleh
ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya. (KUHperd.
250 dst., 255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
Siapa pun tidak diperkenankan mengganti nama keturunannya,
atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin pemerintah. (BS. 28, 40; S.
1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168 s V; S. 1917-12.) (s.d.t. dg. S.
1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya atau nama depannya,
boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin pemerintah.
Permohonan untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis
jangka waktu empat bulan, terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu
dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal
3.)
Selama jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu,
pihak-pihak yang berkepentingan boleh mengemukakan kepada pemerintah, dengan
surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi keberatan untuk
menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192 pasal 3.)
Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6
permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai
catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus menuliskannya
dalam buku daftar yang paling akhir, dan membuat catatan tentang hal itu pada
tepi akta kelahiran si pemohon. (BS. 26.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan
yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan termaksud dalam pasal
6 alinea kedua, dibukukan dalam daftar kelahiran yang paling akhir di tempat
tinggal yang bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea
pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada
tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak
dikabulkan seperti yang dimaksud pada alinea yang lalu, pemerintah dapat
memberikan nama-keturunan atau nama-depan kepada yang berkepentingan. Surat
penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal yang lalu.
Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam keempat pasal yang lalu, sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti
adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd.
262; S. 1883-192 pasal 3.)
Tiada seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau
menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin pengadilan negeri (raad van
justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah mendengar
jawatan kejaksaan (openbaar ministrie). (BS. 40.)
Bila pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau
penambahan nama-depan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai
catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya
dalam daftar yang paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi akta kelahiran.
(BS. 26.)
Bagian
3
Pembetulan Akta Catatan Sipil, dan Penambahannya. (S.
1836-16.)
Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang, dipalsu,
diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak
terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat
kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi dasar
untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, lihat BS. 67.)
Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada pengadilan
negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan atau
seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu pengadilan negeri akan mengambil keputusan
setelah mendengar jawatan kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila
ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah
memohon, atau yang pernah dipanggil.
(KUHPerd. 1917.)
16. Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada
akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap, harus dibukukan oleh pegawai
catatan sipil dalam daftar-daftar yang paling akhir segera setelah
diperlihatkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus diberitakan pada margin
akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen tentang
Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Bab III
Tempat Tinggal atau Domisili
Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan
pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, maka tempat
kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv. 6-7?, 99.) Perubahan
tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai
niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada
kepala pemerintahan, baik di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan
pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S.
1919-573 jis. 1931-373, 423.) Bila tidak ada pernyataan, maka bukti tentang
adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan sebenarnya.
Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum,
dianggap bertempat tinggal di tempat mereka bertugas. (RO. 21; Rv. 99.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Seorang wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja
dan ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal
suaminya; anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dari
kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau
tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan
mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. (KUHPerd.
106, 207, 211, 242, 298, 301, 383, 452.)
(s.d.u. dg. S.
1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka
bila mereka tinggal serumah dengannya. (KUHPerd.
17-2, 1061a dst.)
Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang
meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua
pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain
daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara
mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan hakim, atau dapat dibatasi
sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak.
Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan
yang tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal
yang dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393, 1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst.,
411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729,
816, 860 dst.)
Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak
boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih untuk dirinya, asalkan tempat
tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang
lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain.
Bab IV
Perkawinan
Ketentuan-ketentuan perkawinan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974
dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum
Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam
hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd.
81.)
Bagian 1
Syarat-syarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk
dapat melakukan perkawinan Lihat Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya
perundang-undangan anak-anak S. 1927-31 jis. 390, 421 sebelum Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat
oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang perempuan hanya
dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd.
60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?, 83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari
calon suami dan calon istri. (KUHPerd.
61-3?, 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh
dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak
diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi. (ISR. 43; KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65,
83, 89; BS. 55, 61; W & B II-283.)
Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya
mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena
kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau karena
perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak-beradik laki-perempuan, sah
atau tidak sah. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 290, 295, 297.)
Perkawinan juga dilarang karena alasan-alasan berikut: 1?.
(s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau
tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan
itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri
telah diberikan izin oleh hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk
melakukan perkawinan lain; 2?. antara paman atau paman orang tua dan kemenakan
perempuan atau anak perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi
orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak laki-laki kemenakan, yang sah atau
tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?,
65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan
melakukan zinah, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinahnya
itu. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65,
83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
(s.d.u. dg. S.
1923-31.) Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan
ketentuan pasal 199 nomor 3? atau 4?, tidak boleh untuk kedua kalinya
dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran
perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar catatan sipil. Perkawinan lebih
lanjut antara orang-orang yang sama dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268,
493.)
Seorang wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru,
kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan
yang terakhir. (KUHPerd. 61-4?, 62,
63-2?, 64 dst., 71-4?, 93, 99, 252, 494 dst.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur
memerlukan izin kedua orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari
mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dari kekuasaan orang tua
atau perwalian atas anak itu, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal
anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat
beserta keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah
satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd. 37, 40 dst., 49, 61-1?, 71-2?,
5?, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu,
anak-anak sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dari wali mereka, bila
yang melakukan perwalian adalah orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila
izin itu diperlukan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dari
keluarga sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dari wali pengawas. Bila
wali atau wali pengawas atau ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan
orang tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan
kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua pasal yang lalu, asal orang tua yang
tidak dipecat dari kekuasaan orang tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah
memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49,
62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus
digantikan oleh tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan
yang sama. Bila orang lain daripada orang-orang tersebut di atas melakukan
perwalian atas anak-anak dibawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud
dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari wali atau wali
pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu.
Alinea kedua pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan
menurut alinea satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila
salah satu atau lebih tidak menyatakan pendiriannya (KUHPerd. 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497, 901; BS.
61-4?.)
(s.d.u. dg. S 1927-31
jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau
bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka,
anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin
wali dan wali pengawasnya. Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah
seorang dari mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan
pendirian, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak masih di bawah
umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan,
setelah mendengar dan memanggil dengan sah wali, wali pengawas, dan keluarga
sedarah atau keluarga semenda.
(KUHPerd.) 39, 49 61-2?, 63 dst; KUHP 524.)
(s.d.u. dg. 1927-31
jis. 390, 421.) Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur,
tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya,
sejauh kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam
keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka. Bila semasa hidup ayah atau ibu
yang mengakuinya, orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus
pula diperoleh izin dari wali itu atau dari wali pengawas bila izin itu
diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang
dari keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang
izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau
lebih menolak memberikan izin itu, maka pengadilan negeri di daerah hukum
tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak berkuasa
memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah mereka yang izinnya diperlukan.
Bila baik ayah maupun ibu yang mengakui anak di bawah umur
itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak
mereka, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas. Bila kedua-duanya atau
salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian, maka
berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai
keluarga sedarah atau keluarga semenda.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan
perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur.
Bila kedua-duanya, atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk
menyatakan pendirian, pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak
yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin
untuk setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si
anak. (KUHP 524.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal
yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara.
Penetapan-penetapan itu, baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang
menolak, tidak dapat dimohonkan banding. (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Mendengar
mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang
lalu, bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan
pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal
atau tempat kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan
berita acaranya kepada pengadilan negeri yang disebut pertama. Pemanggilan
mereka yang izinnya diperlukan, dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan
dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang
disebut pertama, ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri
dengan cara seperti yang tercantum dalam pasal 334.
(s.d.u. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Anak sah, yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh
tahun, juga wajib untuk mohon izin ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan.
Bila ia tidak memperoleh izin itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan
negeri tempat tinggalnya, dan dalam hal itu harus diindahkan
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang
lain jika dianggap perlu oleh pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan
surat permohonan itu, pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si
ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi
penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan
mereka masing-masing. Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat
berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan
dapat dilangsungkan dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran
itu.
Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat
dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan
pengadilan.(KUHPerd. 47, 48.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila, setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah
satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak,
maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan,
terhitung dari hari pertemuan itu.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga
berlaku untuk anak tak sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
(s.d.u. dg. S.
1928-546.) Sekiranya kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia,
pemerintah berkuasa memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum
dalam pasal 42 sampai dengan pasal 47.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Dalam pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua
atau para kakek-nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk
melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39,
sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di
Indonesia. (S. 1927-31, peraturan peralihan.)
Bagian 2
Acara yang harus mendahului perkawinan
Semua orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus
memberitahukan hal itu kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal salah
satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
Pemberitahuan ini harus dilakukan, baik secara langsung,
maupun dengan surat yang dengan cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon
suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh
pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
(s.d.u. dg. S.
1916-339 jo. S. 1917-18.) Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan
sipil harus mengumumkan hal itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama
gedung tempat penyimpanan daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu harus
tetap tertempel selama sepuluh hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan
pada hari Minggu; yang disamakan dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari
Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa
Almasih, dan hari Mikraj Nabi. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini
harus memuat: 1?. nama, nama depan, umur, pekerjaan tempat tinggal calon
suami-istri dan, bila mereka sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri
mereka yang dulu; 2?. hari, tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd. 53, 61-6?, 63-2?, 75, 82 dst.,
99; BS. 54 dst.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat itu ditandatangani oleh
pegawai catatan sipil itu.
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila kedua calon suami-istri tidak bertempat tinggal
dalam wilayah catatan sipil yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh
pegawai catatan sipil di tempat tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd. 17, 76, 83; BS. 56 dst.)
54. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila calon
suami-istri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah suatu
catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh pegawai catatan sipil di
tempat tinggal mereka yang terakhir. (s.d.u. dg. S. 1937-572, S. 1939-288.)
Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban membuat pengumuman tersebut
di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala Pemerintahan Daerah yang di
daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS. 56 dst.)
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu
satu tahun, terhitung dari waktu pengumuman, perkawinan itu tidak boleh
dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di
muka hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut
penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu;
semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi,
jika pemberitahuan kawin itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu
dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga
berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang
barangnya sebagai akibat dari penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak
boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini kadaluwarsa
dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman
perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154,
1243 dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3
Pencegahan Perkawinan
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada
orang-orang dan dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv. 816
dst.)
Barangsiapa masih terikat oleh perkawinan dengan salah satu
pihak, termasuk juga anak-anak yang lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah
perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang
masih ada. (KUHPerd. 27, 61-4?, 62 dst.,
68, 86.)
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1917-497; S. 27-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu
boleh mencegah perkawinan dalam hal-hal berikut: 1?. bila anak mereka yang
masih di bawah umur, belum mendapat izin yang menjadi syarat; 2?. bila anak mereka,
yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta izin
mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta
perantaraan pengadilan negeri seperti yang diwajibkan menurut pasal 42; 3?.
bila salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau
dengan alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu
belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.)
4?. bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan
perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dt.) 5?. bila
pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan; (KUHPerd. 52 dst.) 6?. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros
ditaruh di bawah pengampuan dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya
akan membawa ketidak-bahagiaan bagi anak mereka. (KUHPerd. 434.) Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu
orang lain daripada ayah atau ibunya, maka wali atau pengawasnya, bila yang
disebut terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak yang sama dalam
hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 1?, 3?, 4?, 5? dan 6?.
(s.d.u. dg S.
1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka
kakek-nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus
mengganti si wali berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang
tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6?, pasal yang lalu. Kakek-nenek dan wali,
atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini menggantikan si wali untuk
mencegah perkawinan dalam hal-hal yang tercantum pada nomor 1?, jika izin
mereka menjadi syarat
(s.d.u. dg. S.
1917-497; S. 1927- 31 jis. 390,421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka
saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali dan wali
pengawas, pengampu dan pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan: 1?. bila
ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak
diindahkan; 2?. karena alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?,
5? dan 6? pasal 61. (KUHPerd. 58.)
Suami yang perkawinannya telah bubar karena perceraian,
boleh mencegah perkawinan bekas istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum
lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang dulu. (KUHPerd. 34, 60, 61-4?, 62, 63-2?, 65.)
Jawatan kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak
dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd. 94; Rv. 323)
Pencegahan perkawinan ditangani oleh pengadilan negeri, yang
di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan pegawai catatan yang harus
melangsungkan perkawinan itu. (Rv. 817.)
Dalam akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang
dijadikan dasar pencegahan itu, dan tidak diperkenankan mengajukan alasan baru,
sejauh hal itu tidak timbul setelah pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.) Dihapus dg.
S. 1937-595, berlaku terhitung 1 Januari 1939.
Bila pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan
kewajiban mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu
adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau jawatan
kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
Bila terjadi pencegahan perkawinan, pegawai catatan sipil
tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah
kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan
hukum tetap atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan;
pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian
dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan,
maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan
batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-6?, 82; BS. 59.)
Bagian 4
Pelaksanaan Perkawinan
Sebelum melangsungkan perkawinan, pegawai catatan sipil
harus meminta agar kepadanya disampaikan: 1?. akta kelahiran masing-masing
calon suami-istri; (KUHPerd. 29, 35
dst.; Chin. 16.) 2?. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1927-31 jis.
390, 421.) akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil dan didaftarkan
dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang berisi izin ayah, ibu,
kakek nenek, wali, atau wali pengawas, ataupun izin yang diperoleh dari hakim,
dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; (KUHPerd.
35 dst., 42 dst., 452.) Izin itu dapat juga diberikan pada akta perkawinan
sendiri; 3?. akta yang menunjukkan adanya perantaraan pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.) 4?. dalam
hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang
diberikan dalam hal pihak lain dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)
5?. akta kematian dari mereka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2?; Chin. 16.) 6?. (s.d.u. dg.
S. 1916-338 jo. S.. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah
berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut pasal 52 dan
berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.) 7?. dispensasi
yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31,
48, 54, 56.) 8?. izin untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi
syarat untuk melakukan perkawinan.
Jika di antara calon suami-istri ada yang tidak dapat
memperlihatkan akta kelahiran seperti yang disyaratkan pada nomor 1? pasal yang
lampau, maka hal itu dapat diganti dengan akta tanda kenal yang dikeluarkan
oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon suami
atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau
bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya
secermat-cermatnya, serta sebab-sebab yang menghalanginya untuk menunjukkan
akta kelahiran.
Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti dengan
keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi yang
harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan yang
diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai catatan sipil oleh calon suami
atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh akta
kelahiran atau akta tanda kenal. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu
dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd.
13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
Bila para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian
yang disebut dalam pasal 71 nomor 5?, maka kekurangan itu dapat diperbaiki
dengan cara yang sama seperti yang tercantum dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 13, 82; BS. 27.)
Bila pegawai catatan sipil menolak untuk melangsungkan
perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan
yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang
berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri;
setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk itu, dan mendengar
pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat dan tanpa
kemungkinan banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau tidak
lengkapnya surat-surat.
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari
kesepuluh setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57, 71-6?, 99.) Jika ada
alasan penting, kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan
pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu
tunggu yang diharuskan.
Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu
harus ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada
alinea pertama pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan
perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
(s.d.u. dg. S.
1901-353 jo. S. 1905-552; S. 1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka
umum, dalam gedung tempat membuat akta catatan sipil, di hadapan pegawai
catatan sipil tempat tinggal salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi,
baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu
tahun dan berdiam di Indonesia.
(KUHPerd. 17 dst. 53, 83, 92 dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
77. Bila salah satu pihak, karena halangan yang terbukti
cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan
dalam sebuah rumah khusus di daerah pegawai catatan sipil yang bersangkutan.
Jika terjadi demikian, dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab
terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini,
diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu.
(KUHPerd. 99; BS. 62.)
Kedua calon suami-istri harus datang secara pribadi
menghadap pegawai catatan sipil pada waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S.
1947-137.)
Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa untuk
mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka
dengan menggunakan seorang wakil yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta
otentik. Bila pemberi kuasa itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah
kawin dengan orang lain secara sah, maka perkawinan yang telah berlangsung
dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi. (KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58 1792 dst., 1815, 1818; BS. 12, 62.)
Kedua calon suami-istri, di hadapan pegawai catatan sipil
dan dengan kehadiran para saksi, harus menerangkan bahwa yang satu menerima
yang lain sebagai suami atau istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati mereka
akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan kepada
mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
Tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan,
sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan
di hadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Jika terjadi pelanggaran oleh pegawai catatan sipil atas
ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka selama hal itu tidak diatur dalam
aturan undang-undang hukum pidana, para pegawai itu boleh dihukum oleh
pengadilan negeri dengan denda uang yang tidak melebihi seratus gulden, tanpa
mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila
ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS.
28; KUHP 530; ketentuan hukum yang terkandung dalam KUHPerd. 82 telah dihapus
dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5
Perkawinan-perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri
(s.d.u. dg. S.
1915-299 jo. 642.) Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara
sesama warganegara Indonesia, maupun antara warganegara Indonesia dan
warganegara lain, adalah sah bila perkawinan itu dilangsungkan menurut cara
yang biasa di negara tempat berlangsungnya perkawinan itu, dan suami-istri yang
warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian
1 bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27
dst., 52 dst.; BS. 63.)
Dalam waktu satu tahun setelah kembalinya suami-istri ke
wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan mereka di luar negeri harus
didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal mereka. (KUHPerd. 4
dst., 91, 152; BS. 1 dst., 63.)
Bagian 6
Batalnya perkawinan
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh hakim.
(KUHPerd. 70.)
Batalnya suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan
pasal 27, dapat dituntut oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat
dengan salah seorang dari suami-istri itu, oleh suami-istri itu sendiri, oleh
keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan
dengan batalnya perkawinan itu, dan oleh jawatan kejaksaan. Bila batalnya
perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih dahulu harus diputuskan
ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd.
60-65, 83, 93 dst., 493 dst.)
Keabsahan suatu perkawinan, yang berlangsung tanpa
persetujuan bebas kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka, hanya dapat
dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh salah seorang dari mereka yang
memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah terjadi kekhilafan
tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya dapat dibantah
oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal tersebut dalam pasal
ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh diterima, bila telah
terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau
istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui kekeliruannya. (KUHPerd. 28, 58, 61-3? dan 4?, 62,
63-2?, 65, 83, 901.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat
mental ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh
dibantah oleh ayahnya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara
laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan
akhirnya oleh jawatan kejaksaan. Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan
perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang telah ditaruh di
bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat diterima bila kedua
suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari pencabutan
pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-3?, 62,
63-2?, 65, 83, 433 dst., 447, 460.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai
umur yang disyaratkan dalam pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh
dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu, maupun oleh jawatan
kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat dibantah: 1?. bila pada
hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua
suami-istri telah mencapai umur yang disyaratkan; 2?. bila si istri, kendati
belum mencapai umur yang disyaratkan, telah hamil sebelum tuntutan diajukan. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83.)
Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal 30, 31, 32, dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh
suami-istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah
mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan
dengan pembatalan itu, ataupun oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 93.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421, 456.) Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin
ayah, ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus
diperoleh ataupun wali harus didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39,
dan 40, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang yang harus
diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undang-undang. Para keluarga
sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan
perkawinan, bila perkawinan itu telah mereka setujui secara tegas atau secara
diam-diam, atau perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa
pun dari mereka terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai
perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang
berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami-istri itu
tetap lalai untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar
umum perkawinan sesuai dengan ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst., 61-1?, 62, 63-1?, 83 dst, 95 dst, 901; S. 1927-31
ketentuan peralihan 1.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai
catatan sipil yang berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang
disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah,
ibu dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke atas, dan, pula oleh wali, wali
pengawas, dan oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dalam hal itu dan
akhirnya jawatan kejaksaan. Jika terjadi pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh
mengenai keadaan saksi-saksi, maka perkawinan itu tidak mutlak harus batal;
hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut keadaan. Bila tampak jelas
adanya hubungan selaku suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta
perkawinan yang dibuat di hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri tidak
dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst.; BS. 13; S
1927-31 ketentuan peralihan 1.)
Dalam segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 86, 90,
dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang
mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh
kerabat sedarah dalam garis ke samping, oleh anak dari perkawinan lain, atau
oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu kedua-duanya masih hidup, dan
tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau
akan segera memperoleh kepentingan. Setelah perkawinan dibubarkan, jawatan
kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya. Suatu perkawinan, walaupun telah
dinyatakan batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap
suami-istri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan
dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst., 86 dst., 97.)
Bila itikad baik hanya ada pada salah seorang dari
suami-istri, maka perkawinan itu hanya mempunyai akibat-akibat perdata yang
menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan anak-anak yang lahir dari
perkawinan itu. Suami atau istri yang beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman
mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)
Dalam hal-hal tersebut dalam dua pasal lalu, perkawinan itu
berhenti mempunyai akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu
dinyatakan batal. Batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak
ketiga., bila dia telah bertindak dengan itikad baik terhadap suami-istri itu. Tiada
suatu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34, 42, 46, 52, dan atau, kecuali apa yang
diatur dalam pasal 77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum
dalam gedung tempat akta-akta catatan sipil dibuat. Dalam hal-hal itu
berlakulah ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai catatan sipil. (s.d.u. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.)
Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan jawatan
kejaksaan di pengadilan tersebut, harus didaftar dalam daftar perkawinan yang
sedang berjalan oleh pegawai catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan,
dengan cara yang sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan
Sipil untuk golongan Eropa atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama
untuk golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada tepi
akta perkawinan. Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka
pendaftarannya dilakukan di Jakarta.
Bagian 7
Bukti adanya suatu perkawinan
Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara
lain daripada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam
pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 4, 92;
BS. 1, 7, 61; S. 1847-64 pasal 5.) Bila
ternyata, bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau
akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup
tidaknya bukti-bukti tentang, adanya perkawinan diserahkan kepada hakim,
asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas 5.)
Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta
perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia
telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya,
dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suami-istri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)
Bab V
Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Suami-istri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan
saling membantu. (KUHPerd. 140, 145
dst., 193, 225, 227, 237; KUHP 304.)
Suami-istri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling
mengikat diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109, 145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097,
1601i; KUHP 304.)
Sang suami menjadi kepala persatuan perkawinan. (KUHPerd. 124, 140.) Sebagai kepala,
ia wajib memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya di muka hakim,
dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. (KUHPerd. 110 dst.) Dia harus mengurus
harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. (KUHPerd. 140, 194, 215, 244; LN. 1953-86
pasal 6.) Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala
keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam
pengurusan itu. (KUHPerd. 195.) Dia
tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak
bergerak istrinya tanpa persetujuan si istri.
Sang istri harus patuh kepada suaminya. (KUHPerd. 140.) Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan
mengikuti dia di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
Sang suami wajib menerima istrinya di rumah yang
ditempatinya. (KUHPerd. 21.) Dia
wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan
kedudukan dan kemampuannya. (KUHPerd.
193, 213, 225 dst., 237.)
Sang istri, sekalipun dia kawin di luar harta bersama, atau
dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan,
menggandaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban,
tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah
memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si
istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan
untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd.
109, 112 dst., 115 dst., 118, 125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446,
1454, 1601f, 1676, 1678, 1684, 1702, 1722m, 1798.)
(s.d.u. dg. S.
1926-333 jis. 458, 565, S. 1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang
dibuat oleh seorang istri karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah
tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan
olehnya sebagai majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap
bahwa ia telah mendapat persetujuan dari suaminya. (KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya,
meskipun dia kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau
meskipun dia secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd. 105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv. 815.)
Bantuan suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6; KUHPerd. 1601f.) 1. bila si istri dituntut
dalam perkara pidana; 2. dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau
pemisahan harta. (Rv. 819 dst., 831 dst., 841.)
Bila suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk
membuat akta, atau menolak tampil di pengadilan, maka si istri boleh memohon
kepada pengadilan negeri di tempat mereka tinggal bersama supaya dikuasakan
untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813 dst.)
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Seorang istri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan
dengan izin suaminya, secara tegas atau secara diam-diam, boleh mengadakan
perjanjian apa pun yang berkenaan dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila
dia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta, maka si suami juga terikat
pada perjanjian itu. Bila si suami menarik kembali izinnya, dia wajib
mengumumkan penarikan kembali itu.
(KUHPerd. 108, 110, 121, 130, 132, 1330 dst., 1916; Rv. 581.)
Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena
alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu istrinya atau memberinya kuasa,
atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka pengadilan negeri di
tempat tinggal suami-istri itu boleh memberikan wewenang kepada si istri untuk
tampil di pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat
akta-akta lain. (KUHPerd. 112, 125, 496;
Rv. 813.)
Pemberian kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian
perkawinan, berlaku tidak lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta
kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd.
108, 125, 140, 194, 1387, 1798.)
Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa,
hanya dapat dituntut oleh si istri, suaminya, atau oleh para ahli waris mereka.
(KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446,
1451, 1454, 1821.)
Bila seorang istri, setelah pembubaran perkawinan,
melaksanakan suatu perjanjian atau akta, seluruhnya atau sebagian, yang telah
dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk minta
pembatalan perjanjian atau akta itu.
(KUHPerd. 1456.)
Istri
dapat membuat wasiat tanpa izin suami. (KUHPerd.
895.)
Bab
VI
Harta-bersama Menurut Undang-undang
dan Pengurusannya
Bagian 1
Harta-bersama menurut Undang-undang
Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum
terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu
tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama
itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan
suatu persetujuan antara suami-istri.
(KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60, 62.)
Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta-bersama itu
meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak suami-istri itu,
baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka
peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan
atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta-bersama itu
meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-istri, baik sebelum
perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd.
130 dst., 163, F. 62.)
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua
keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi
keuntungan dan kerugian harta-bersama itu. (KUHPerd.
155; Rv. 823j.)
Semua utang kematian, yang terjadi setelah seseorang
meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126-1?, 128.
Bagian 2
Pengurusan harta-bersama
Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu. Dia
boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya,
kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta
bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik
barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah
tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir
dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh
menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila
dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (KUHPerd. 105, 119, 186, 320, 434, 903;
LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)
Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak
mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka
si istri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dari
harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv.
813 dst.)
Bagian 3
Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak untuk
melepaskan diri dari padanya
Harta-bersama
bubar demi hukum:
1. karena kematian;
2. karena perkawinan atas izin hakim
setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)
3. karena perceraian; (KUHPerd. 207
dst.)
4. karena pisah meja dan ranjang;
(KUHPerd. 233 dst.)
5. karena pemisahan harta. (KUHPerd.
186 dst.)
Akibat-akibat khusus dari pembubaran dalam hal-hal tersebut
pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal
ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Setelah salah seorang dari suami-istri meninggal, maka
bila ada ditinggalkan anak yang masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama
wajib untuk mengadakan pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama
dalam waktu empat bulan. [Catatan Editor: Dalam BW jangka waktu yang
diindikasikan lamanya adalah tiga bulan]. Pendaftaran harta-bersama itu boleh
dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila
pendaftaran harta-bersama itu tidak diadakan, gabungan harta-bersama berlangsung
terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak
boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315,
370, 408, 417; Wsk. 48.)
Setelah bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama mereka
dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa
mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku
Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta
bersama menurut undang-undang. (KUHPerd.
123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian salah
seorang dari suami-istri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda
kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat atau tanda kenang-kenangan yang
bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari suami-istri itu,
boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir
secara musyawarah atau oleh ahli-ahli (KUHPerd.
132.)
Sang suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh ditagih
atas utang dari harta-bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta
penggantian setengah dari utang itu kepada istrinya atau kepada para ahli waris
si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
Suami atau istri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh
harta-bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur untuk membayar
utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri itu sebelum
perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau istri yang
telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak
yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)
Istri berhak melepaskan haknya atas harta-bersama; segala
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan
haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama, kecuali
kain seprei dan pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan
ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang
harta-bersama. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur
atas harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari
pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya
untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23;
KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138,
153, 483, 1023, 1045.)
Istri yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam pasal
yang lampau, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah
pembubaran harta-bersama itu, kepada panitera pengadilan negeri di tempat
tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila
lalai).
Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka
tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov.
14; KUHPerd. 134, 138, 1023 dst., 1989;
Rv. 135, 829.)
Bila dalam jangka waktu tersebut di atas istri meninggal
dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan, para ahli warisnya berhak
melepaskan hak mereka atas harta-bersama itu dalam waktu satu bulan setelah
kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara
seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak istri untuk menuntut kembali
kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu, tidak dapat diperjuangkan
oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd.
132, 138, 903, 1023 dst.)
Bila para ahli waris istri tidak sepakat dalam tindakan,
sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari harta-bersama
itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih dari bagian warisan
yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian istri itu
seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau
pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang
melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh
si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi
hak ahli waris yang melakukan pelepasan.
(KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051, 1061.)
Istri yang telah menarik pada dirinya barang-barang dari
harta-bersama, tidak berhak melepaskan diri dari harta-bersama itu.
Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan,
tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd.
137, 483, 1048 dst.)
Istri yang telah menghilangkan atau menggelapkan
barang-barang dari harta-bersama, tetap berada dalam penggabungan, meskipun
telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Dalam hal gabungan harta-bersama berakhir karena kematian si
istri, para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam
waktu dan dengan cara seperti yang diatur mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
Bab
VII
Perjanjian Kawin
Bagian 1
Perjanjian kawin pada umumnya.
Para calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat
menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu
tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik atau dengan tata-tertib umum,
dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut. (AB. 23; KUHPerd. 119, 132, 153, 180, 888, 1254, 1337.)
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber
pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai ayah, tidak
pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling
lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst.,
300, 307 dst., 311, 345 dst., 355.) Demikian pula perjanjian itu tidak
boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala
persatuan suami-istri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang istri untuk
mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik
barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak, di samping penikmatan
penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd.
105, 115.) Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada
gabungan harta-bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku
besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang
yang diperoleh atas nama istri, atau yang selama perkawinan dari pihak istri
jatuh ke dalam harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh
suaminya tanpa persetujuan si istri. (KUHPerd.
124, 132.)
Para calon suami-istri, dengan mengadakan perjanjian
perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu
mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada bagiannya dalam
keuntungan-keuntungan harta-bersama. Mereka tidak boleh membuat perjanjian
dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh
undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang,
kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Tidak adanya gabungan harta-bersama tidak berarti tidak
adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal ini secara tegas
ditiadakan. Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst., 164; F. 60 dst.)
Juga dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan
harta-bersama, boleh ditetapkan jumlah yang harus disumbangkan oleh si istri
setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan
pendapatan dari harta
Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum
pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara
demikian. (KUHPerd. 232a.)
Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan; tidak
boleh ditentukan saat lain untuk itu.
(KUHPerd. 119, 149.)
Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh
diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain dengan
akta, dalam bentuk yang sama seperti akta perjanjian yang dulu dibuat. Lagipula
tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang
yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh
diubah dengan cara apa pun. (KUHPerd.
196 dst., 232a, 237, 1678.)
Jika tidak ada gabungan harta-bersama, maka masuknya
barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman
negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan
dengan cara lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam perjanjian kawin,
atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang
bersangkutan, dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya
hal itu harus tercantum. (KUHPerd. 165
dst., 513; F. 60 dst., HCI 50; Bep. Vr. O. 2.)
Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk
melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan atas segala
perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan dalam perbuatan
perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh orang yang
persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan itu
harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka
rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar
tentang hal itu dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst., 452, 458, 1447, 1677.)
Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang
menyimpang dari harta-bersama menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian,
tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum hari pendaftaran
ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di
kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya perkawinan itu
dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu didaftarkan, jika
perkawinan berlangsung di luar negeri.
(KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
Segala ketentuan mengenai gabungan harta-bersama selalu
berlaku, selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara
tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat
dan cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli warisnya
berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti
yang diatur dalam bab yang lalu. (Ov.
14; KUHPerd. 119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan
dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti oleh perkawinan. (KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst. 1258.
Bagian 2
Gabungan keuntungan dan kerugian dan gabungan hasil dan
pendapatan
Bila para calon suami-istri hanya memperjanjikan, bahwa
harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan ini menutup jalan
untuk mengadakan gabungan harta-bersama secara menyeluruh menurut
undang-undang, dan segala keuntungan yang diperoleh suami-istri selama
perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul
bersama, bila gabungan harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
Masing-masing dari suami-istri mendapat separuh keuntungan
dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu dalam perjanjian kawin
tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
(KUHPerd. 128, 142, 185.)
Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta-bersama
suami-istri ialah bertambahnya harta-kekayaan mereka berdua, yang selama
perkawinan timbul dari hasil harta-kekayaan mereka dan pendapatan
masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari penabungan
pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian ialah
berkurangnya harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau istri selama
perkawinan dari warisan, wasiat atau hibah, entah berasal dari keluarga entah
dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan
pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama
perkawinan, atas nama siapa pun juga, dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila
terbukti sebaliknya. Naik atau turunnya harga barang salah seorang dari
suami-istri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena
pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu atau karena
hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama, melainkan hanya
menguntungkan pemilik barang-barang itu.
(KUHPerd. 596 dst.)
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran,
hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi
beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu. Semua utang kedua
suami-istri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus dihitung
sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang dari
suami-istri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
Perjanjian, bahwa antara suami-istri hanya akan ada gabungan
penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada
gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula
gabungan keuntungan dan kerugian.
(KUHPerd. 165.)
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami-istri
sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan tegas dalam akta
perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang ditandatangani oleh
notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli perjanjian
kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan keuntungan
dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan gabungan
penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan dalam pasal 155 dan 164;
tanpa bukti ini, barang-barang bergerak itu dianggap sebagai keuntungan. (KUHPerd. 150, 513, 1977; F. 60 dst.)
Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing
pihak dari suami-istri itu dengan pewarisan, hibah wasiat atau hibah biasa
selama perkawinan, harus dapat diperlihatkan dengan surat pertelaan. Bila tidak
ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama
perkawinan, atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan hal itu, maka
suami itu tidak berwenang untuk mengambil kembali barang-barang itu sebagai
kepunyaannya. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang
diperoleh si istri selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang
memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri
itu atau para ahliwarisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga
barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa
umum mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah
wasiat, hibah atau penerimaan uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya
seperti juga cagak hidup; dan dengan demikian tercakup kedua jenis gabungan
yang dibicarakan dalam bagian ini. (KUHPerd.
120, 157 dst.)
Bagian 3
Hibah-hibah antara kedua calon suami-ister
Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri,
secara timbal-balik atau secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut
pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa mengurangi kemungkinan pemotongan
hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak atas
suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd.
182, 222, 913 dst., 919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang
telah ada seperti yang diperinci dalam aktanya, dapat pula dengan seluruh atau
sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd.
175, 179, 222, 224, 1334, 1667.)
Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biarpun disambut
tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak yang diberi hibah. (KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685,)
Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan
persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si
penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.) Hibah
yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik
kembali, kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179, 1253-1255, 1688.) Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian
warisan si penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian, bahwa dia
tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam hibah itu, kecuali uang
dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut
pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat
ditarik kembali. (KUHPerd. 173, 178
dst., 1608.)
Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan
terperinci secara tertentu, dan diberikan antara suami-istri dalam perjanjian
kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan syarat, bahwa penerima hibah harus
hidup lebih lama daripada pemberinya, kecuali bila syarat dibuat secara tegas
dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.)
Tiada hibah seluruh atau sebagian dari warisan si penghibah, yang diberikan
dalam perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dari suami-istri
kepada yang lain, maupun yang diberikan secara timbal-balik, akan beralih
kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, bila yang diberi hibah
meninggal sebelum si penghibah. (KUHPerd.
174, 178, 231, 899.)
Bagian 4
Hibah-hibah yang diberikan kepada kedua calon suami-istri
bagian atau kepada anak-anak dari perkawinan mereka
Baik dalam perjanjian kawin, maupun dengan akta notaris
tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh
memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua
calon suami-istri atau kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak
mengurangi kemungkinan untuk mengurangi hibah itu, bila dengan hibah itu orang
yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang dirugikan. (KUHPerd. 228, 913 dst., 919 dst., 1090,
1334, 1693.)
Bila hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka
untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan tegas dari yang diberi
hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu
tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk menerima. (KUHPerd. 170, 1666, 1683.)
Suatu hibah yang terdiri dari seluruh atau sebagian warisan
si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk kedua suami-istri atau untuk salah
seorang dari mereka, selalu dianggap diberikan untuk anak-anak dan keturunan
mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah, dan bila
dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah
hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang
diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231,
976, 1334, 1679.)
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan
173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan dalam bagian ini.
Bab VIII
Gabungan Harta-bersama atau Perjanjian Kawin
pada Perkawinan Kedua atau selanjutnya
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut hukum
ada gabungan harta-benda menyeluruh antara suami-istri, bila dalam perjanjian
kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd.
119, 139.)
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada
anak dan keturunan dari perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri yang baru,
oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh
memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang
diperoleh seorang anak, atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh
keturunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan
ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dari harta-benda suami
atau istri yang kawin lagi itu. Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau
keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dari suami atau istri yang
kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi
bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185, 231, 842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
Suami atau istri, yang mempunyai anak-anak dari perkawinan
yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan
kepada suami atau istri yang baru, dengan perjanjian kawin pun,
keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum
ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Suami-istri tidak diperkenankan dengan cara yang
berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam
ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang
dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara
ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau istri kepada semua anak atau
salah seorang anak dari perkawinan terdahulu istri atau suaminya, demikian pula
hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu
penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah itu,
meskipun suami atau istri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dari
penerima hibah. (KUHPerd. 911, 1916-1?,
1921.)
(s.d.t. dg. S.
1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami-istri yang kawin kembali satu
sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dari perkawinan mereka
yang terdahulu.jika ada anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan
dan kerugian harus dibagi rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan
tentang itu ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd. 128, 156, 164.)
Bab IX
Pemisahan Harta-benda
Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan
pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?.
bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari
gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya kehancuran;
2?. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si
suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum
menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam
pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada dalam keadaan bahaya.
Pemisahan harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah
batal. (KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1
nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara
terbuka. (Rv. 822.)
Para Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan
perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan
harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan
ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman
itu. (Rv. 811.) Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam
hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari
gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan,
dengan seizin hakim, untuk menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau
diboroskan. (Rv. 823 dst.)
Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus
menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian
barang-barang itu, seperti yang ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila
dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si
istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak
melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd.
1066; Rv. 827.)
Para kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan,
boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila
hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi
sokongan untuk biaya rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan
olehnya karena perkawinan dengan si suami itu, menurut perbandingan antara
harta si istri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu,
biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh
kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal
108, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang
bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115,
124.)
Suami tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si istri,
setelah terpisah harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan
kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin
yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam
mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima
oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami. Gabungan harta-benda
yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua
suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta
otentik. (KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv.
826, 830.)
Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali,
barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada
pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang
dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan
harta-bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan
untuk memulihkan kembali gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang
lain dari syarat-syarat yang semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali
gabungan harta-bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu belum
dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan
gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a; Rv. 828, 830.)
Bab X
Pembubaran Perkawinan
Bagian 1
Pembubaran perkawinan pada umunnya
Perkawinan bubar: 1?. oleh kematian; (KUHPerd. 3, 220.) 2?.
oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri selama sepuluh tahun, yang disusul
oleh perkawinan baru istrinya atau suaminya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd. 493 dst.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1916-530.) oleh
keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran pernyataan
pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan sipil, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.) 4?. oleh perceraian,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2
Pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang
Bila suami-istri pisah meja dan ranjang, baik karena salah
satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas
permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima
tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak, maka mereka
masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lain ke pengadilan, dan menuntut
agar perkawinan mereka dibubarkan. (KUHPerd.
233, 236, 242, 248.)
Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat,
setelah tiga kali dari bulan ke bulan dipangggil ke pengadilan tidak
muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu,
atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan. (KUHPerd. 248.)
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, pengadilan negeri
harus memerintahkan, agar suami-istri itu secara pribadi bersama-sama menghadap
seorang atau lebih hakim anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka. Bila
usaha itu tidak berhasil, hakim harus memerintahkan untuk menghadap kembali
lagi, paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali
menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236,
239, 248, 1023; Rv. 31.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ada alasan
sah untuk tidak menghadap, maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu
harus pergi ke rumah suami-istri itu. (s.d.t. dg. S. 1923-287, 441, s.d.u. dg.
S. 1925-497, 678 jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau
kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang
kepadanya pdrmohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu atau dalam hal
tidak ada badan semacam itu boleh meminta kepala/pejabat pemerintah setempat
yang di daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat tinggal untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pejabat yang ditunjuk
ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan
segera mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri boleh meminta kepada
seorang pejabat pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan
tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai
Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami-istri itu. Berita acara mengenai
hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
(s.d.u. dg. S.
1923-286 jo. 441.) Bila pertemuan yang kedua ternyata sia-sia juga, maka
setelah mendengar penuntut umum, pengadilan negeri harus mengambil keputusan
dan menerima tuntutan itu, jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti
yang dikemukakan di atas. Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan,
pengadilan negeri bebas untuk menangguhkan putusan selama enam bulan, bila
ternyata baginya masih ada kemungkinan untuk berdamai. (KUHPerd. 240.)
Terhadap putusan pengadilan negeri ini boleh dimintakan
banding kepada hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu satu
bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)
(s.d.u. dg. S.
1916-530.) Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya
dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara,
dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam
pasal 221 tentang perceraian. (KUHPerd.
245; BS. 64; bdgk. S. 1945-14, S. 1946-24.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat
yang diatur dalam pasal-pasal 222 sampai dengan 228 dan pasal 231 yang
berdasarkan pasal 246 juga berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga
tidak mengurangi syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan
pasal 237, telah ditetapkan oleh suami-istri itu, baik terhadap diri mereka
maupun terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan
pisah meja dan ranjang itu, hakim mengangkat salah seorang dari antara orang
tua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali. Atas permohonan
kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, pengadilan negeri, berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan
hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan
alinea yang lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang
termaksud dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
para orang tua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari
anak-anak yang masih di bawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat
segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa
jaminan. (KUHPerd. 230, 246a; Rv. 54
dst.) (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali
pengawas, yang bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri itu,
boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada
pengadilan negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali
pengawas dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap
keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 334. Salah satu dari kedua orang tua yang tidak
mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap atas panggilan, boleh mengadakan
perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau suatu akta
yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu,
disampaikan kepada orang tua itu sendiri, atau setelah dia melakukan suatu
perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah maklum
tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang dimulai. Orang tua yang
permohonannya telah ditolak, dan orang tua yang kendati mengadakan perlawanan
telah dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh
mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan itu diucapkan. (Rv.
83, 341.) Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan
orang yang berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali,
maka dalam putusan atau dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan
anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima
pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis 390, 421; s.d.u. dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan pemutusan atau
pada pengubahan seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada
ketakutan yang beralasan, jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas
perwalian tidak akan memberi cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak yang belum dewasa, pengadilan negeri dapat pula memberi perintah
tersebut dalam pasal 230b, dengan cara dan dengan akibat-akibat seperti yang
ditentukan dalam pasal itu. Dalam hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian
boleh menuntut pembayaran itu pada pengadilan, setelah penetapan pembubaran
perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (KUHPerd. 298�.)
(s.d.t. dg. S.
1923-31.) Ketentuan pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali
satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan
pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3
Perceraian perkawinan
(s.d.u. dg. S.
1925-199 jo. 273.) Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada
pengadilan negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal
pokok, pada waktu memajukan permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara
Perdata, atau tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat
tinggal pokok. Jika pada waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si
suami tidak mempunyai tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang
sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu harus diajukan kepada pengadilan
negeri tempat kediaman si istri yang sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20 dst., 33; Rv. 931 dst.)
Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya
dengan persetujuan bersama. (KUHPerd.
200 dst., 236; Rv. 78.)
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya
sebagai berikut: 1?. zinah; (KUHPerd.
32, 310, 909.) 2?. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.) 3?. (s.d.u. dg.
S. 1917-497 jo. 646.) dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd. 210.) 4?. pencederaan berat atau penganiayaan, yang
dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya
sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan
luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd.
233.)
Bila salah seorang dari suami-istri itu dengan keputusan
hakim dikenakan hukuman, karena telah berzinah, maka untuk mendapatkan
perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu disampaikan kepada
pengadilan negeri, dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 645.) Ketentuan ini
berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami atau si
istri dikenakan hukuman penjara lhma tahun atau hukuman yang lebih berat. (KUHPerd. 219, 233 dst., 909, 1918; Sv.
189, 314.)
(s.d.u. dg. S.
1925-199 jo. 273.) Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama
dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok
atau tempat tinggal sebenarnya, yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian
perkawinan, tuntutan perceraian perkawinan itu boleh juga diajukan kepada
pengadilan di tempat tinggal bersama yang terakhir. Tuntutan akan perceraian
perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk
hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa
alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau istrinya. Tuntutan
itu tidak boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau
istri itu meninggalkan tempat tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu
mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak
berakhirnya alasan itu. (KUHPerd. 21,
106 dst., 199, 218, 233 dst., 463, 493.)
212. Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian
maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim boleh meninggalkan rumah suaminya
selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan negeri akan menunjuk rumah di
mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd.
21, 106, 214, 216; Rv. 835.)
213. Isteri itu berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang
setelah ditentukan hakim harus dibayar oleh si suami kepada istrinya selama
berlangsungnya perkara itu. Bila istri itu, tanpa izin hakim, meninggalkan
tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung pada keadaan, dia boleh
tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila dia adalah
penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan
hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217,
226, 324 dst.; Rv. 839.)
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri, selama persidangan masih berjalan,
bebas untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara,
seluruhnya atau sebagian, dan sejauh dianggap perlu, memberikan
wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan barang-barang anak-anak kepada
pihak lain dari antara orang tua itu, atau kepada orang yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan-penetapan
ini tidak diperkenankan memohon banding. Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai
putusan yang menolak gugatan perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti;
dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu
bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk
mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 836, 839.)
Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku
alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f.
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si istri tidak
terhenti selama perkara berjalan; hal ini tidak mengurangi wewenang si istri
untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang
ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua akta si
suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105, 124, 192, 1341; Rv. 840.)
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi
perdamaian suami-istri, entah perdamaian itu terjadi sesudah si suami atau si
istri mengetahui perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan
untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan.
Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si istri
tinggal bersama lagi setelah si istri dengan izin hakim meninggalkan rumah
kediaman mereka bersama. (KUHPerd. 212
dst., 217, 220, 235, 1921; Rv. 831 dst.)
Suami atau istri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar
suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh mempergunakan
alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila suami atau istri,
sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila
setelah kembali, suami atau istri itu meninggalkan lagi rumah tinggal bersama
tanpa sebab yang sah, pihak lain boleh memulai gugatan baru untuk perceraian
perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan
alasan-alasan lama untuk mendukung gugatannya. Dalam hal itu, gugatan perceraian
perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat tinggal bersama
itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 211,
216 dst.)
Dalam kedua hal yang diatur dalam pasal 210, suami atau
istri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung dari hari putusan hakim
mendapat kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai
gugatan perceraian perkawinan. Bila salah seorang dari suami-istri itu berada
di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat putusan hukuman, maka jangka
waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari kembalinya ke
Indonesia.
Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang dari
kedua suami-istri meninggal sebelum ada putusan. (KUHPerd. 199-11.)
(s.d.u. dg. S.
1916-530.) Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran
perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar-daftar catatan
sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan atas permohonan kedua suami-istri atau
salah seorang dari mereka di tempat pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan
itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam
daftar-daftar catatan sipil di Jakarta. Pendaftaran itu harus dilakukan dalam
jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan
hukum yang pasti. Bila pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu,
kekuatan putusan perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut
sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama. (KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuan-ketentuan sementara
yang menyimpang dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihat S.
1945-14, S. 1946-24.)
Suami atau istri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan
dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan kepadanya
oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka, sekalipun
keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 327.)
Sebaliknya, suami atau istri yang dinyatakan kalah dalam
putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak
lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 317.)
Dengan berlakunya perceraian perkawinan,
keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah
seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat dituntut; pihak yang
gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan
haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst., 173, 175, 317.)
Bila suami atau istri, yang atas permohonannya dinyatakan
perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan,
maka pengadilan negeri akan menetapkan pembayaran, tunjangan hidup baginya dari
harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103,
227.)
227. Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan
kematian si suami atau si istri.
228. Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga
dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si istri
yang mendapat jari untuk kepentingannya. (KUHPerd. 176 dst., 222.)
229. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah
memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para
orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur,
pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan
perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat
atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan
orang tua. (KUHPerd. 230a, b, 319a.)
Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan
pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding. Terhadap
penetapan ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh
melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam
alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari
setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Si ayah atau si ibu
yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang
perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam
alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. (Rv. 341.) Alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
230. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk mengubah
penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu
atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau
memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah
atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206
berlaku terhadap hal ini.
230a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak yang
di bawah umur belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal
229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan si ayah, si
ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan pasal
214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan
penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan
kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
230b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada penetapan
termaksud dalam alinea pertama pasal 229, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan
perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua yang tidak
diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk
biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, pengadilan
negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan
pendidikan anak tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan
akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu
ditentukan. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229
berlaku juga terhadap perintah ini.
231. Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan
menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu kehilangan
keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang,
atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka. Akan tetapi anak-anak itu tidak
boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama
seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175, 178, 181 dst., 311, 317, 852 dst.)
232. Bila suami-istri yang bercerai itu dahulu kawin dengan
gabungan harta-bersama, pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan
cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI.
(KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
232a. (s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila
suami-istri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu
menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah
terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya
perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga
selama waktu antara perceraian itu dan perkawinan baru, dan tidak mengurangi
kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan hakim, yang sekiranya telah memecat
atau melepaskan suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak mereka sendiri,
penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari
kekuasaan orang tua. Segala persetujuan antara suami-istri yang bertentangan
dengan ini adalah batal. (KUHPerd. 33,
149, 196-198.)
Bab
XI
Pisah Meja dan Ranjang
233. Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk
menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si istri berhak untuk menuntut
pisah meja dan ranjang. ugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar
perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan
kasar yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang
lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126, 200,
209; Rv. 841.)
234. Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan
cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan. (KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dst.)
235. Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk
pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian
perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd.
209.)
236. Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim
atas permohonan kedua suami-istri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa
kewajiban untuk mengemukakan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak
boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua tahun. (KUHPerd. 200, 202, 208.)
237. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta
pisah meja dan ranjang, suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik
semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai diri mereka maupun yang
mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk
dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan
oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124 dst., 149, 206, 212
dst., 229, 247, 298 dst.)
238. Permintaan kedua suami-istri harus diajukan dengan
surat permohonan kepada pengadilan negeri tempat tinggal mereka; dan dalam
surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan maupun salinan
perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831
dst.)
239. Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan
memerintahkan kedua suami-istri untuk bersama-sama secara pribadi menghadap
seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya
kepada mereka. Bila suami-istri itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan
memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832,
834.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang
menghalangi mereka untuk menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke rumah
suami-istri itu, (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678
jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana
pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan negeri atau dalam hal
tidak ada badan semacam itu dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk
melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang lampau.
Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang
telah dilakukannya dan segera mengirimkan kepada pengadilan negeri. (s.d.t. dg.
S. 1923-287 jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada
seorang hakim di negara tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami-istri
atau salah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar
perdamaian, atau menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia di
wilayah tempat suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal
itu harus dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Pengadilan negeri
harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsung pertemuan kedua.
(KUHPerd. 202.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b
dan 230C berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk
melakukan kekuasaan orang tua.
241. Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat
satu bulan setelah diberikan keputusan, suami-istri itu bersama-sama boleh
mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
242. Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak
dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak lagi wajib untuk tinggal
bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
243. Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan
harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan
perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd.
128, 186, 232, 1066 dst.)
244. Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas
harta istrinya ditangguhkan. Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk
mengurus hartanya, dan sekaligus adanya ketentuan dalam pasal 108 dapat
memperoleh kuasa umum dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang
bergerak. (KUHPerd. 105, 124, 194.)
245. Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus
diumumkan secara terang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum
berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak
ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249;
Rv. 826, 843.)
246. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228,
dan pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh
salah seorang dari suami-istri terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan
tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah mendengar dan
memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak
yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang
akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua
orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan
mengindahkan putusan-putusan hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat
atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.) Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang
pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu
tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak
diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan
untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas
panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini
harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan
kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan
tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, atau yang
perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga
puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg.
S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal 230c berlaku sama terhadap ayah
dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua. Terhadap
pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea keempat pasal 206.
246a. (s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan
hukum yang pasti, pengadilan negeri boleh mengadakan perubahan pada
penetapan-penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang
lampau, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah
atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.) Ketentuan alinea keempat dan kelima
pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak
yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang
berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu atau dewan perwalian yang mungkin
diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai dengan
pasal 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan
anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima
pasal 319h dalam hal ini berlaku.
247. Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang
dibicarakan dalam alinea pertama pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah
meja dan ranjang atas permohonan kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang
itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd. 206.)
248. Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya
batal karena perdamaian suami-istri, dan perdamaian itu menghidupkan kembali
segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus
kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah
dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua
persetujuan suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149, 196 dst., 200, 216,
244.)
249. Bila putusan yang menyatakan suami-istri pisah meja dan
ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami-istri itu tidak boleh menerapkan
berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka
tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.
(KUHPerd. 152, 245.)
Bab
XII
Keayahan dan Asal Keturunan Anak-anak
Bagian 1
Anak-anak sah.
250. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan,
memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd.
34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
251. Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus
delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun
pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum
perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan
akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat
suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup.
(KUHPerd. 2; BS. 39.)
252. Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia
dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh
sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk
mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah,
maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan
alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
253. Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas
dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan
terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu
sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)
254. Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang
dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan
peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya
adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian
antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai
anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248,
1965.)
255. Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya
perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd.
106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila kedua orang tua seorang anak yang
dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama
lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
256. Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252,
253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu
satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu:
dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu
telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi
pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan
tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah
melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal
dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka
jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S.
1946-67.)
257. Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur
bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari
hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259,
1979.)
258. Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya
dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli
warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut
dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam
waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau
sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
259. Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan
pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau
melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan
memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka
bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu
itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1)
Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk
mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang akan
ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam
pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari
keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk
mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan
gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu,
bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar
biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud
dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.
260. Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak
harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu,
dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
261. Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan
akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS.
34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai
kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd.
13, 101, 286; BS. 37.)
262. Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan
peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan
hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan
keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting
dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu
memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.) bahwa ayah itu
telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus
dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia
selaku anak si ayah; bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
263. Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada
kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai
dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah
kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
264. Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan
kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan
nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan
dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat dibuktikan
dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh
diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila
dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan
pembuktian demikian. (KUHPerd. 288,
1922; BS. 27.)
265. Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga,
daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta
notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang
tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya
berkepentingan dalam perselisihan itu.
(KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266. Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang
cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada
asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga,
bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
267. Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili
tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd.
268, 1920.)
268. Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak
dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu
diucapkan. Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan
pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan
ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada
permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku
terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini,
pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh ditunda karena
pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409;
KUHP 529.)
269. Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si
anak, tidak terkena kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1967, 1986.)
270. Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan
kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak
itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi
dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)
271. Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan
hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak
itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang
terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833;
Rv. 273 dst.)
271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang
yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk
mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar
kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini
harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272. Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari
perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari
ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan
pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam
akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd.
40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)
273. Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa
memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya,
tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran.
(KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
274. Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan
perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini
dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan
setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov.
16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)
275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti
yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin
yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari orang
tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak
jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya
meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan
orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang
dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila
menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau
memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat
memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak,
baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan
menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku
ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam
perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur
dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat
pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak
sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi
keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir
ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)
279. Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan
yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah
meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu
berakibat menguntungkan keturunan itu.
(KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280. Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin,
terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst., 306,
319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281. Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan
dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada
waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga
dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan
dalam daftar kelahiran menurut hari pen`ndatanganan. Pengakuan itu harus
dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila
pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang
berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada tepi akta
kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi akta
kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah
diperoleh anak yang diakui itu.
282. Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di
bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu
telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat
dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan
di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan
belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330,
446, 452, 1321, 1446, 1449.)
283. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan
darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273
mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd.
30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di
luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak
menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280
dst., 354.) Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal,
pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan diakuinya
seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan
yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari
hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang
berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang
untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.
285. Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari
suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin,
yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau
suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu
maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian,
pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari
perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
286. Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya,
demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak,
dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
287. Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai
dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat
dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang
terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang
berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
288. Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan.
Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan
ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi,
kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
289. Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa
ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh
dilakukan.
Bab
XIII
Kekeluargaan Sedarah dan Semenda
290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan
antara orang-orang, di mana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau
antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan
sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat. (KUHPerd. 30, 872 dst., 877.)
291. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain
disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana
yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis menyimpang ialah urutan
derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain
tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
292. Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari
garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan
keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang
menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852
dst., 857.)
293. Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang
dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah,
seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang
cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam
garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu,
ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
294. Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan
banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal
yang sama dan terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga
sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat
kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam
derajat keempat, dan demikian seterusnya. (KUHPerd.
850.)
295. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian
kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari
suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak
suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan
semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang
sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
297. Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan
semenda antara salah satu dari suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak
yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30
dst., 199, 322-2, 323.)
Bab XIV
Kekuasaan Orang Tua
Bagian 1
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi si anak
298. Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati
dan menghargai orang tuanya. (Rv. 582; IR. 211.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih
di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak
membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya
pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka
itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 104, 145
dst., 193, 230, 320 dst., 328; S. 1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
299. (s.d.u. dg. S. 1927,31 jis. 290, 421.) Selama
perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan
mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. (KUHPerd. 21, 35 dst., 104, 230, 330, 419,
424, 426, 430, 1367.)
300. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika
terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah
meja dan ranjang, si ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.
Bila si ayah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk
melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu, kecuali
dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.
Bila si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka
oleh pengadilan negeri diangkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230, 451, 496.)
301. (Dihapus dg S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.t. dg. S.
1938-622.) Tanpa mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah
pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang,
orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga
bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh pengadilan negeri
atas tuntutan dewan itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak
mereka yang masih di bawah umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan
orang tua atau perwalian atas anak itu dan tidak dibebaskan atau dipecatdari
itu.
302. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si ayah
atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang
sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan kelakuan anaknya, maka pengadilan
negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal dewan ini
diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh
memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga
negara atau swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini
dibiayai oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua, atau bila dia tidak
mampu, oleh anak itu; penampungan itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih
lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada waktu penetapan itu si anak
belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila pada waktu penetapan itu
dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewati
saat dia mencapai kedewasaan.
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penampungan
sebelum mendengar dewan perwalian dan, dengan tidak mengurangi ketentuan alinea
pertama pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi
tidak kehilangan kekuasaan orang tua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu,
setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea keempat pasal 206 berlaku
terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
303. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak itu
tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, pengadilan negeri
harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian lantas ditentukan, dan
harus memerintahkan, agar pada hari itu anak itu dibawa ke hadapannya oleh
jurusita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan
kejaksaan; bila ternyata anak itu pada hari itu tidak menghadap, maka
pengadilan negeri, tanpa mendengar anak itu, boleh memerintahkan penampungan atau
menolaknya.
Dalam hal ini tidak usah diindahkan tertib acara
selanjutnya, kecuali perintah untuk penampungan, yang tidak usah dinyatakan
alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa
orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan anak itu tidak mampu membiayai
penampungan itu, maka segala biaya dibebankan kepada negara. Penetapan yang
memerintahkan penampungan itu, harus dilaksanakan atas perintah jawatan
kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
304. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan
Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dari lembaga seperti
yang dimaksud dalam pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada lagi, atau
bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal
lebih lama lagi di situ.
Orang yang menjalankan kekuasaan orang tua, tetap bebas
untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam perintah. Untuk
perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam pasal 302 dan
pasal 303. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu
tiap-tiap kali untuk jangka waktu yang tidak lebih dari enam bulan
berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga
tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau
orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara
tertulis.
305. Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
306. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar
kawin yang diakui secara sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298
berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.) (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal
301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar kawin yang belum dewasa,
bila ia tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau
dipecat dari itu.
Bagian 2
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang si
anak.
307. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang
melakukan kekuasaan orang tua atas seorang anak yang masih di bawah umur, harus
mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang
dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan akta antara yang
sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa
pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus atau
lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya,
hapus, maka barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang
melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus
khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai hak
untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang tersebut selama
anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140,
300, 3852, 1019.)
308. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang
berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya,
harus bertanggungjawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas
pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai
barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya
bertanggung jawab atas hak miliknya. (KUHPerd.
311, 840.)
309. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dia tidak boleh
memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali
dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama
mengenai pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur. (KUHPerd. 393 dst., 1685; LN. 1953-86,
pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
310. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal di
mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh
pengampu khusus yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260, 366, 370.)
311. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu
yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dari
barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S. 1927-31.) Dalam hal orang tua
itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian,
kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil dari harta kekayaan anak-anak
mereka yang masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya telah meninggal atau
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian, tidak
berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd.
127, 206, 237, 299 dst., 308, 313, 321, 390, 496, 756 dst., 809, 840; LN.
1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 393.)
312. Dengan hak menikmati hasil itu, terkait
kewajiban-kewajiban berikut:
1. hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil; (KUPerd. 782 dst., 7852.) 2. pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut
terakhir; (KUHPerd. 2982.) 3. pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang
pokok; (KUHPerd. 511-2, 796, 800.) 4. biaya penguburan si anak. (KUHPerd. 127.)
313. Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUH-Perd. 383.)
1. terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu
sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri; 2. terhadap barang-barang yang
dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat
kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua mereka tidak
berhak menikmati hasilnya. (KUH-Perd.
307, 318, 840.)
314. Hak menikmati hasil berhenti dengan-kematian anak-anak
itu. (KUHPerd.
807 dst., 809.)
315. Si ayah atau si ibu yang hidup terlama, sekiranya telah
lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan pasal 127, oleh
kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh barang-barang
kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.
318. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak
menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal 315, pengadilan negeri boleh
menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan
tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk memajukan
pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-5.)
319. Ayah atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui
secara sah, tidak mempunyai hak menikmati hasil atas banrang-barang kepunyaan
anak-anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)
Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian berikut ini
ditambahkan:
Bagian: 2a
Pembebasan, dan pemecatan dari kekuasaan orang tua.
319a. Si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang
tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak
maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau
atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak
mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, dan
kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan itu berdasarkan hal
lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak,
masing-masing dari orang tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua,
boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak maupun
terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang lainnya atau
salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak itu sampai dengan
derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan kejaksaan, atas dasar:
1. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu
mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih; 2.
berkelakuan buruk; 3. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali karena
sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak di bawah umur yang
ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55 dst.)
4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan suatu
kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku
Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada
dalam kekuasaannya; 5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali
untuk dua tahun atau lebih.
Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga
keikutsertaan membantu dan percobaan melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst., 56.)
319b. Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal
yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi
dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat yang diperlukan sebagai bukti
kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang tua yang dimintakan
pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang
demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau
bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah
seorang dari orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua
setelah pisah meja dan ranjang, kepada pengadilan negeri yang telah menangani
permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam permohonan atau tuntutan itu, oleh
panitera pengadilan harus dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya. Kemudian
salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus
disampaikan secepatnya oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian,
kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan
oleh dewan perwalian sendiri. (KUHPerd.
381.) Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya
diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya
harus diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal
yang lalu, harus disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat
kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga
sedarah atau keluarga semenda, yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian
pula nama dan tempat tinggal para saksi yang kiranya dapat membuktikan
peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.) Pembebasan tidak
boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua
menentangnya.
319c. Pengadilan negeri mengambil keputusan, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah atau
semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari
keluarga sedarah atau semenda maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar
di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a,
1895.) Bila kedua orang tua atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat
tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh
dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau
semenda dalam pasal 333. Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku
juga bagi kedua orang tua. (KUHPerd.
334, 381a.)
319d. Semua panggilan harus dilakukan dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 333 bagi keluarga sedarah dan semenda; tetapi bila
harus dilakukan panggilan terhadap seseorang yang tempat tinggalnya tidak
diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh panitera dalam satu atau beberapa
surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri itu.
Panggilan terhadap orang yang pembebasannya atau
pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau dituntut, harus disertai
keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu, kecuali bila
tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu, pengadilan negeri boleh juga
mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai saksi di bawah
sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari yang ditentukan itu,
dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi
terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara
yang sama.
319e. Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang
berwenang untuk melakukan perwalian itu dan setiap pengurus perkumpulan,
yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan
pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu. Alinea keempat
pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. (KUHPerd. 381d.) Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami
atau istri orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, dengan
sendirinya menurut hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia
pun juga telah dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, pengadilan negeri, atas
permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau karena
jabatan, boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua, bila ada alasan
untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b. (KUHPerd. 374a.) Bila terjadi
pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus
mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dari kekuasaan orang tua.
Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang
tua yang kehilangan kekuasaan orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan
perhitungan dan pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya, atau kepada
dewan perwalian. Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau
perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas barang-barang,
pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain
untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan yang ditetapkan
pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab XVII
Buku Kedua. (KUHPerd. 406a, 573.)
319f. Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang
tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum
sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan
dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau
tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau
pemecatannya itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan
perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau akta yang dibuat
berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk melaksanakan hal itu disampaikan
kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak
memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau permulaan pelaksanaannya telah
diketahui olehnya. (Rv. 83.) Orang yang permohonannya atau jawatan kejaksaan
yang tuntutannya untuk pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua
ditolak, dan orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua
kendati telah menghadap setelah dipanggil, demikian pula orang yang
perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu tiga puluh hari setelah
keputusan diucapkan. (Rv. 341.) Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah
pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan,
pengadilan negeri bebas untuk menunda sementara pelaksanaan kekuasaan orang
tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan wewenang atas diri dan
barang-barang anak-anak itu, sekiranya pengadilan negeri menganggap hal itu
perlu, kepada istri atau suami orang yang digugat, atau kepada orang yang
ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. (KUHPerd. 416a.) Terhadap penetapan
termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan perlawanan atau
naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah
umur, yang menurut alinea kelima harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dari harta
kekayaan dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak
itu tidak mampu, dari harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua
orang tua ini bertanggung jawab atas biaya-biaya itu secara
tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan tuntutan di muka hakim untuk
perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap telah mendapat izin
dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku bagi
orang yang mengajukan kembali tuntutannya yang telah ditolak. (Rv. 872 dst.,
890a.)
319g. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Orang yang telah dilepaskan
atau dipecat dari kekuasaan orang tua, baik atas permohonan sendiri maupun atas
permohonan mereka yang berwenang untuk memohon pembebasan atau pemecatan
menurut pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh diberi
kekuasaan orang tua kembali atau diangkat menjadi wali atas anak-anaknya yang
masih di bawah umur, bila ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah
mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk
pemulihan atau pengangkatan itu. Demikian pula, orang yang telah dibebaskan
atau dipecat dari perwalian atas anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin
kembali dengan suami atau istri yang dahulu, selama perkawinan itu, boleh
diberi kekuasaan orang tua kembali. Permohonan atau tuntutan untuk itu harus
diajukan kepada pengadilan negeri yang dulu menangani permohonan atau tuntutan
untuk pembebasan atau pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu
pisah meja dan ranjang, atau perkawinannya dibubarkan oleh perceraian
perkawinan atau setelah pisah meja dan ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua
permohonan atau tuntutan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah
menangani permohonan atau tuntutan untuk pisah meja dan ranjang, perceraian
atau pembubaran perkawinan. Pengadilan negeri, sebelum mengambil keputusan,
harus mendengar atau memanggil dengan sah, jika mungkin, kedua orang tua,
keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak, beserta dewan perwalian; bila
anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus didengar atau dipanggil
dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal
yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali pengawasnya. Bila perlu,
pengadilan negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi yang dipilih, baik dari
keluarga sedarah maupun dari keluarga semenda, didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a, 1895.) Bila
saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau berkediaman di luar
daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan, maka pemeriksaan
boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap
keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dari alinea
keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi.
Pemeriksaan perkara ini dilakukan dalam sidang tertutup.
Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum. Keputusan itu
boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau
banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst.,
297.) Terhadap keputusan yang mengabulkan permohonan atau tuntutan, orang tua
yang dengan itu kehilangan kekuasaan orang tua atau perwaliannya, bila dia
telah tidak menghadap atas panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga
puluh hari setelah keputusan itu atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal
itu atau untuk pelaksanaannya telah disampaikan kepadanya pribadi, atau setelah
dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa
keputusan itu atau pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv.
83.) Dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan, permohonan
banding boleh diajukan oleh orang yang permohonannya ditolak, atau oleh jawatan
kejaksaan yang tuntutannya ditolak, demikian pula oleh orang yang perlawanannya
ditolak, serta oleh orang yang telah didengar dan meskipun menentangnya,
terhadapnya permohonan dan tuntutan itu dikabulkan (Rv. 341.)
319h. Bila anak-anak yang masih di bawah umur tidak
nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus perkumpulan, yayasan
atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian ini, atau dalam
kekuasaan orang atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu
dipercayakan berdasarkan penetapan termaksud dalam pasal 319f, alinea kelima,
maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu
kepada pihak yang berdasarkan keputusan itu mendapat kekuasaan atas anak-anak
yang masih di bawah umur itu. Bila orang yang memegang kekuasaan yang nyata
atas anak-anak yang di bawah umur itu menolak untuk menyerahkan anak-anak itu,
maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak itu,
dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru sita yang diserahi tugas
olehnya untuk melaksanakan keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh
dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak
itu dicabut, serta kepada pihak yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di
bawah umur itu berada. Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh
meminta bantuan polisi. Juru sita boleh memasuki tiap-tiap tempat anak-anak
yang di bawah umur berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang
di bawah umur itu berada atau diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang
oleh penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh
menghubungi kepala daerah setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala
daerah itu, dan dalam kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala
daerah atau seorang pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya
berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang
harus ditandatangani juga olehnya.
319i. Jawatan kejaksaan, baik jika terjadi peristiwa yang
dapat menjadi alasan untuk mengadakan pemecatan dari kekuasaan orang tua,
maupun jika ada anak di bawah umur yang terlantar atau tanpa pengawasan, berhak
mempercayakan anak-anak di bawah umur itu untuk sementara kepada dewan
perwalian, sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan orang tua
atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan
pengangkatan dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea
ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)
Bila jawatan kejaksaan mempergunakan wewenang termaksud di
atas sebelum mengajukan permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada
hakim dia wajib mengajukan tuntutan itu sesegera mungkin. Perintah untuk
menyerahkan pengawasan anak yang masih di bawah umur kepada dewan perwalian,
menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak
itu. Bila pihak yang bersangkutan menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah
umur itu kepada dewan perwalian, maka jawatan kejaksaan berhak memerintahkan
juru sita membawa anak itu kepada dewan perwalian atau memerintahkan polisi
untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan alinea ketiga, keempat dan
kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal ini. (S. 1928-179.)
319j. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Orang yang dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua, wajib memberikan tunjangan kepada dewan
perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik
dari kekuasaannya, tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga
bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan
dewan perwalian. Bila penentuan tunjangan itu telah dimohon oleh dewan
perwalian dalam permohonan untuk pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang
tua kepada pengadilan negeri, atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan
termaksud dalam pasal 319e, maka pengadilan harus menentukan tunjangan itu
dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau pemecatan itu. (KUHPerd. 298.)
(Alinea kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)
319k. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang
mengandung pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, harus segera
diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pihak yang menerima kekuasaan
orang tua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian,
demikian pula kepada dewan perwalian.
Pemberitahuan yang sama harus dilakukan oleh panitera
tentang penetapan-penetapan pengadilan termaksud dalam pasal yang lalu. (Alinea
ketiga-kedelapan dihapus dg. S. 1938-622.)
319l. Hapus dg. S. 1928-622.
319m. Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan,
pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai. Segala permohonan
termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus diperiksa
oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh
dewan-dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, harus
diberikan oleh panitera kepada mereka secara bebas dari segala biaya.
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban timbal-balik antara kedua orang tua atau
keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan mereka
selanjutnya
320. Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dari
orang tuanya dengan cara menyediakan segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin,
atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104,
298, 1096.)
321. Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan keluarga
sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296,
1429-31; Rv. 749-3.)
322. Menantu laki-laki dan perempuan juga, dalam hal-hal
yang sama, wajib memberi nafkah kepada mertua mereka, tetapi kewajiban ini
berakhir:
1. bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua; 2.
bila suami atau istri yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, dan
anak-anak dari perkawinan dengan istri atau suaminya telah meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297, 323.)
323. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari
ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 329.)
324 dan 325. Hapus. dg. S. 1938-622.
326. Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan
bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu, pengadilan negeri dapat
memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara, agar dia membawa orang
yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan kebutuhannya di sana.
327. Bila si ayah atau si ibu menawarkan untuk memberi
nafkah dan memelihara di rumahnya anak yang wajib diberinya nafkah, maka ia
karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi kewajiban itu dengan cara
lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
328. Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang
wajib memelihara orang tuanya. Kewajiban ini berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323, 867.)
Bab XIVa
Penentuan,Perubaran dan Pencabutan Tunjangan Nafkah
329a. Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang
diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur, harus
ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan
itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar, dihubungkan
dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi
tanggungannya.
329b. Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak yang
dihukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi
nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim. Perubahan atau pencabutan itu
harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata antara kebutuhan
orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan pendapatan dan kekayaan
orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dengan beban-beban yang menjadi
tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah
sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada
saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama, peraturan yang telah dimufakati oleh
kedua pihak mengenai nafkah yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah
atau dicabut oleh hakim.
Bab XV
Kebelumdewasaan dan Perwalian
Bagian 1
Kebelumdewasaan
330. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552.). Yang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
tidak kawin sebelumnya. (Lihat ketentuan lama dalam S. 1819-60, 1839-22; pada 1
Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23 tahun menjadi 21 tahun.)
Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka
tidak kembali berstatus belum dewasa. (s.d.u. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis.
390, 421.) Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua,
berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam
Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini. (KUHPerd.
21, 29, 35, 61-1 dan 2, 298 dst., 306, 333, 365, 379-1, 419 dst., 424, 427
dst., 462, 897, 904 dst., 1006, 1046, 1073, 1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973,
1987; BS. 13, 61-1 dan 2; Sv. 149; IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti "belum dewasa" yang
dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia
(Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54. Untuk menghilangkan keragu-raguan yang
disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam S. 1917-738, maka
Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1) Bila peraturan perundang-undangan menggunakan istilah
"belum dewasa", maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan
istilah ini dimaksudkan: semua orang yang belum genap 21 tahun dan yang
sebelumnya tidak pernah kawin. (2) Bila perkawinan dibubarkan sebelum mereka
berumur dua puluh dua tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
(3) Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk.
ketentuan-ketentuan yang dahulu berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 1917-738.)
Bagian 2
Perwalian pada umumnya
331. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap perwalian,
hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361.
(Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365, 452.) Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan
ibu yang sama, harus dipandang sebagai satu perwalian, sejauh anak-anak itu
mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd.
319a, 380, 382c.) 331a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian
mulai berlaku:
1. bila oleh hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada
saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu tidak
dihadirinya pada, waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya; (KUHPerd. 359 dst.) 2. bila seorang
wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tua, pada saat pengangkatan itu,
karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku
dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan
tersebut; (KUHPerd. 323a, 365 dst.) 3.
bila seorang wanita bersuami diangkat menjadi wali, oleh hakim atau oleh salah
seorang dari kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari
suaminya atau atas kuasa hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 332b.) 4. bila suatu perkumpulan,
yayasan atau lembaga sosial, bukan atas permintaan sendiri atau pernyataan
bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima
pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365
dst.) 5. dalam hal termaksud dalam pasal 358, pada saat pengesahan; 6. bila
seorang menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang
mengakibatkan perwalian itu. (KUHPerd.
345, 3483, 351, 353, 375.)
Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan
wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal lain, balai harta peninggalan
wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
331b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak
belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau
karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada
saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain.
Perwalian berakhir: (KUHPerd. 375.)
1. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah
perwalian, kembali kekekuasaan orang tua, karena ayah atau ibunya mendapat
kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan
kepada walinya; (KUHPerd. 382d.) 2.
(s.d.t. dg. S. 1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah
perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan pasal-pasal 206b
atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan; 3. bila anak belum dewasa yang
lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya
perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat
pengesahan yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd.
272 dst.) 4. bila dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada
di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat
pengampuan itu berakhir.
332. (s.d.u. dg. S. 1927-32 jis. 390, 421.) Kecuali apa yang
ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan
Bagian 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib
menerima perwalian tersebut.
Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai
menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan, sebagai pengganti dan atas
tanggung jawab si wali, harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna
mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang diatur
dalam instruksi untuk balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa
mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd.
360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
332a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik orang yang
diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun wanita
bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya. Pengangkatan
itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan sanggup
menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan pengadilan negeri
tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah
pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka. Bila yang diangkat bertempat
tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari kepaniteraan pengadilan negeri
itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa
meterai.
Pemberitahuan, bila menyangkut wanita bersuami, harus
dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan
bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah dilakukan atau diajukan
pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan tersebut di
atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas permintaan atau
kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd.
387, 355 dst., 377-9, 381b; Rv. 3�.)
332b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wanita bersuami
tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami. Bila si
suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita
tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut
pasal 112 atau pasal 114 telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa hakim,
maka si wali wanita bersuami itu, maupun wali wanita tidak bersuami berhak
melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan
bertanggungjawab, atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau
bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada
perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu selaku pengurus
perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya. (KUHPerd. 105, 109, 113, 3654.)
333. (s.d.u. dg. S. 1925-497; 1927-31 jis, 390, 421, 456.)
Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut
sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka
sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang, dipilih dari
keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan
bahwa yang dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berkediaman di daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan; sedang bila
dipandang perlu mendengar anggota keluarga sedarah atau semenda yang bertempat
tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut, pemanggilan dan
pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala
daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada
pengadilan negeri tersebut pertama. Keluarga sedarah atau semenda yang harus
dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat tinggal atau
berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan
dengan surat tercatat. (KUHPerd. 334,
338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452; Wsk. 54; KUHP.
524.)
334. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali
diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa,
mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea
meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh bertindak atas nama satu orang saja. (KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
335. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu satu
bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak
belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran
dari balai harta peninggalan, setiap wali, kecuali perkumpulan, yayasan dan
lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, atas kerelaan balai harta pertinggalan
tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan
jaminan, memberikan hipotek atau gadai, atau menambah jaminan yang telah
ada.Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.Dalam
hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali
dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan
pihak yang lebih dulu siap memintanya.Bila harta anak belum dewasa dianggap
kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari
kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh
menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga. (Ov. 19, 35; 68; KUHPerd. 336 dst., 342
dst., 365, 371, 452, 1149-7, 1168, 1179, 1215, 1830; Wsk. 51 dst.)
336. Bila wali lalai dalam waktu yang ditentukan dalam
alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di
dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas
beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.)
Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah
uang yang terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada
seperlunya guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus
oleh pengadilan negeri. (Ov. 36;
KUHPerd. 341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
337. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang
telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah
menaruh jaminan, setiap waktu berwenang untuk mengakhiri akibatnya dengan
meletakkan jaminan lain atas kerelaan balai harta peninggalan atau, dalam hal
adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya
jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan
pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan
hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal
kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah hakim dan
dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukan
perintah hakim. (s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan
jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak
belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada
perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan balai harta peninggalan,
pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu
memintanya.(KUHPerdata 344,452,Wsk.52)
338. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam
tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan
atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas
tuntutan balai harta peninggalan, pengurasan harta kekayaan anak belum dewasa
harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan diberikan kepada balai harta
peninggalan, sampai wali memberikan jaminan secukupnya, yaitu bila atas permintaan
wali, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan, menyerahkan
tugas tersebut kembali kepada wali. (Ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk.
52.)(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut
pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan
dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh pengadilan negeri, atas
usul balai harta peninggalan.(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dari anak
belum dewasa memerlukan pengawasan terus-menerus, pengadilan negeri, setelah
mendengar balai harta peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu
tetap pada si wali, asal saja wali itu menyerahkan kepada balai harta
peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan surat-surat berharga
milik si anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian, balai harta
peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan
barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun
memberikan kepada balai harta peninggalan pertanggungjawaban tentang pemakaian
uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam pasal 372.
338a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang
berminat meninggalkan Indonesia, boleh mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan
olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya.Permohonan itu harus didahului
dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta peninggalan menurut
cara yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus
dilampirkan surat keterangan dari balai harta peninggalan, bahwa balai harta
peninggalan itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan
kepadanya.Pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai
harta peninggalan dan keluarga sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333 dst.) Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si
wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali.Bila karena ini pencabutan
jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan;
apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut
ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
339. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali itu
meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan
wali tersebut dan setelah mendengar balai harta peninggalan, tugas pengurusan yang
dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri boleh dikembalikan kepadanya,
seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap perlu oleh
pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.; KUHPerd. 344, 452.)
340. Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya
bertempat tinggal dalam daerah hukum pengadilan negeri, tanpa mengurangi
syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)
341. Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena
pindah atau meninggal dunia, maka pengadilan negeri, atas permintaan balai
harta peninggalan, boleh memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu
yang ditetapkan oleh pengadilan negeri, ditunjuk penanggung baru, yang setelah
penunjukan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum
bebas dari ikatan.Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka
berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal
338. (KUHPerd. 344, 452.)
342. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan dan
hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan, bila
tugas pengurusan wali berakhir dan bila pertanggungjawaban pun berakhir dengan
memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa. (KUHPerdata. 335, 409, 413, 452, 1209)
343. Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan
penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan
pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan si anak
yang belum dewasa. (KUHPerd. 452.)
344. Segala penetapan pengadilan negeri tersebut dalam
bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah mendengar pertimbangan
jawatan kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 335-339, 341, 452.)
Bagian: 3
Perwalian oleh ayah dan ibu
345. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah satu
dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi
hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua ini tidak dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd.
140, 229, 299 dst., 368, 371, 379-3, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
348. Jika setelah suami meninggal dunia, istri menerangkan,
atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang
mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu atas buah
kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak
guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila
ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan.
Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang
perwalian harus diperhatikan. (KUHPerd.
2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44 dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
351. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu
kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian,
selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang
atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di
samping istrinya bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas
segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian
peserta si suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti
sebagai wali. (KUHPerd. 331, 358, 366,
379.)
352. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau
wali-ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau
sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta
kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas. Bila yang dimaksudkan dalam
alinea yang terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali
pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya wali itu dipecat;
pengadilan negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali
bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pengadilan negeri dan
diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya
kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara.
Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh
pengadilan negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
353. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak
tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian ayahnya atau ibunya yang telah
dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika ayah atau ibu ini dikecualikan
dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau
ibu itu belum dewasa, atau orang itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum
anak itu diakui.
Bila pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka
perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh
orang tua yang lebih dulu mengakui, dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu
yang sama, si ayahlah yang memangku perwalian. Bila orang tua yang melakukan
perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat
dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam
pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi
sebagai wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali
jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila
si ayah atau si ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak
hadir, maka pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau
si ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin
dan oleh karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku
perwalian, mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat
menjadi wali, maka pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali jika
kepentingan anak tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan,
jika orang tua yang lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap
pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206.
Terhadap wali-ibu atas anak di luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya
berlaku pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak menjadi sah. (KUHPerd. 280, 299 dst, 306, 363.)
354. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila orang yang
melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak
kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia
harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri, supaya dapat meneruskan
perwalian. Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu,
dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku
alinea keempat pasal 206. Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam
kalimat pertama alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi
wali; kedua suami-istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya
atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk
menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang
yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada
alasan-alasan, untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini. KUHPerd. 280 dst., 248; BS. 42.)
354a. (s.d.t. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian
diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksudkan dalam alinea
pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari
anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan
atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu.
Pengadilan negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar
atau memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri
pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut
mengakui si anak dan masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri
mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar, bahwa
si ayah dan si ibu akan melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir
pasal 253 berlaku dalam hal ini. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di
atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206 dengan penyesuaian sekadarnya.
Bagian 4
Perwalian yang diperintahkan oleh ayah atau ibu
355. (s.d.u, dg. S. 927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing
orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang atau
beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu,
jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena penetapan hakim yang
dimaksud dalam alinea terakhir pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain
dari orang tua. Badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan
dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris yang dibuat semata-mata untuk
keperluan itu. Dalam hal ini boleh diangkat beberapa orang dengan urutan
pengangkatan, sehingga yang diangkat belakangan bertindak sebagai wali, bila
yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67;
KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
356. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan
seorang wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan
pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas
anak-anaknya atau tidak menjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 431, 941, 1898.)
357. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan
pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang
yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang tua. Bila selama pengampuan
salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum pernah
kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah
mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang
diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan. (KUHPerd.
331b.)
358. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan
seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau
ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali
lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 355.)
Bagian 5
Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
359. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bagi anak belum
dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya
sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus
mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para
keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd.
333 dst.)
Bila pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk
sementara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh
pengadilan negeri diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan
itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh pengadilan negeri atas permohonan
orang yang digantinya bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat, tidak
ada lagi. Bila pengangkatan itu diperlukan karena si ayah atau si ibu tidak
diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh
pengadilan negeri diangkat juga seorang wali. Atas permohonan orang yang
digantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan negeri, bila alasan yang
menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas permohonan ini pengadilan negeri
mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah pemohon, wali,
wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, dan dewan
perwalian; bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di luar kawin, maka
pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah, sebagaimana diatur dalam pasal 354a.
Permohonan dikabulkan, kecuali jika ada kekhawatiran yang
berdasar kalau-kalau si ayah atau si ibu menelantarkan si anak. Terhadap
pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat pasal 206 berlaku
dengan sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan
ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua ditangguhkan. Dalam hal
diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai harta
peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan
tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum
dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345, 348 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369, 379
dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
360. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan
seorang wali dilakukan atas permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa,
atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas
permintaan balai harta peninggalan, atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau pun
karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya anak belum
dewasa itu bertempat tinggal. (KUHPerd.
364.) Bila si anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia
atau bila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan
oleh pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia,
sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh pengadilan negeri di Jakarta. (KUHPerd. 17, 21.) Pegawai catatan
sipil wajib memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua peristiwa
kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang
yang meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala
perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang
mempunyai anak belum dewasa. (Ov. 41;
KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
361. Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di
Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya
di luar Indonesia, maka atas permintaan walinya, pengurusan harta kekayaan itu
boleh dipercayakan kepada seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah
jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.)
Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurus itu.
Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
362. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali, segera
setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan balai harta peninggalan wajib
mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan
kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau
dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada balai harta peninggalan
atau tidak ada perwakilannya, maka sumpah boleh diangkat di hadapan pengadilan
negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman si wali. Tentang
pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov,. 21; KUHPerd. 365, 369, 378; Wsk. 49, 55.)
363. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Tanpa mengurangi
ketentuan alinea kedua pasal 354a dan alinea keempat pasal 359, perwalian anak
di luar kawin diatur oleh pengadilan negeri tanpa lebih dulu mendengar siapa
pun. (KUHPerd. 280, 353, 369.)
364. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang perwalian tidak bisa dimintakan
banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. (KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6
Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial.
Perwalian
365. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh
diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia,
kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia,
yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur
pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
Pasal 362 tidak berlaku. Perkumpulan, yayasan atau lembaga
sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan atau yang
diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain.
Para anggota pengurus masing-masing bertanggung jawab secara
pribadi dan tanggung-menanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama
perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota pengurus ini
tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah mencurahkan segala usaha guna
melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam keadaan tidak
mampu menjaganya.
Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang
anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian terhadap anak-anak belum dewasa
tersebut dalam surat kuasa itu. Pengurus berhak pula atas kehendaknya
menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa yang dengan tegas
ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai harta peninggalan, yang
dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan menyelenggarakannya menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat
dicabut. (KUHPerd. 330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57; S. 1928-179.)
365a. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Panitera
pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu
kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang dalam daerah hukumnya
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu berkedudukan.
Pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan
secara tertulis penempatan anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada
dewan perwalian dan kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau
lembaga tersebut. Rumah dan lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh
pejabat kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan
perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si anak
belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas
diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam
pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7
Perwalian pengawas
366.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang
diperintahkan di Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan sebagai
wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351
dst., 365, 367, 379, 415 dst., 418.)
367. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang
lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang
diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam
di Indonesia. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak
berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili
dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikutsertaannya,
maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia
telah memerintahkan perwakilannya kepada balai harta peninggalan di tempat
tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh balai
harta peninggalan tersebut. (KUHPerd.
452.)
368. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Para wali tersebut
dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib
memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta peninggalan. Bila para
wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian
biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd.
345, 355, 359, 380 dst.; S. 1927-31.)
369. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, panitera pengadilan negeri yang
bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan
itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu
terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu
terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan
cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut pasal 332a
diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula
pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd.
332, 359, 362 dst., 452.)
370. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali
pengawas adalah mewakili kepentingan si anak belum dewasa, bila kepentingan ini
bertentangan dengan kepentingan wali, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban
khusus, yang dibebankan kepada balai harta peninggalan dalam surat instruksinya
pada waktu balai harta peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian
pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali
pengawas wajib memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang
harta peninggalan dalam segala warisan yang jatuh ke tangan si anak belum
dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386, 390,
395, 399 dst., 408, 452.)
371. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan ancaman
mengganti biaya, kerugian dan bunga, balai harta peninggalan wajib melakukan
segala tindakan yang ditentukan dalam undang-undang, agar setiap wali,
sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau
setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh
undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386,
401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365 dst.)
372. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun
wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan
suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya
surat-surat andil dan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa.
Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan
diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19; KUHPerd. 373, 409, 452; Wsk. 58.)
373. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali
enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam
perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka
wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus
menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang. (Ov. 20; KUHPerd. 380 dst., 452.)
374. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian
lowong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara
waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman
hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada
pengadilan negeri untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. (Ov. 20; KUHPerd. 359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
375. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian
pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya
perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b,
410, 419, 452.)
Bagian
8
Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
376. Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
377. Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah: 1?.
mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia; 2?. para anggota angkatan
darat dan laut; 3?. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau
mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar
keresidenan;
Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh
meminta agar dibebaskan dari perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi
setelah mereka diangkat menjadi wali; 4?. mereka yang telah genap enam puluh
tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari
perwalian pada waktu berumur 65 tahun; 5?. mereka yang terganggu oleh suatu
penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta
dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul setelah
mereka diangkat sebagai wali; 6?. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi
dibebani tugas memangku dua perwalian; 7?. mereka yang ditugaskan memangku satu
perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau lebih; 8?.
mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang anak sah,
termasuk di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas ketentaraan; 9?.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan
tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia
kawin; 10?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak
berhubungan keluarga sedarah atau semenda dengan si anak belum dewasa, bila
dalam daerah hukum pengadilan negeri tempat perwalian itu diperintahkan ada
keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan
minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena salah satu
alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378,
452, 459.)
378. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa
hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang
memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh
hakim, dari pengadilan negeri tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang
disebutkan dalam pasal 377 nomor 1?-5?, pemohon diwajibkan, dengan ancaman
kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh
hari sejak hari mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam di
Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar
Indonesia. Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan
padanya karena pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu.
Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali
telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku
perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu. (KUHPerd. 362, 452.)
Bagian 9
Engecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian
379. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain
pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari perwalian menurut
ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili
di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian adalah: 1?. orang yang
sakit ingatan; 2?. orang belum dewasa; 3?. orang yang ada di bawah pengampuan;
4?. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari
perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terhadap anak belum dewasa, yang
dengan ketetapan hakim kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan dalam pasal 319g dan pasal 382d; 5?. ketua, wakil ketua,
anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen balai
harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka
sendiri. (KUHPerd. 330, 359, 433, 452,
1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
380. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak
menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari perwalian, baik terhadap semua anak
belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah
satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368,
373, 381 dst., 382a, 452.) 1?. mereka yang berkelakuan buruk; 2?. mereka
yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka,
menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka; 3?. mereka yang
telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1? dan nomor 2? pasal ini atau
telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal 319a alinea kedua nomor 1?
dan nomor 2?; 4?. mereka yang berada dalam keadaan pailit; (F. 1, 22.) 5?.
mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya, ibunya, istri/suaminya atau
anak-anaknya berperkara di muka hakim melawan si anak belum dewasa dalam hal
yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan si
anak belum dewasa; 6?. mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut
serta dalam suatu kejahatan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan
mereka; 7?. mereka yang mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap,
karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII,
XIX dan XX Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap
anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 8?. mereka yang mendapat
hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Ayah
dan ibu tidak boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4? dan
nomor 5?, maupun karena tidak cakap. Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga
sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah
nomor-nomor 2?, 3?, 4? dan 5?, bila hakim berpendapat bahwa kepentingan anak
belum dewasa secara mutlak menghendakinya. Badan-badan itu juga boleh dipecat,
bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam pasal 365a alinea kedua
dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya
dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga
usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
381. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemecatan
seorang wali dilakukan oleh pengadilan negeri tempat tinggalnya atau, bila
tempat tinggalnya tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal terakhir,
atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah seorang keluarga sedarah
atau keluarga semenda si anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas
permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan kejaksaan. Pemecatan ayah atau
ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh
pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan
itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang merupakan
dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang tua, wali dan wali pengawas serta
tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan
tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333 harus
dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat
menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu.
Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian,
salinan surat permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan
untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut.
Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan negeri
dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b,
370, 373, 409, 417, 452.)
381a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan
negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda si
anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan negeri dapat memerintahkan
pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan
dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga.
Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas
atau saksi, bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan
negeri, maka pemeriksaan oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara
yang sama, seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah
dan semenda. Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat pasal 206 berlaku
terhadap orang tua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut
cara yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda;
bila ada panggilan terhadap seseorang yang tempat kediamannya tidak diketahui,
maka panggilan itu harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih
yang ditunjuk oleh pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang
dimohonkan atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara
ringkas tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman
orang itu tidak diketahui. Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh
mendengar orang-orang selain yang telah ditentukan di atas sebagai saksi di
bawah sumpah, juga orang-orang yang telah datang menghadap pada hari yang telah
ditentukan, dan boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut;
saksi-saksi ini harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus
dipanggil dengan cara yang sama. (KUHPerd.
1895 dst.)
381b. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selama
pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian
dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri dengan surat
permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu. Alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan
penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan,
pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang
pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban
tentang pengurusannya kepada penggantinya.
(KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
382. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan
perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai
dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini
boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau
banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah aslinya. (Rv. 55.)
Selama pemeriksaan berjalan, pengadilan negeri leluasa untuk menghentikan
penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas
diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan
negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap
penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan
yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang
pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan
kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
382a. (s.d.t. dg. S. 1917-497; s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan,
maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, jaksa
berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada
dewan perwalian, sampai pengadilan negeri mengangkat seorang wali atau
dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai
kekuatan hukum yang pasti.
Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f
berlaku dalam hal ini. Bila jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum
mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang
wali, ia wajib segera melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat
seorang wali.
Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian
ditolak, jaksa boleh menyuruh membawa anak itu kepada juru sita atau kepada
polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan
dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal
ini. Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut
alinea pertama pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri
si anak.
382b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila orang yang
diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia
boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta
yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya diberitahukan
kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi
kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya.
Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau
jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dari
perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti pula orang yang perlawanannya
ditolak, boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan pengadilan
negeri dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
382c. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali ayah
dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan
mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan
dengan pembebasan mereka dari perwalian, maka atas permintaan dewan perwalian
atau tuntutan jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap
seorang anak atau lebih oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka atau, jika
tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka yang terakhir.
Pembebasan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan
oleh pengadilan negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam
surat permohonan atau tuntutan akan pembebasan sedapat-dapatnya harus
dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya dapat diselenggarakan.
Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang
dituntut pembebasannya, menentang hal ini. (KUHPerd.
319a.)
Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya
boleh dibebaskan oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka dari perwalian,
baik terhadap semua, maupun terhadap seorang atau beberapa dari anak-anak belum
dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia
yang berhak menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan,
yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, menyatakan sanggup dengan
surat untuk mengganti mereka, dan pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut
baik untuk kepentingan anak-anak.
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga
sedarah atau semenda anak-anak belum dewasa dan dewan perwalian, serta
mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam
alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga, dan keempat pasal 381a
berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam
waktu yang selekas-lekasnya setelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan
alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dan boleh dinyatakan segera
dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa
jaminan, semuanya itu atas naskah asli. (Rv. 55.)
Bila seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya
berdasarkan alinea pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan
ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah
penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk
melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia
melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa
penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang
permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya
akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati
datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak,
semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu tiga puluh hari
setelah putusan pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.) Terhadap
penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
382d. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah
atau seorang ibu yang dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap
anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan
mereka yang berhak meminta pembebasan atau pemecatannya, ataupun atas tuntutan
jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata
bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak
lagi berlawanan dengan pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus
diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan
akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang
dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian, dalam hal mana
permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah
mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.)
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah, bila mungkin, kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang memangku perwalian itu, wali
pengawas, para anggota keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan
perwalian.
Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan
supaya didengar di bawah sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah
atau semenda atau dari luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima,
keenam dan ketujuh pasal 319g berlaku dalam hal ini.
382e. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak belum
dewasa tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan
pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang diwajibkan melakukan
perwalian menurut putusan hakim, sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau
dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya
dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 382 alinea ketiga, maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga
penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan
atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga,
keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
382f. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg.
1938-622.) Ketentuan pasal 319j berlaku juga terhadap pembebasan atau pemecatan
seorang ayah atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak sendiri.
382g. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis., 390, 421.) Semua surat
permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat
guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai.
(Zeg. 31, II, 61?.) Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal
dari dewan perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala
salinan pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna
kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan
kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10
Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
383. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus
menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut
kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam
segala tindakan perdata. (LN. 1953-86, pasal 7.)(1) `Anak belum dewasa harus
menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151,
282, 298, 361, 388, 399, 421, 452, 904, 1330, 1447 dst., 1798.)
384. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali,
berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan si
anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan
perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri boleh
memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga
negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu
dilakukan atas biaya si anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya
wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan
berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si anak belum dewasa belum
mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari
penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati
saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd.
320 dst., 452.)
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu
sebelum mendengar atau memanggil secara sah wali pengawas, para keluarga
sedarah dan semenda dari anak belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa
mengurangi ketentuan dalam alinea berikut, juga si anak belum dewasa sendiri.
Bila si anak belum dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan
untuk mendengarnya, maka pengadilan negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari
yang ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari
tersebut dibawa ke depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini
dilaksanakan alas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata si anak belum
dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap, maka pengadilan negeri,
tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih
lanjut, melainkan perintah penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu
pun tidak perlu memuat alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri dalam
penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan si wali tidak mampu
membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang
memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada
permintaan dari pihak wali.
384a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan
penetapan Menteri Kehakiman, si anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh
dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila alasan-alasan
yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila keadaan jasmani dan
rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama. Wali
selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalam
perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi
ketentuan dalam pasal yang lalu. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan
perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari enam bulan
berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar permintaan
itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu
permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya.
Bagian 11
Tugas pengurusan wali
385. Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa
laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab atas biaya,
kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik
dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah
wasiat, telah dihibahkan atau dihibahwasiatkan sejumlah harta benda dan
pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah
ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi pemangku
kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali.
(KUHPerd. 391, 400, 452.)
386. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu
sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan
penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali
pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan si
anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.) Daftar barang-barang atau inventaris itu
boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam segala hal keberesannya harus
dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai harta peninggalan;
bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan
kepada balai harta peninggalan.
(KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663 dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
387. Bila si anak belum dewasa berutang kepada wali, maka
hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam
inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu
yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa; tambahan
lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang
sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum
dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak
berlaku. (KUHPerd. 452, 1986.)
388. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan
setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh ayah atau ibu, balai harta
peninggalan, setelah mendengar wali pengawas bila bukan balai harta peninggalan
sendiri yang menjadi wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau
semenda si anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan
harta kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan
untuk biaya hidup anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna
mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur
tangan pengadilan negeri, bila balai harta peninggalan tidak menyetujui
pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir. Dalam akta yang
sama harus ditentukan pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan,
diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih,
yang akan mewakili wali dan di bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333 dst., 345, 361, 372, 452.)
389. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib
mengusahakan supaya dijual segala meja-kursi atau perkakas rumah tangga, yang
pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam kekayaan si anak belum
dewasa, demikian juga barang-barang bergerak yang tidak memberikan hasil,
pendapatan atau keuntungan, kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat
disimpan, asal saja dengan persetujuan balai harta peninggalan dan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila yang menjadi
wali-pengawas bukan balai harta peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah
atau semenda.
Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang
berhak, dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika
pengadilan, setelah mendengar dan memanggil seperti di atas, kiranya
memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk kepentingan
anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga
yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.) Pengadilan negeri boleh
juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka umum
atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan ketentuan
alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila kepentingan si
anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang dagangan boleh dijual di bawah
tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau orang lain yang
sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil tanah hendaknya
dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. (KUHPerd. 333 dst., 390,
511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678 dst.)
390. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Si ayah atau si
ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta
kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah
tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya
dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak belum
dewasa.
Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh
seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di
depan kepala pemerintahan daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang
tersebut. Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya
harus ditanggung dengan sejumlah harga uang taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389, 1078; Wsk. 38.)
391. Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah
pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat
daripada pendapatan biasa si anak belum dewasa. (S. 1897-231.) Mereka tidak
boleh membungakan uang tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara membeli
surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli
surat-surat piutang atas beban Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak
belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang
berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak,
yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih
dari jumlah uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai
selama satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti
diperintahkan dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut
undang-undang. (KUHPerd. 370, 372, 385,
393, 452, 1250, 1767; S. 1848-22.)
392. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam harta
kekayaan si anak belum dewasa terdapat sertipikat-sertipikat utang nasional,
wali wajib memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum dewasa itu.
Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama si anak
belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan bunga, wali
pengawas harus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana balai harta
peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 374 harus melaksanakan
kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama
atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah
instruksi bagi semua balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391, 416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
393. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh
meminjam uang untuk kepentingan si anak belum dewasa, juga tidak boleh
mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh
menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan
andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari pengadilan negeri.
Pengadilan negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan
yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas. (KUHPerd. 309, 333 dst., 372, 397 dst.,
412, 425, 452, 1076, 1170, 1216, 1330 dst., 1448, 1852; Rv. 684 dst.; LN.
1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)
394. Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak,
maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar
segala harta kekayaan si anak belum dewasa dan dalam daftar itu harus
disebutkan barang-barang yang hendak dijual. Pengadilan negeri berwenang untuk
mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang yang ditunjuk
maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan negeri
penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi si
anak belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
395. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penjualan harus
dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan
menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd.
370, 396, 452; Rv. 684 dst.)
396. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak
dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa
menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali
yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali
pengawas dan keluarga sedarah atau semenda. Bila keluarga sedarah atau semenda
tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama dari
mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga
yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh
tiga orang ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 397 dst., 452; Rv. 685.)
397. Segala bentuk acara yang ditentukan dalam pasal 393
tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah
seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum dibagi,
diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di
muka umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
398. Bila hakim, sehubungan dengan pasal 393, mengizinkan
penjualan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa, maka boleh
ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan
surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya pada hari
penjualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga atau
pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. (KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
399. Wali tidak boleh menjual barang tak bergerak si anak
belum dewasa, selain dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan
mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri menurut syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal
396. (KUHPerd. 452, 1470.)
400. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh
menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang si
anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri telah mengizinkan
syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah
atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali
pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan si wali. (KUHPerd. 417, 452.) Tanpa izin yang
sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka
yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd.
333 dst., 370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
401. Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan
bagi si anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta
peninggalan. (KUHPerd. 1046.) Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk
itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam pasal 393. (KUHPerd. 371, 386, 430, 452, 1023, 1057,
1448.)
402. Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah
hibah yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa; akibat hibah yang demikian
adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah
dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685,
1687.)
403. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum
mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak belum dewasa, atau sebelum
membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri si wali boleh
meminta kepada balai harta peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu,
atas permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dulu pendapat para keluarga
sedarah atau semenda si anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali
pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh balai harta
peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka
hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim
untuk membayar segala biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya
bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau
dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya,
kerugian dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu. Hukuman yang sama dapat
juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan
yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd. 333 dst., 404 dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
404. Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap si anak
belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk
itu dari balai harta peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan
pasal yang lalu. (KUHPerd. 403, 452;
Wsk. 13.)
405. Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak
meminta pemisahan atau pembagian; tetapi tanpa izin ia boleh menjawab tuntutan
akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
406. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal
pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa,
ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan.
KUHPerd. 401, 452, 1066 dst., 1072 dst.,
1448.)
406a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak
belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan
yang sama, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau
orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai
pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan pengadilan negeri. (KUHPerd. 319e6.)
407. Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali tidak
boleh mengadakan perdamaian atas nama si anak belum dewasa, pula tidak
diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada wasit. (KUHPerd. 452, 1448; 1851; Rv. 615 dst.)
408. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika si ayah
atau si ibu dan istrinya atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia,
dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau terbatas, maka pengadilan
negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau
semenda beserta wali pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu
yang ditentukan, bahkan sampai si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus
menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang
sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah pengadilan
negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa
adalah sangat besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau wali
pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali atau wali pengawas, boleh dicabut
setelah mendengar seperti di atas. Bahkan kejaksaan, karena jabatan, boleh
menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd.
119, 127, 153, 155, 333 dst., 370, 452.)
Bagian 12
Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
409. Setiap wali, pada akhir perwalian wajib mengadakan
perhitungan penutup dan pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452; Rv. 580-8?; IR. 233.)
410. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada si
anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila
ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih
dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang
perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian. (KUHPerd. 330, 370, 419, 452; Rv. 99, 764
dst.)
411. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Semua wali, kecuali ayah, ibu
dan wali peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala
pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari
modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang
ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam pasal
355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih
besar. (Ov. 22, 80; KUHPerd. 388, 452,
1794; S. 1924-523.) (Dg. S. 1927-31 ditambahkan alinea kedua, kemudian dicabut
lagi dg. S. 1927-456.)
412. Setiap persetujuan mengenai perwalian dan
perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak belum dewasa
yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak berharga, bila
persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban
dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan
pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu,
yang diberikan sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904, 1451, 1852.)
413. Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali,
tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala
bunga dari apa yang masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya
tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah
perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7?, 1250, 1767; Rv. 580-8?, 704-31, 774;
Wsk. 33; S. 1848-22.)
414. Segala tuntutan si anak belum dewasa terhadap walinya
berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur karena daluwarsa setelah
lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak itu menjadi dewasa. (KUHPerd. 452, 1946.)
Bagian 13
Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
415.
(s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan
negeri ada balai harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama
dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73
dst.) Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada
suatu balai harta peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan
oleh atau atas nama salah satu balai harta peninggalan yang lain. Dalam hal
demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang
anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta peninggalan tersebut
pertama.
Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk
semua balai harta peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk
bertindak atas nama balai harta peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan
kepadanya dalam alinea yang lalu, maka balai harta peninggalan yang
diperintahkan bertugas untuk balai harta peninggalan lain, dalam segala urusan
yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai tempat tinggal
semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut. (s.d.u. dg. S. 1902-222.)
Untuk setiap balai harta peninggalan harus diangkat agen-agen di tempat-tempat
yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t. dg. S. 1916-325.)
Penunjukan wakil semua balai harta peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh
Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi
perwakilan tersebut.
416. Instruksi untuk semua balai harta peninggalan
ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini
mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta peninggalan, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70; KUHPerd. 366, 452; Rv. 787; S. 1872-166.)
416a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S.
1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri, ada sebuah dewan
perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur
tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan
peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang
dipercayakan kepadanya dengan putusan hakim menurut pasal 214, pasal 319f
alinea kelima, atau pasal 382 alinea ketiga, seperti juga bagi anak-anak
diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut pasal 319i atau pasal 382a. (S.
1927-382.) (s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan tempat kedudukan dewan
perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. Biaya yang
dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara. (s.d.t. dg. S. 1938-622.)
Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, XI, XIV dan XIVA buku ini,
maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak
diharuskan. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan perwalian harus berusaha, agar
segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini diwajibkan
memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, digunakan
sesuai dengan maksudnya.
416b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S.
1933-564.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri
dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan
oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang
diberikan kepadanya oleh alinea kedua pasal 415, maka dewan perwalian terdiri
dari anggota perwakilan balai harta peninggalan yang berkedudukan di lain
daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota
yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1934-28.) Pegawai balai harta peninggalan
melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada balai harta peninggalan.
Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S.
1927-382.) Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya
diangkat agen-agen.
417. (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181; 1927-31 jis. 390,
421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau
menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada
seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di
luar gedung rapat mereka. (KUHPerd. 127,
386, 395, 452, 1071 dst., 1075; F. 67 dst.) Dalam hal-hal, bila balai harta
peninggalan dan dewan perwalian dimintai pertimbangan, mereka harus menyatakan
pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya. (KUHPerd. 38, 41, 381, 384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075,
1127; Wsk. 36.)
418. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta
peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dan segala campur
tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 366, 449, 451 dst., 1127.)
Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas
adalah batal dan tidak berharga. (AB. 23.)
418a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kepala daerah
dan pegawai catatan sipil wajib sedapat mungkin memberikan
keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta peninggalan dan dewan
perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua salinan dan petikan dari
daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang
harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari
meterai. (Zeg. 31, II, 61?.)
Bab XVI\
Pendewasaan
419. Dengan pendewasaan, seorang anak yang masih di bawah
umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu
orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399,
420 dst., 426 dst.)
420. Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah
umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan
dewasa, yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat
Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
421. Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan
kepada pemerintah oleh anak yang di bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua
puluh tahun penuh. Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran,
atau bila itu tidak dapat diberikan, tanda bukti lain yang sah tentang umur
yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330,
383; BS. 40.)
422. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah Agung
tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang
tua anak yang di bawah umur itu atau orang tuanya yang masih hidup, dan bila
anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya dan
keluarga-keluarga sedarah atau semenda.
(KUHPerd. 300, 306, 333 dst.)
423. (s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan termaksud dalam pasal
yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali pengawas yang bertempat
tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah Agung berkedudukan.
Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus memberikan penjelasan
apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan berita acaranya. Berita
acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada nasihat yang harus
disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemerintah.
424. Si anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal
sama dengan orang dewasa. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31
jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib
untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari kakek-neneknya atau dari
pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal 37, sampai dia
mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar
kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka
mencapai umur dua puluh satu tahun penuh.
(KUHPerd. 299, 330, 1006.)
425. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31
jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur itu, pemerintah
bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu suatu ketentuan,
bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak diperbolehkan,
sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk memindahtangankan
atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan persetujuan pengadilan
negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil
secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang masih hidup dari mereka,
atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda.
Dalam hal penjualan, pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan
di bawah tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv.
685.) Terhadap pemeriksaan kedua orang tua, alinea keempat pasal 206
berlaku.
426. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai orang dewasa kepada anak
yang di bawah umur, boleh diberikan oleh pengadilan negeri kepada anak yang di
bawah umur atas permohonannya, bila dia telah mencapai umur delapan belas tahun
penuh. Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang
tuanya yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299 dst., 307 dst., 430 dst.)
427. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil
dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah umur itu ada dalam
kekuasaan orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian, mendengar atau
memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda,
serta kedua orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila yang melakukan perwalian
atas orang yang di bawah umur itu bukan orang tuanya. Alinea keempat pasal 206
berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas. Sebelum
mengambil keputusan, pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah
umur itu untuk menghadap sendiri. Sebelum menutup pemeriksaan, pengadilan
negeri harus menentukan hari pengambilan keputusan. Terhadap keputusan
pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
428. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan
pendewasaan, pengadilan negeri harus menentukan dengan tegas, hak-hak
kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di bawah umur itu. (KUHPerd.
430.)
429. Si anak di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan
demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan
dan tindakan-tindakan yang dengan tegas diperintahkan kepadanya, dan ia tidak
boleh mengingkari keabsahannya atas dasar kebelumdewasaan. Untuk hal-hal
lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428, 1446 dst.)
430. Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada si anak yang
belum dewasa menurut pasal-pasal 426, 427, dan 428, tidak boleh lebih daripada
wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau sebagian pendapatannya,
mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu, mengadakan persewaan, menggarap
tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu, melakukan suatu
pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan akhirnya
menjalankan mata-pencaharian dan perdagangan. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam
kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu berwenang seperti
seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang berhubungan dengan
pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu, kecuali pemindahtanganan dan
pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan dan penggadaian
efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku besar
utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek dan saham-saham dalam
perseroan terbatas atau perseroan lain. (s.d.t. dg. S. 1875-257.) Dalam hal
perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan pendewasaan yang telah
diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik sebagai penggugat maupun
sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu. (KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst.
613, 814, 1385, 1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19 dst., 40 dst.)
431. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau, oleh pengadilan negeri boleh
ditarik kembali, bila anak yang di bawah umur itu menyalahgunakannya atau bila
ada cukup kekhawatiran, bahwa dia akan menyalahgunakannya. Penarikan kembali
dilakukan atas permohonan ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup, atau
atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas
permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada
dalam perwalian.
Terhadap permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum
mendengar atau memanggil dengan sah anak yang di bawah umur itu dan walinya,
bila permohonan itu diajukan oleh wali pengawasnya, atau mendengar atau
memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonan diajukan oleh si wali.
Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda, dan
ayahnya atau ibunya, sekiranya salah seorang dari antara mereka masih hidup
tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk didengar. Pengadilan mengambil
keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299
dst., 330, 333 dst., 370, 427.) (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua,
wali dan wali pengawas.
432. Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula
pencabutannya menurut pasal-pasal yang lampau, harus diumumkan dengan cara
membuat maklumat dan memasangnya dalam berita negara. (Ov. 105.) Dalam maklumat
pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa hal
itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun
pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S. 1851-51.)
Bab XVII
Pengampuan
433. Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan
dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun
ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga
ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd. 456 dst., 460, 462, 895, 1006, 1330.)
434. Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan
keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan
karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah
dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta
pengampuan bagi istrinya atau suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal
pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik,
dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (KUHPerd.
114, 290 dst. 445; IR. 229 dsb.)
435. Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak
dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka
jawatan kejaksaan wajib memintanya. Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat
diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau
istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia.
436. Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada
pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang
dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17
dst.)
437. Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu,
gila mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat
permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi-saksinya. (KUHPerd. 440, 456 dst., 1909, 1914.)
438. Bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa
peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka
perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 290, 333 dst., 453; IR. 230.)
439. Pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan; bila orang ini tidak mampu untuk datang, maka
pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa orang
hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal
dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd.
445.)
Bila rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak
dalam jarak sepuluh pal lebih dari pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat
dilimpahkan kepada kepala pemerintahan setempat. Dari pemeriksaan ini, yang
tidak usah dihadiri oleh jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara yang
salinan otentiknya dikirimkan kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445, 1023.)
Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang
dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang
memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
440. Bila pengadilan negeri, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang
diperoleh, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu
tanpa tata-cara lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri
harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang
dikemukakannya menjadi jelas. (KUHPerd.
437, 445.)
441. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam pasal
439, bila ada alasan, pengadilan negeri dapat mengangkat seorang pengurus
sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan
pengampuannya. (KUHPerd. 445 dst., 449;
IR. 231.)
442. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus
diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
semua pihak dan berdasarkan kesimpulan jaksa. (KUHPerd. 445.)
443. Bila dimohonkan banding, maka hakim banding, sekiranya
ada alasan, dapat mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang
dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439;
IR. 236.)
444. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan
pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan itu,
harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya
dan diumumkan dengan menempatkannya dalam berita negara; semuanya atas ancaman
hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk
itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
445. Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea
keempat pasal 434, pengadilan negeri mendengar para keluarga sedarah atau
keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya, si suami atau si istrinya
yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga harus dilakukan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua, 440, 441 dan 442.
Dalam hal demikian, jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman
mengenai keputusan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 444.
446. Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau
penetapan diucapkan. Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang
yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun demikian,
seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak
membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd.
88, 441, 444, 449, 895, 1330, 1446, 1813; Rv. 248-2?.)
447. Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah
pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh
dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu
dilakukan. (KUHPerd. 61-3?, 88,
1330-2?.)
448. Setelah seseorang meninggal dunia, maka segala tindak
perdata yang telah dilakukannya, kecuali pembuatan surat-surat wasiat
berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat disanggah, selain
bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia
meninggal dunia, kecuali bila bukti-bukti tentang penyakit-penyakit itu
tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu.
(KUHPerd. 446, 895, 1320-1?.)
449. Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan
kekuatan hukum yang pasti, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang
pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada balai harta peninggalan.
Pengampuan pengawas diperintahkan kepada balai harta peninggalan, (KUHPerd. 418.) (s.d.u. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan
pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban
atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia sendiri yang diangkat menjadi
pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus di harus dilakukan
kepada pengampu pengawas. (KUHPerd. 359
dst., 377 dst., 379 dst., 441, 446; Rv. 580-8?; Wak. 60.)
450. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
451. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika
alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu,
suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya,
tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk
menerima pengangkatan itu. (KUHPerd.
103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3?, 380, 418.)
452. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan
sama dengan anak yang belum dewasa. Bila seseorang yang karena keborosan
ditempatkan di bawah pengampuan hendak melangsungkan perkawinan, maka
ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku terhadapnya. (s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak
belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal
362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12, dan 13
Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan.
(Ov. 23; KUHPerd. 63, 330, 458, 539, 1006, 1046, 1149-7?, 1330 dst., 1446,
1454, 1813; Rv. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
453. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang
yang ditempatkan di bawah pengampuan mempunyai anak-anak belum dewasa serta
menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan
atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua, atau berdasarkan pasal 246 tidak
diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk
menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga jika orang yang di bawah
pengampuan itu menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu
adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan,
atau sampai istri atau suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan yang
dimaksudkan dalam pasal 206 dan pasal 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua
berdasarkan pasal 246a, atau dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau
perwalian. (KUHPerd. 300, 345, 353,
458.)
454. Penghasilan orang yang ditempatkan di bawah pengampuan
karena keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk
memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan. (KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut dg. S. 1897-53.
456. (s.d.u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang
tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang
lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan terus-menerus buruk, harus
dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia. (RO.
134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
457. Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak, para kepala
daerah setempat, menjelang pengesahan pengadilan negeri, berkuasa memerintahkan
penahanan sementara orang-orang yang dimaksud dalam pasal-pasal yang lalu.
Mereka wajib untuk bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat
hari atau, dalam hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang bersangkutan ada
di pulau lain, dengan kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat
tentang penahanan kepada kejaksaan yang berwenang, yang harus menyampaikan lagi
surat-surat itu dengan tuntutannya kepada pengadilan negeri segera setelah
menerima surat-surat itu. Bila pengadilan negeri tidak menemukan alasan-alasan
guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan harus diperintahkan supaya orang
yang ditahan itu segera dikeluarkan dari tahanan. Putusan ini harus segera dilaksanakan
oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah diterimanya, dan hal itu
harus diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
alinea kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
458. Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan
tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat mengadakan
perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada
pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
459. Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga
sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan
lebih dari delapan tahun lamanya; setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta
dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
460. Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang
mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari pengampuan ini tidak akan
diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh
undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan
di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan
tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 88, 433 dst., IR. 232.)
461. Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara
yang diatur dalam pasal 444.
Ketentuan penutup
462. Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan
dungu, gila atau mata gelap, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan,
tetapi tetap berada di bawah pengawasan ayahnya, ibunya atau walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.) Alinea
kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
Bab XVIII
Ketidakhadiran
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan sementara
463. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
memberi kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusan dan
kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai hal
itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan
sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk
mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan, pengadilan negeri di tempat
tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus memerintahkan balai
harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingan-kepentingan
orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai
wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.) Semuanya itu tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau
ketidakmampuan yang nyata. (KUPerd. 17,
374, 470, 1079, 1813; F. 1 dst.) (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181.) Sekiranya
harta kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir itu sedikit, maka atas
permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari
permintaan atau tuntutan itu karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan
penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut
yang masih akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta
kekayaan dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak
hadir itu, atau kepada istri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya
kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, istri
atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya,
setelah dikurangi segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa
hasil dan pendapatannya. Ketentuan-ketentuan pasal berikut dari bagian ini
tidak berlaku terhadap pengelola tersebut diatas.
464. Balai harta peninggalan berkewajiban, jika perlu
setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta kekayaan yang
pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta
peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta
kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu
dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri menentukan
lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov. 100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465 dst.; Rv. 672.)
465. Balai harta peninggalan berkewajiban untuk memberikan
perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-efek
dan surat-surat yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan
kejaksaan pada pengadilan negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini
boleh dibuat di atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata
cara peradilan. Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan
kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, sejauh hal itu
dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu.
Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang
yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan
keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791, 803; Rv. 764 dst.)
466. Dihapus dg. S. 1928-210; memberi wewenang untuk
pengelolaan dalam memperhitungkan upah yang ditetapkan dalam KUHPerdata. 463 dst.
Bagian 2
Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal
dunia
467. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau
mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun sejak
kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang
membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun
itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka tak peduli
apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang
yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat tinggal yang
ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan
panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama
lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan. Bila atas panggilan itu tidak
menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain
untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan
izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam
hal seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus
diberikan. Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar
yang dengan tegas akan ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan
izin yang pertama, dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama
ruang sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat
tinggal terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd.
463, 469 dst., 472, 475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7?)
468. Bila atas panggilan ketiga tidak datang menghadap, baik
orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun orang lain yang cukup menjadi
petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan negeri, atas tuntutan
jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya
dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia
meninggalkan tempat tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir mengenai
hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam putusan itu. (KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
469. Sebelum mengambil putusan atas tuntutan itu, jika perlu
setelah mengadakan pemeriksaan saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan
kehadiran jawatan kejaksaan, pengadilan negeri harus memperhatikan sebab-sebab
terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin telah menghalangi
penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan negeri,
berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai lima tahun
lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam pasal 467, dan boleh
memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam
surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan
orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. (KUHPerd.
494; Rv. 171 dst.)
470. Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat
tinggalnya telah memberikan kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya,
atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau sepuluh tahun setelah
keberangkatannya, atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan
dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah
mati, maka atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam
keadaan tak hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan
hukum tentang kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang
tercantum dalam tiga pasal yang lalu. Berlalunya waktu sepuluh tahun ini
diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau pengaturan yang diadakan
oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah berakhir lebih dahulu. Akan
tetapi dalam hal yang terakhir ini, pengelolaan harus diselenggarakan dengan
cara seperti yang tercantum dalam Bagian 1 bab ini. (KUHPerd. 463, 467, 1795; 1813.)
471. Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus
diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang telah digunakan dalam
pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian
3
Hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang yang diduga sebagai ahli bagian wais dan
orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan mengenai dugaan
tentang kematian.
472. Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang
yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka yang pada hari yang dinyatakan dalam
putusan hakim itu berhak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak
hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian, maupun menurut surat wasiat,
berwenang untuk menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan
barang-barang itu dari balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi tugas
pengelolaan barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk
menguasai barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu; segala
sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan,
yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang itu akan
digunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu
atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan,
semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia
ulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak
mereka kemudian ternyata lebih kuat. Dengan demikian, mereka yang diduga
menjadi ahli waris beserta orang-orang yang berkepentingan, berwenang untuk
menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada. (KUHPerd. 463, 465, 468, 473 dst., 483,
784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611 dst., 764.)
473. Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang
lalu, barang-barang itu harus ditaruh di bawah pengelolaan pihak ketiga, dan
mengenai barang-barang bergerak harus diperintahkan penjualannya, dengan
mengindahkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787
kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 789,
792, 803, 1730.)
474. Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati
harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur untuk para pemegang hak
pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk hal itu berlaku,
dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
475. Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam tiga
pasal yang lalu tentang para ahli waris dugaan dari orang yang dalam keadaan
tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan orang-orang lain yang
sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan
tak hadir itu bila dia ini meninggal, boleh segera melakukan hak mereka. (KUHPerd. 472, 807-1?, 880 dst., 959.)
476. Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang dari
orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya,
berkewajiban untuk memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk
menyerahkan barang-barang itu kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila
dia pulang, atau kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya
mereka datang, dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd. 472 dst., 475.)
477. Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil
barang-barang ke dalam penguasaannya, berkewajiban untuk membuat daftar lengkap
barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada
mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak
diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam hal-hal
yang diatur pada pasal 1031, mereka kehilangan hak istimewa tersebut di atas,
tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 783, 1023 dst.)
478. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan
sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain, para ahli waris dugaan boleh membagi
di antara mereka segala harta peninggalan orang yang dalam keadaan tidak hadir
yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan peraturan-peraturan tentang
pemisahan harta peninggalan. Namun barang-barang tetapnya tidak boleh dijual
untuk dapat mengadakan pemisahan itu, melainkan harus ditaruh dalam suatu
penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan dalam suatu kaveling, dan
hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu harus
dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga menunjukkan, barang-barang
apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat dan orang-orang lain yang
berhak. (KUHPerd. 479 dst., 484, 1066
dst., 1169, 1730.)
479. Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu,
demikian pula akta tentang jaminan, harus dibawa ke kepaniteraan pengadilan
negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan
di sana. (KUHPerd. 467, 472, 480; Rv.
612 dst.)
480. Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lalu telah
mendapat bagian dari barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya,
demi kepastian mereka boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh
ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang
keadaannya. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah kepada pengadilan, dan
pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan kejaksaan, maka uraian
dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
481. Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan
tak hadir, yang dibagikan kepada ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya
untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani,
sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam pasal 484, kecuali kalau ada alasan
penting, dan dengan izin pengadilan negeri. (KUHPerd. 1168, 1170.)
482. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang
kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda
bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang telah menikmati
hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk
mengembalikan hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut:
setengahnya bila dia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia masih
hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan yang
dinyatakan dalam putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu
diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah
pernyataan itu. Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri
yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya
barang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang
pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan
sama sekali. (KUHPerd. 468, 474, 486,
492.)
483. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin
dengan gabungan harta bersama, atau gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau
gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan istri atau suaminya memilih
membiarkan gabungan itu berjalan terus, maka dia boleh mencegah pengambilan
barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga sebagai
ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah
kematian orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau
mempertahankan barang-barang itu dalam pengelolaanya, dengan mendahului yang
lain-lain, dengan menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal
477. Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan
segala akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh
tahun penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan
kematian dugaan itu. Namun bila si istri atau si suami tidak menentang
pengambilan barang-barang dalam penguasaan itu oleh para ahli waris, maka ia
boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang miliknya
sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia memberikan jaminan
untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Si istri yang memilih
dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk melepaskan diri
dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd. 114, 119, 124 dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484,
493.)
484. Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari
kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, atau bila
sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran orang yang dalam
keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan pembagian
barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh pembagian itu telah
terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan
pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta peninggalan itu
secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan
dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau menolak warisan,
menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486 dst., 1029, 1066 dst.; BS. 40.)
485. Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu,
diterima berita tentang kematian orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka
mereka yang atas dasar undang-undang atau atas dasar penetapan-penetapan orang
yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta
peninggalannya, atau para pengganti mereka itu, boleh menuntut perhitungan,
pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd. 126.)
486. Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang
kembali, atau menunjukkan bahwa dia masih hidup, setelah lampau tiga puluh
tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim,
maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan
seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-barang yang telah
dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil
pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil
atau pendapatan. (KUHPerd. 468, 482,
484, 830.)
487. Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih
lanjut orang yang dalam keadaan tak hadir, boleh menerima kembali
barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga puluh tahun sejak
lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal 484.
488. Bila dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum
tentang kematian, semua tuntutan hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak
hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris dugaan yang telah mengambil
barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk
memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4
Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir bagian yang tak
pasti hidup atau mati.
489. Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah
beralih dari orang yang tak hadir kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada
orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya menjadi tidak pasti,
wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat
hak itu jatuh padanya; selama dia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya
harus dinyatakan tidak dapat diterima. (KUHPerd.
468, 836, 847, 899, 1865.)
490. Bila pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau
matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau hibah wasiat, yang sedianya
menjadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu hidup, atau
yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah
wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, boleh diambil dalam penguasaan oleh
orang-orang lain itu, seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban
untuk membuktikan kematian orang itu; namun untuk itu mereka harus mendapat izin
lebih dahulu dari pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak rumah
kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan
pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu
untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd.
467, 472 dst., 477, 836, 847, 852 dst., 880, 899,)
491. Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak
mengesampingkan hak untuk menuntut warisan-warisan dan hak-hak lain yang
ternyata kemudian telah jatuh pada orang yang dalam keadaan tak hadir itu atau
orang-orang yang telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya
hapus oleh lampaunya waktu yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055, 1987 dst.) 492. Bila
kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau haknya
dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh
dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir
itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan pasal 482.
Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan
perkawinan
493. Bila salah seorang dari suami-istri, selain
meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk, selama sepuluh tahun penuh
tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang hidup-matinya orang itu,
maka suami atau istri yang ditinggalkan berwenang untuk memanggil orang yang
tak hadir itu tiga kali berturut-turut dengan panggilan pengadilan, menurut
cara yang ditentukan dalam pasal 467 dan pasal 468, dengan izin dari pengadilan
negeri di tempat tinggal mereka bersama.
(Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2?, 199-2?, 209-2?, 211.)
494. Bila atas panggilan ketiga dari pengadilan, baik orang
yang tak hadir maupun orang lain untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup
petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka pengadilan negeri boleh memberi izin
kepada suami atau istri yang ditinggalkan untuk kawin dengan orang lain.
Ketentuan-ketentuan pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
495. Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum perkawinan
dengan yang itu dilakukan, orang yang tak hadir itu muncul, atau seseorang
membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang itu, maka izin yang telah
diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang ditinggalkan itu telah
melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga mempunyai hak untuk
melakukan perkawinan lain. (Ov. 65;
KUHPerd. 99-2?.)
496. 497,
498. (Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
No comments:
Post a Comment
Tiada batasan untuk kita belajar, lebih banyak membaca tentunya akan banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan.